Menuju konten utama

Dewan Pers Nilai RUU Penyiaran Hambat Kualitas Jurnalistik

Dewan Pers juga tak sepakat penyelesaian sengketa jurnalistik di media penyiaran dilakukan oleh KPI.

Dewan Pers Nilai RUU Penyiaran Hambat Kualitas Jurnalistik
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu ketika memberikan keterangan di kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2024). (Tirto.id/Muhammad Naufal)

tirto.id - Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyoroti pasal larangan berita investigasi dalam draf revisi UU Penyiaran. Menurut Ninik, larangan berita investigasi bertentangan dengan mandat Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Menurut dia, produk jurnalisme investigasi merupakan ciri khas karya jurnalis profesional.

"Karena kita sebetulnya dengan UU 40 tidak lagi mengenal penyensoran, pembredelan, dan pelarangan-pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas," tutur Ninik di kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2024).

"Nah, penyiaran media investigatif itu adalah satu modalitas kuat dalam karya jurnalistik profesional," imbuh Ninik.

Dalam kesempatan itu, ia turut menyinggung soal penyelesaian sengketa jurnalistik dalam revisi UU Penyiaran. Dewan Pers heran saat penyelesaian sengketa justru akan dilakukan lembaga yang tak diberikan mandat untuk penyelesaian etik atas karya jurnalistik, yakni Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Kata Ninik, penyelesaian melalui KPI justru akan bertentangan dengan mandat UU Pers.

"Mandat penyelesaian karya jurnalistik itu ada di Dewan Pers dan itu dituangkan dalam undang-undang," ucapnya.

"Ini betul-betul akan menyebabkan cara-cara penyelesaian yang tidak sesuai dengan norma undang-undang yang ada," imbuh dia.

Ninik mengatakan, Dewan Pers menilai revisi UU Penyiaran bakal melunturkan independensi perusahaan media. Lalu, imbas revisi UU Penyiaran tersebut, perusahaan media tak akan lagi memproduksi karya jurnalistik yang berkualitas.

Menurut dia, jika independensi perusahaan media terus diintervensi, produk jurnalistik bakal semakin memburuk hingga memengaruhi para jurnalisnya.

Ia turut menilai, revisi UU Penyiaran sejatinya menyalahi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91 Tahun 2020. Pasalnya, pembuatan draf revisi UU Penyiaran tidak melibatkan masyarakat.

"Hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya dan nanti kalau masukan-masukan masyarakat itu tidak diintegrasikan. Bahkan, para penyusun kebijakan diminta untuk menjelaskan kenapa masukan-masukan itu tidak diintegrasikan," urainya.

Baca juga artikel terkait RUU PENYIARAN atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Hukum
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Bayu Septianto