Menuju konten utama

KSPN: Bantuan Subsidi Upah dan Diskon JKK Tak akan Atasi PHK

KSPN nilai, tidak semua pekerja korban PHK bukan anggota BPJS Ketenagakerjaan sementara iuran JKK tidak meringankan pengusaha.

KSPN: Bantuan Subsidi Upah dan Diskon JKK Tak akan Atasi PHK
Presiden KSPN, Ristadi. (FOTO/Dok. Tim media KSPN)

tirto.id - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, menilai stimulus Bantuan Subsidi Upah (BSU) dan diskon Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 50 persen tidak akan berdampak efektif untuk mengurangi jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ia mengatakan, baik BSU bagi pekerja dengan upah maksimal Rp3,5 juta dan diskon tarif iuran JKK pada dasarnya dimaksudkan untuk menggenjot daya beli masyarakat sehingga dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional yang pada kuartal I 2025 hanya tumbuh di level 4,87 persen.

"Jadi, saya kira ada hal yang berbeda bahwa 6 paket kebijakan subsidi ekonomi (termasuk BSU dan diskon JKK) ini saya kira tidak ... agak jauh ya, kalau kemudian ditarik untuk bisa mencegah terjadinya PHK. Ini agak jauh," ujarnya, dalam konferensi pers secara daring, Jumat (28/5/2025).

Soal BSU, nantinya pekerja yang bakal mendapat bantuan ini adalah mereka yang terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan. Oleh karena itu, jelas pekerja bukan anggota BPJS Ketenagakerjaan tak akan mendapat bantuan dari pemerintah. Padahal, banyak pekerja rentan yang berasal dari perusahaan-perusahaan yang diurus oleh keluarga.

"Dan di situ kebanyakan pekerjaannya tidak dimasukkan program, semua program BBJS. Jadi ini hal yang berbeda," imbuh Ristadi.

Sementara itu, terkait diskon tarif iuran program JKK dinilai tidak akan terlalu meringankan beban pengusaha karena jumlah iuran cukup kecil, yakni berkisar antara 0,24-1,74 persen dari gaji bulanan pekerja dengan perusahaan yang bertanggung jawab membayar iuran ini sepenuhnya. Oleh karena itu, biarpun tak ada diskon 50 persen untuk iuran JKK, kesehatan keuangan perusahaan tidak akan terlalu terganggu.

"Bahwa paket-paket kebijakan ekonomi subsidi itu tidak ada korelesinya dengan langkah-langkah usaha pemerintah untuk bagaimana melakukan pencegahan terjadinya PHK," tegasnya.

Ristadi menilai, akan lebih efektif bagi pemerintah untuk menekan jumlah PHK dengan memberikan diskon tarif energi untuk industri, diskon tarif pajak, dan kebijakan fiskal lainnya yang langsung menyasar industri dan andilnya cukup besar bagi operasional perusahaan. Dus, kinerja perusahaan dapat lebih stabil, sehingga mengurangi potensi terjadinya efisiensi dan PHK terhadap karyawannya.

"Jadi, sekali lagi kita melihat bahwa 6 paket kebijakan subsidi ekonomi untuk masyarakat ini hanya berguna untuk bagaimana menaikkan daya beli masyarakat. Apakah nanti bisa terjadi atau tidak, terwujud atau tidak? Tujuan akhirnya adalah bagaimana untuk menaikkan daya beli masyarakat dengan harapan bisa mengerek pertumbuhan ekonomi minimal di angka 5 persen," tandas Ristadi.

Baca juga artikel terkait BURUH atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Andrian Pratama Taher