Menuju konten utama

Koster Soroti Mudahnya Investor Asing Masuk Bali via Sistem OSS

Sistem perizinan yang sepenuhnya otomatis menghilangkan peran pemerintah daerah, bahkan izin bagi PMA dapat terbit tanpa verifikasi kabupaten dan kota.

Koster Soroti Mudahnya Investor Asing Masuk Bali via Sistem OSS
Gubernur Koster ketika rapat koordinasi evaluasi OSS-RBA di Ruang Rapat Kertasabha, Jayasabha, Denpasar. (Foto: Humas Pemprov Bali)

tirto.id - Gubernur Bali, Wayan Koster, melihat investor asing dapat dengan mudah menanam modal di Bali melalui sistem Online Single Submission Berbasis Risiko (OSS-RBA) yang dikelola secara langsung oleh pemerintah pusat. Diketahui, besaran modal investasi minimum yang harus disetor untuk mendirikan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia adalah Rp10 miliar.

“Dengan modal hanya Rp10 miliar, banyak investor asing leluasa masuk. Padahal, angka itu sering hanya tercatat di atas kertas. Praktiknya, di bawah Rp1 miliar mereka sudah menguasai jenis-jenis usaha rakyat,” ungkap Koster di Denpasar, Jumat (10/10/2025).

Berdasarkan data yang dimiliki Koster, di Kabupaten Badung terdapat lebih dari 400 orang asing yang memiliki usaha di bidang rental kendaraan. Jumlah tersebut belum termasuk usaha bahan bangunan dan kuliner yang berdiri di lahan milik warga lokal. Menurutnya, jika hal tersebut dibiarkan, ruang usaha milik warga Bali terus diambil dan ekonomi rakyat akan lumpuh.

Koster menilai, sistem perizinan yang sepenuhnya otomatis menghilangkan peran pemerintah daerah, bahkan izin bagi PMA dapat terbit tanpa verifikasi kabupaten dan kota. Selain itu, dia juga menyoroti lemahnya pengawasan daerah yang berdampak langsung pada pelanggaran tata ruang, serta maraknya keberadaan minimarket berjejaring yang berdiri berderet di kawasan padat penduduk.

“Kewenangan kabupaten dan kota menjadi terbatas. RDTR (Rancangan Detail Tata Ruang) banyak yang belum lengkap. Akibatnya, izin bisa terbit di kawasan yang seharusnya dilindungi. Padahal, di bawah (daerah), kita punya Perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan RDTR yang seharusnya jadi acuan utama,” tegasnya.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mengungkap, perizinan yang dilakukan secara otomatis juga mengakibatkan hilangnya verifikasi dokumen dan verifikasi faktual dalam proses izin, sehingga izin bisa keluar hanya dengan surat pernyataan dan tanpa adanya pembuktian. Hal tersebut berakibat pada banyaknya izin pariwisata yang keluar tanpa pengawasan, bahkan berdiri di sempadan sungai dan pantai.

“Sektor pariwisata yang jelas berisiko tinggi justru diklasifikasikan sebagai risiko rendah dalam sistem OSS. Seharusnya sektor pariwisata di Bali dikategorikan risiko tinggi. Kalau izinnya terlalu mudah, dampaknya sangat bersar terhadap lingkungan dan masyarakat,” tambahnya.

Koster menegaskan, Bali tidak dapat dipukul rata seperti daerah lainnya karena merupakan daerah yang padat investasi. Dia menginginkan Bali diberikan norma yang berbeda dengan kewenangan lebih besar di daerah. Saat ini, sistem OSS memiliki norma yang seragam secara nasional.

Selain itu, Koster juga beranggapan modal PMA sebesar Rp10 miliar sudah tidak relevan untuk Bali.

Baca juga artikel terkait SISTEM OSS atau tulisan lainnya dari Sandra Gisela

tirto.id - Insider
Kontributor: Sandra Gisela
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Siti Fatimah