tirto.id - Tim Kuasa Hukum mantan Menteri Perdagangan Indonesia periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, telah resmi mengajukan memori banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sejak Selasa (29/7/2025). Adapun pengajuan tersebut menyusul putusan vonis dari Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang terhadap Tom Lembong, yakni 4,5 tahun penjara dalam perkara korupsi impor gula.
“Alhamdulillah kami sudah resmi mengajukan memori banding tertanggal 29 Juli kemarin. Jadi secara administrasi sudah selesai, sudah kami masukkan. Dan semua dokumen-dokumen yang dibutuhkan telah disampaikan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk dilanjutkan ke Pengadilan Tinggi DKI,” ujar Kuasa Hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, dalam konferensi pers di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (30/7/2025).
Melalui dokumen memori banding itu, tim kuasa hukum memaparkan sejumlah kejanggalan dalam putusan majelis hakim tingkat pertama. Mereka berharap majelis hakim di tingkat pengadilan tinggi dapat memeriksa perkara tersebut berdasarkan fakta-fakta yang ada dalam persidangan.
Salah satu yang disoroti tim kuasa hukum adalah adanya penilaian terhadap Tom Lembong yang disebut berniat memperkaya pihak lain dalam melakukan importasi gula sehingga dianggap melawan hukum.
“Di perbuatan melawan hukum itu kami jelaskan juga dalam memori banding ini tidak ada mens rea atau niat jahat. Yang sebetulnya itu pemahaman mens rea juga, pemahaman yang bukan suatu hal yang baru, itu hal yang prinsip dalam hukum pidana,” terang Ari.
Menurutnya, unsur kesengajaan adalah syarat dalam materiil sebagaimana telah diatur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tipikor.
“Dalam pasal 2 dan pasal 3, karena ini adalah delik materil, harus ada unsur kesengajaan. Ada dolus di sana. Maka mens rea wajib ada. Kalau tidak ada mens rea, tidak ada perkara ini,” lanjutnya.
Selain itu, Ari juga menyoroti adalah kesalahan penafsiran dari majelis hakim terkait kebijakan impor gula yang dilakukan oleh Tom Lembong selama menjabat sebagai menteri perdagangan. Katanya, hakim menilai alasan dibalik Tom Lembong memutuskan izin importasi gula adalah untuk memperkaya pihak tertentu.
“Merugikan keuangan negara dengan tujuan untuk memperkaya orang lain. Karena dalam hal diri sendiri, hakim mengakui Pak Tom Lembong tidak memperkaya dirinya sendiri, tapi dianggap memperkaya orang lain. Nah disini juga kami jelaskan, bahwa itu juga salah,” tegasnya.
“Karena kaitan dengan situ, kaitan dengan unsur ini, ternyata tidak ada. Yang diperkaya orang lain secara melawan hukum itu tidak ada. Itu satu proses mekanisme bisnis yang sangat biasa dan lumrah,” imbuh Ari.
Kemudian, tim kuasa hukum juga ingin memasukkan pembahasan tambahan soal sistem ekonomi kapitalis dalam pertimbangan putusan.
Katanya, hakim menilai Tom lebih mengedepankan ekonomi kapitalis, alih-alih sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila berdasarkan UUD 1945 yang mengedepankan kesetaraan umum dan keadilan saat menjadi menteri perdagangan.
Tim kuasa hukum, lanjut Ari, menilai adanya kekeliruan terhadap makna ekonomi kapitalis oleh majelis hakim.
“Ini juga mengagetkan kita semua. Kaitan dengan pembahasan ekonomi kapitalis yang tidak pernah dibahas. Karena begini ya, hakim itu memutus sesuai dengan fakta-fakta yang ada di persidangan,” tutur Ari.
“Pemahaman tentang ekonomi kapitalisnya juga salah. Ternyata yang dimaksud dengan ekonomi kapitalis itu juga tidak dipahami secara baik oleh hakim di tingkat pertama,” lanjutnya.
Dengan demikian, Ari berharap majelis hukum pengadilan tinggi untuk kembali memperhatikan fakta-fakta di persidangan serta tidak hanya mengandalkan resume putusan.
“Karena memang kalau kita hanya mengandalkan resume persidangan, maka akan jadi bias nanti ceritanya,” katanya.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id


































