tirto.id - Presiden Joko Widodo resmi melantik Pangkogabwilhan I, Laksamana Madya Muhammad Ali sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) menggantikan Yudo Margono yang diangkat jadi Panglima TNI di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28/12/2022).
Jokowi usai pelantikan menjelaskan alasan pemilihan Ali sebagai KSAL. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku pertimbangan utama pemilihan Ali adalah soal rekam jejak.
“Beliau ini, kan, pernah di Gubernur Akademi Angkatan Laut, pernah di Pangkoarmada, pernah di Pangkogabwilhan. Ini pengalaman rekam jejak itu menjadi selalu saya lihat dan beliau memiliki leadership yang baik,” kata Jokowi.
Ali merupakan salah satu pati TNI AL lulusan 1989. Sebelum menjabat sebagai Pangkogabwilhan I, Ali memang menduduki sejumlah jabatan strategis dan prestisius seperti Komandan KRI Nanggala 402 (2004-2006), ajudan Wapres RI (2012-2014), Gubernur AAL (2018-2019), Koorsahli Kasal (2019), Pangkoarmada I (2019-2020) dan Asrena Kasal (2020-2021).
Jokowi mengaku memberikan sejumlah arahan kepada Ali setelah dilantik. Ia mengingatkan 2/3 wilayah Indonesia adalah laut. Oleh karena itu, ia mendorong agar konsentrasi menjaga kedaulatan laut dan masalah pulau terluar sebagai prioritas.
“Jadi konsentrasi untuk kedaulatan negara utamanya di laut itu yang menjadi tanggung jawab besar dari KSAL yang baru Pak Mohammad Ali, utamanya juga yang berkaitan dengan pulau-pulau perbatasan harus menjadi titik perhatian,” kata Jokowi.
Jokowi juga tidak memungkiri bahwa salah satu arahan khusus adalah situasi geopolitik Laut Natuna Utara atau dulu dikenal dengan istilah Laut Cina Selatan.
“Tadi, kan, saya sampaikan yang berkaitan dengan perbatasan. Utamanya laut bukan perbatasan daratan, perbatasan yang berkaitan dengan laut,” kata Jokowi.
Jokowi juga menyebut bahwa salah satu arahan kepada Ali adalah upaya modernisasi alutsista di matra TNI Angkatan Laut. “Yang harus terus diperkuat,” kata Jokowi.
Pekerjaan Rumah KSAL Ali: dari Alutsista hingga Pengelolaan Internal TNI
Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengingatkan bahwa posisi KSAL berfokus pada kebutuhan pembinaan kekuatan, kesiapan operasional, pengembangan postur, doktrin, dan strategi serta operasi matra laut.
Oleh karena itu, kata Fahmi, KSAL Ali harus menguatkan posisi operasional dan peran strategis tentang dinamika dan ancaman yang akan dihadapi Indonesia.
“KSAL baru tentunya harus memantapkan kesiapan operasional dan terus melanjutkan penyiapan dan pengembangan strategi-strategi penangkalan terkait dinamika lingkungan strategis, tantangan dan ancaman yang dihadapi di seluruh kawasan perairan kedaulatan Indonesia,” kata Fahmi, Rabu (28/12/2022).
Bentuk dinamika lingkungan strategis yang dihadapi Indonesia di masa depan antara lain: meningkatnya agresivitas China dan Amerika Serikat di perairan Natuna Utara; hadirnya pakta pertahanan trilateral AUKUS antara Australia, Inggris dan Amerika Serikat yang diiringi rencana pembangunan sejumlah kapal selam bertenaga nuklir.
Khusus pada AUKUS, meski diklaim sebagai bentuk perimbangan kekuatan demi stabilitas kawasan, tapi keberadaan AUKUS dan agresivitas negara-negara kuat itu sulit dipungkiri justru berpotensi memicu ketegangan dan eskalasi konflik sewaktu-waktu.
Sementara itu, kata dia, ancaman yang dihadapi di sektor kelautan yang berkaitan dengan potensi gangguan kedaulatan dan keamanan laut juga beragam. Fahmi mencontohkan masalah klaim kepemilikan dan pendudukan pulau oleh negara lain; pengelolaan dan pemanfaatan ruang laut secara tidak sah oleh pihak asing, baik negara maupun korporasi.
Kemudian ada pelintasan kapal secara ilegal/tanpa izin di alur laut dan perairan teritorial, termasuk pengoperasian perangkat-perangkat pemantauan di bawah permukaan laut baik untuk kepentingan militer maupun nonmiliter; dan kejahatan di laut, termasuk yang bersifat transnasional seperti pembajakan kapal, penyanderaan orang hingga penyelundupan barang terlarang.
Ancaman-ancaman yang dihadapi pun memicu sejumlah tantangan, antara lain adanya celah-celah rawan akibat keterbatasan kekuatan dan kemampuan alutsista baik armada kapal, radar dan persenjataan, terutama untuk patroli pengawasan dan penghadangan, mengingat wilayah perairan yang begitu luas; kemudian minimnya efek deteren sebagai akibat belum tercapainya target kekuatan pokok minimum (MEF) melalui upaya peremajaan dan modernisasi alutsista TNI AL.
Selain itu, kata Fahmi, masih adanya tumpang tindih kewenangan terutama dalam hal penegakan hukum dan keamanan di laut sebagai akibat belum selarasnya payung hukum antarlembaga maupun antara hukum nasional dan internasional; dan terakhir masih adanya kesenjangan kompetensi prajurit dalam menghadapi ragam ancaman militer maupun hibrida dan bentuk-bentuk peperangan di masa depan.
Menurut Fahmi, penyelesaian masalah tersebut harus diikuti sejumlah langkah oleh KSAL Laksamana M. Ali, antara lain: mengejar pencapaian MEF 2024, meningkatkan efektivitas patroli keamanan laut, pembinaan potensi maritim terutama di kawasan perbatasan, mendorong penyelarasan peran antarlembaga dan peningkatan kompetensi melalui pengayaan kurikulum di lembaga pendidikan dan kegiatan-kegiatan latihan bersama antarnegara dan aksi lain.
Sementara itu, Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas mengapresiasi pemilihan Ali karena mengakhiri rangkap jabatan yang dilakukan Laksamana Yudo Margono. Ia menilai, pengangkatan Ali dan Yudo memiliki kesamaan karena mereka mantan Pangkogabwilhan I.
Anton menilai ada sejumlah hal yang perlu segera diatensi Ali selaku KSAL. Pertama, Ali harus memastikan roda regenerasi TNI berjalan. Penunjukan Ali memberi harapan bahwa regenerasi di tubuh TNI AL dapat berjalan.
“Harus diakui, penunjukan Ali sedikit banyak memberi harapan berjalannya regenerasi di matra laut. Sebab, Ali adalah kandidat KSAL yang memiliki usia pensiun paling panjang dari delapan perwira tinggi Laksamana Madya TNI AL. Apalagi, sejauh ini matra laut juga tidak imun dengan problem surplus pamen senior dan perwira tinggi. Oleh karena itu, bersama Panglima TNI, Ali semestinya dapat mencari formula dalam mengatasi masalah ini,” kata Anton.
Anton mengingatkan, salah satu program kerja prioritas Panglima TNI Laksamana Yudo Margono adalah membangun SDM prajurit. Oleh karena itu, hendaknya program tersebut bisa terefleksi dalam pemuktahiran mekanisme pembinaan karier prajurit.
“Dalam titik ini, konsistensi implementasi kebijakan promosi, mutasi dan demosi karier prajurit menjadi krusial. Jangan sampai justru fenomena favoritisme terhadap klik, kelompok atau angkatan tertentu menjadi marak. Inkonsistensi hanya akan menambah kompleksitas dan beban Ali dalam memimpin TNI AL,” kata Anton.
Anton juga mengingatkan, penataan karier prajurit tidak mesti diikuti dengan pemekaran struktur organisasi TNI AL. Ali, kata Anton, dapat melakukan kaji ulang terkait struktur TNI AL yang ada. Hal ini penting agar ide penambahan-penambahan pos jabatan atau struktur baru justru menjadikan organisasi semakin gemuk dan tidak efektif.
Kedua, kata Anton, Ali harus memperkuat upaya modernisasi alutsista. Panglima TNI Laksamana Yudo Margono sudah memastikan pemenuhan MEF tahap 3 yang akan berakhir pada 2024 akan meleset dari target 100 persen.
Meski demikian, masih ada ruang bagi KSAL baru untuk membuat kebijakan guna memperkaya kualitas pengadaan dan modernisasi alutsista. Selain dengan meningkatkan akuntabilitas dan transparansi proses pengadaan, Ali juga dapat membantu membangun formulasi dalam pengelolaan pemeliharaan dan perawatan (harwat) alutsista, apalagi kondisi alutsista saat ini belum optimal.
“Sudah menjadi rahasia umum bahwa kesiapan alutsista TNI AL masih jauh dari harapan. Keragaman alutsista yang dimiliki telah membawa kompleksitas tersendiri dalam harwat alutsista,” kata Anton.
Oleh karena itu, kata dia, ketersediaan daftar identifikasi semua jenis alutsista TNI AL akan menjadi penting untuk menghitung life cycle cost alutsista. Daftar ini juga kelak akan menjadi pijakan bagi Kemhan, Bappenas dan Mabes TNI untuk menyusun formula terkait harwat.
“Dengan demikian, proses harwat tidak lagi berdasarkan selera melainkan berbasis data akurat,” kata Anton.
Selain itu, kata Anton, Ali juga dapat mengintensifkan agenda transformasi TNI AL. Agenda tersebut hendaknya menargetkan adanya peningkatan signifikan hari patroli serta kesiapan dari armada TNI AL. Karena itu, penyederhanaan jenis dan fungsi armada yang dimiliki TNI AL semestinya menjadi sentral dari agenda ini. Penyederhanaan jenis armada tentu saja dapat menekan tingginya anggaran harwat.
Dengan demikian, skala prioritas baru dalam rangka modernisasi alutsista TNI AL dapat disusun dengan baik di tengah keterbatasan porsi anggaran pertahanan. Berbekal pengalaman sebagai mantan Asisten Perencanaan KSAL, Ali jelas mampu menyiapkan dan mengeksekusi agenda ini.
Ketiga, kata Anton, Ali harus mendukung peningkatan interoperabilitas TNI. Sebagai mantan Panglima Kogabwilhan I, Ali tentu sudah memiliki pemahaman dan pengalaman dalam memperkuat interoperabilitas TNI. Hal ini penting agar kekuatan TNI AL dapat merespons segala kondisi ancaman.
Apa KSAL Muhammad Ali?
Ali yang sudah naik pangkat sebagai Laksamana TNI menjelaskan sejumlah rencana aksinya setelah menjadi pemimpin tertinggi di TNI AL. Ali memastikan bahwa ia akan menegakkan kedaulatan maupun hukum di wilayah laut. Hal itu tidak hanya untuk di Laut Natuna Utara.
“Tidak hanya di Laut China Selatan, pokoknya di seluruh perbatasan laut harus ditingkatkan baik penegakan kedaulatan maupun penegakan hukum,” kata Ali usai dilantik sebagai KSAL.
Ali juga mengaku telah memetakan masalah kerawanan. Saat ini, setidaknya ada dua hal yang menjadi perhatian. Pertama adalah potensi masalah cuaca yang kurang bersahabat selama Desember. Kedua adalah soal kerawanan penyelundupan barang.
“Bapak Presiden juga menekankan untuk mencegah atau menghentikan kegiatan penyelundupan maupun kegiatan ilegal di laut atau lewat laut lainnya,” kata Ali.
Ali juga mengaku bahwa Jokowi memberikan penguatan pada alutsista. Jokowi meminta kepadanya untuk penggunaan alutsista dengan hasil produksi dalam negeri.
“Dari Bapak Presiden utamakan atau kembangkan industri perkapalan dalam negeri. itu angkatan laut terutama dalam pembangunan kekuatan yang berupa KRI. Jadi sekarang ini TNI Angkatan Laut sudah mungkin 70 persen menggunakan produk dalam negeri, kapal-kapalnya,” kata Ali.
Ali berharap akan ada peningkatan anggaran. Ia juga memastikan akan melanjutkan program Yudo Margono serta menyempurnakan program yang telah berjalan.
Namun, saat disinggung soal minimumessential force atau batas minimal kekuatan yang belum memenuhi target, eks Komandan KRI Nanggala ini masih perlu perbincangan dengan Kementerian Pertahanan.
“Kalau MEF kita ini berkaitan dengan Kemhan. Jadi programnya mengikuti program Kemhan, tapi kami berupaya untuk memenuhi apa yang direncanakan dalam program MEF tersebut,” kata Ali.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz