tirto.id - Presiden Joko Widodo resmi menunjuk Kepala Staf TNI AL, Laksamana Yudo Margono sebagai calon tunggal Panglima TNI pengganti Jenderal TNI Andika Perkasa. Saat ini, Yudo masih menjabat sebagai Kasal (KSAL) sambil menunggu keputusan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test dari DPR sebelum dilantik oleh Jokowi.
Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Viada Hafid mengumumkan, pelaksanaan fit and proper test akan dilakukan pada Jumat (2/12/2022).
Meutya menjelaskan bahwa proses fit and proper test akan dilakukan secara terbuka. Namun, tidak menutup kemungkinan bila acara itu dilakukan secara tertutup bilamana pertanyaan bersifat rahasia.
“Direncanakan akan dilakukan secara terbuka, kecuali nanti dalam paparan ada yang bersifat strategi dan rahasia, maka bagian tersebut harus dilakukan secara tertutup,” kata politikus Partai Golkar itu.
Siapa yang Berpeluang Isi Kursi KSAL yang akan Kosong?
Pemilihan Yudo sebagai calon tunggal Panglima TNI ini, juga membuka diskursus lain, yaitu kursi KSAL yang akan kosong. Sebagai catatan, hampir semua kandidat yang melakukan fit and proper test di parlemen lolos dan menjadi Panglima TNI. Lantas, siapa yang layak menjadi KSAL, pengganti Yudo?
Direktur Eksekutif Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas menilai, semua jenderal bintang tiga atau berpangkat Laksamana Madya layak menjadi KSAL selanjutnya. Ia sebut sudah ada 13 Kasal setelah orde reformasi dengan status mayoritas adalah bekas Wakasal.
“Sejak reformasi bergulir, setidaknya telah ada 13 perwira tinggi yang tercatat pernah atau sedang menjabat posisi Kasal. Dari data tersebut, setidaknya dapat dilihat beberapa kecenderungan. Terkait riwayat jabatan sebelum menjabat Kasal, mayoritas adalah Wakil Kasal (38,5%), Kasum TNI (15,4%), Irjen Kemhan (15,4%) dan lain-lain (30,7%),” kata Anton dalam keterangan tertulis.
Anton juga mencatat, mayoritas pejabat pengganti Kasal umumnya lulusan akademi angkatan laut yang lebih muda dari pejabat pendahulu. Ia sebut 84,8 persen Kasal mengalami pergantian seperti itu. Sementara pergantian pejabat ke yang lebih senior di angka 7,6 persen. Ia juga mencatat pemilihan Kasal berkaitan dengan kedekatan pertemanan di angkatan yang mencapai 7,6 persen.
Sementara itu, kata Anton, sosok pengganti Kasal rerata memiliki masa kerja cukup lama. Rerata, usia aktif hingga pensiun mencapai lebih dari 24 bulan (77 persen). Usia pensiun 19-24 bulan mencapai 15,4 persen, dan sosok yang punya sisa usia jabatan 18 bulan hanya 7,6 persen.
“Dari 13 nama Kasal yang ada, hanya 1 orang [punya sisa usia jabatan 18 bulan], yakni Laksamana Sumarjono yang bertugas sebagai ajudan Presiden Soeharto,” kata Anton.
Saat ini, kata Anton, setidaknya ada 9 perwira berpangkat bintang 3 yang berpotensi menjadi KSAL, menggantikan Yudo Margono. Kesembilan anggota pun memiliki ragam penugasan hingga memimpin satuan tempur.
Mereka antara lain: Sekjen Dewan Ketahanan Nasional, Laksamana Madya TNI Harjo Susmoro (AAL 1987) dengan sisa usia pensiun normatif 3 bulan; Kepala Bakamla, Laksamana Madya TNI Aan Kurnia (AAL 1987) dengan sisa usia pensiun normatif 8 bulan; Irjen TNI Letnan Jenderal TNI (Mar) Bambang Suswantono (AAL 1987) dengan sisa usia pensiun normatif 8 bulan; Wakil KSAL Laksamana Madya TNI Ahmadi Heri Purwono (AAL 1988) dengan sisa usia pensiun normatif 11 bulan.
Selain itu, ada Rektor Unhan, Laksamana Madya TNI Amarulla Octavian (AAL 1988) dengan sisa usia pensiun normatif 11 bulan; Komandan Pushidrosal, Laksamana Madya TNI Nurhidayat (AAL 1988) dengan sisa usia pensiun normatif 13 bulan; Pangkoarmada RI, Laksamana Madya TNI Herru Kusmanto (AAL 1988) dengan sisa usia pensiun normatif 16 bulan; Komandan Kodiklatal, Letnan Jenderal TNI (Mar) Suhartono (AAL 1988) dengan sisa usia pensiun normatif 14 bulan; Pangkogabwilhan I, Laksamana Madya TNI Muhammad Ali (AAL 1989) dengan sisa usia pensiun normatif lebih dari 24 bulan.
Dari 9 nama itu, kata Anton, ada 5 nama yang pernah bertugas di ring-1 kepresidenan, yakni: Bambang Suswantono dan Suhartono yang sama-sama pernah tercatat sebagai Komandan Paspampres di era Presiden Joko Widodo. Lalu, Herru Kusumastanto dan Muhammad Ali tercatat pernah bertugas sebagai ajudan Wakil Presiden Boediono. Sedangkan Amarulla Octavian pernah menjabat posisi ajudan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Sejak memerintah pada Oktober 2014, setidaknya Presiden Jokowi telah mengangkat 3 nama yang menduduki jabatan Kasal. Kesemuanya merupakan lulusan akademi angkatan laut yang lebih muda dari pejabat pendahulu dengan sisa usia pensiun paling sedikit 24 bulan atau lebih. Sementara, terkait riwayat jabatan sebelum menjabat Kasal, tidak ada pakem tertentu yang dilakukan oleh Jokowi alias beragam,” kata Anton.
Mengingat penunjukan Kasal jelas merupakan hak prerogatif presiden, kata Anton, tentu Jokowi memiliki keleluasaan dalam memilih 1 dari 9 nama yang ada. Apakah akan memilih sosok yang pernah bekerja sama, mengikuti kecenderungan riwayat penugasan atau memilih sosok yang memiliki sisa usia pensiun yang panjang.
“Atau Jokowi akan memilih sosok yang saat ini sedang bekerja langsung di bawah struktur kendalinya?” kata Anton bertanya.
Anton pun tidak memungkiri bahwa bursa kandidat Kasal bisa berubah. Jokowi bisa saja mengambil langkah mengangkat prajurit bintang 2 atau setingkat Laksamana Muda untuk menduduki kursi bintang 3, apalagi ada kecenderungan penunjukan Kasal di era reformasi bukan pakem mengikat.
“Meski demikian, tentu saja, pemilihan KSAL yang baru kelak hendaknya lebih didasari pada kebutuhan untuk menjaga roda organisasi TNI AL bergerak dinamis dan solid dalam menghadapi ancaman maritim Indonesia," kata Anton.
Kandidat yang Diprediksi Menggantikan KSAL Yudo Margono
Direktur Eksekutif ISESS, Khairul Fahmi justru lebih spesifik. Ia menilai, ada sejumlah parameter untuk menentukan Kasal selanjutnya. Pertama, dari sisi usia, Fahmi melihat ada 3 orang yang layak menjadi KSAL, yakni Heru Kusmanto, Suhartonon, dan Muhammad Ali. Ketiga kandidat tersebut punya masa aktif cukup panjang hingga 2024 dan 2025.
“Masa aktif ini penting menjadi pertimbangan untuk memberikan ruang dan waktu yang lebih longgar bagi pejabat Kasal nantinya untuk menjalankan agenda-agenda dalam rangka pembinaan kemampuan dan kekuatan TN AL ke depan,” kata Fahmi, Kamis (1/12/2022),
Fahmi mengingatkan pergantian Kasal adalah mekanisme internal TNI dengan prerogatif presiden. Dengan kata lain, kata dia, presiden punya wewenang untuk memilih satu dari setidaknya 3 nama yang layak.
“Nah, selama ini lazimnya Kasal diisi dari korps pelaut. Memang belakangan ada harapan bahwa perlu ada kesetaraan kesempatan untuk korps-korps yang lain. Tapi menurut saya itu masih sulit untuk direalisasikan," kata Fahmi.
Pendapat Fahmi bukan tanpa alasan. Ia melihat pertahanan laut Indonesia masih menghadapi tantangan. Misalnya soal keterbatasan dan usia alutsista. Selain itu, banyaknya celah rawan baik dari sisi ancaman terhadap kedaulatan, potensi gangguan keamanan dan kejahatan transnasional yang harus diatasi sebagai dampak dari luasnya perairan dan banyaknya pulau dalam wilayah kedaulatan.
Oleh karena itu, Fahmi menyarankan agar KSAL terpilih bisa fokus pada pemeliharaan dan penguatan kapasitas, tanpa menyebut nama kandidat yang pas.
“Sebagai pembina kekuatan dan kemampuan, fokus KSAL ya mestinya berkaitan dengan upaya memelihara dan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas, baik dari sisi SDM, sarana-prasarana, maupun dari sisi kesiapsiagaan tempur dari alutsista yang dimiliki,” kata Fahmi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz