tirto.id - Komunitas pengguna kereta rel listrik (KRL) yang tergabung dalam KRLMania memberi tanggapannya atas wacana subsidi tarif KRL berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang diusulkan oleh pemerintah.
Perwakilan KRLmania, Nurcahyo, mengatakan bahwa langkah tersebut merupakan kebijakan yang tidak tepat sasaran dan berpotensi mendisinsentif kampanye penggunanaan transportasi publik.
"Penerapan subsidi tarif berbasis NIK tidak akan menghasilkan kebijakan yang adil dan tepat sasaran. Kami ingin menegaskan bahwa konsep KRL adalah sebagai layanan transportasi publik yang seharusnya tidak didasarkan pada kemampuan ekonomi atau domisili penggunanya karena konsep subsidi transportasi publik berbeda dengan konsep bantuan sosial yang didasarkan pada kemampuan ekonomi," kata Nurcahyo dalam rilis pers yang diterima Tirto, Minggu (1/9/2024).
Nurcahyo mengatakan bahwa subsidi pemerintah pada transportasi publik seharusnya dimotivasi oleh kepentingan untuk mendorong penggunaan transportasi publik. Pasalnya, hal itulah yang dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang kemudian juga turut mengurangi kemacetan dan polusi udara.
"Sehingga, subsidi selayaknya diberikan semata untuk pengadaan sarana transportasi publik tersebut," ujarnya.
Nurcahyo juga menyebut bahwa transportasi umum seperti KRL dirancang untuk melayani seluruh masyarakat tanpa melihat lapisan kelas sosial.
“Pengguna KRL terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar, pekerja, ibu rumah tangga, hingga lansia, yang semuanya membutuhkan akses yang terjangkau dan adil terhadap transportasi publik,” tuturnya.
Menurut KRLMania, subsidi berbasis NIK justru berisiko mengubah prinsip transportasi umum yang seharusnya inklusif, bukan eksklusif.
"KRLMania menolak usulan subsidi berbasis NIK karena bertentangan dengan esensi dari layanan publik. Kebijakan yang lebih baik adalah kebijakan yang memperkuat aksesibilitas dan keberlanjutan layanan KRL untuk seluruh masyarakat tanpa terkecuali,” tegas Nurcahyo.
Nurcahyo mengatakan jika memang ingin memberikan subsidi pada kelompok tertentu, pemerintah bisa merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
"Undang-undang ini telah memberikan pedoman yang jelas bahwa tarif khusus dapat diberikan kepada kelompok pelajar, lansia, dan penyandang disabilitas,” katanya.
Ketentuan UU Perkeretaapian tersebut, kata Nurcahyo, justru lebih adil dan terukur karena subsidi ditujukan pada kelompok rentan yang membutuhkan bantuan tarif tanpa melakukan diskriminasi terhadap pengguna lainnya.
"Subsidi khusus bagi mereka adalah langkah yang tepat sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan demikian, pemberian subsidi tetap bisa dilaksanakan tanpa merusak prinsip kesetaraan dan inklusivitas dalam layanan KRL,” ujarnya.
Selain itu, KRLMania menekankan bahwa wacana subsidi berbasis NIK jangan sampai digunakan sebagai alasan untuk menaikan tarif KRL. Pasalnya, kata Nurcahyo, pengguna KRL telah memberikan kontribusi besar dalam mendukung berjalannya layanan KRL selama bertahun-tahun.
Operator KRL pun sebaiknya fokus untuk menyelesaikan masalah-masalah yang masih membayangi layanan KRL. Masalah-masalah itu di antaranya soal keterlambatan, kepadatan penumpang, dan kurangnya perawatan fasilitas umum seperti eskalator, lift, dan tempat duduk di stasiun dan dalam kereta.
“Kenaikan tarif tanpa diiringi dengan perbaikan layanan yang nyata hanya akan membebani masyarakat, terutama mereka yang setiap hari mengandalkan KRL sebagai moda transportasi utama,” tututrnya.
Sebelumnya, Vice President Corporate Secretary KAI Commuter, Joni Martinus, mengungkapkan bahwa PT KAI siap memberlakukan penerapan tarif KRL Jabodetabek berdasar NIK jika pemerintah sudah resmi menerapkan kebijakan tersebut.
Selain itu, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) sebagai anak usaha PT KAI juga akan melakukan penyesuaian teknologi dan informasi saat kebijakan resmi dikeluarkan.
"Kalau nantinya pemerintah menetapkan kebijakan skema baru tersebut, maka secara information and technology (IT), kami akan siapkan dan siap untuk melakukan perubahan itu," ujarnya melalui aplikasi pesan kepada Tirto, Jumat (30/8/2024).
Menurut Joni, PT KCI yang memiliki kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO) hanya mengikuti arahan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) selaku regulator.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi