tirto.id - Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia terus menunjukkan tren mengkhawatirkan. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat periode Januari - Juli 2025 terdapat 42.385 korban PHK atau naik 32,19 persen dari tahun lalu.
Merespons hal itu, Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, mengatakan bahwa fenomena PHK yang terjadi hingga saat ini bukan peristiwa biasa.
Menurutnya, lonjakan PHK dipicu oleh gejolak ekonomi global, termasuk perang tarif antara negara-negara besar yang memukul perekonomian nasional. Bahkan, dia memperkirakan kondisi ini akam terus bergulir ke depannya.
"Ini bukan sekadar PHK biasa, tapi sudah berjalan dan akan terus bergulir," katanya dalam konferensi pers Aprindo di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Menurut Shinta, sektor yang paling terdampak adalah industri berbasis ekspor, seperti Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), yang banyak beroperasi di Jawa Tengah.
"Kalau kita tidak bisa bersaing dalam tarif dan order dialihkan ke kompetitor, PHK akan semakin meluas," ujarnya.
Dia mengungkapkan, berdasarkan data yang dihimpun oleh Apindo dari data BPJS Ketenagakerjaan, dalam kurun Januari-Juni 2025, tercatat 150.000 pekerja keluar dari BPJS TK, dengan sekitar 100.000 di antaranya mengajukan klaim pencarian asuransi.
“Kita tuh enggak usah terlalu berdebat soal angka data, tapi yang jelas kelihatan, bahwa tadi kenaikan itu ada, pemerintah sendiri mengatakan 32 persen itu kan angka tinggi gitu, dan ini memang sudah dirasakan juga oleh survey yang dibuat oleh Apindo,” ujarnya.
Ia pun memprediksi gelombang PHK belum akan berhenti seiring ketidakpastian ekonomi. "Ke depan, ini masih akan terus berjalan selama kondisi ekonomi seperti ini," tandas Shinta.
Ia mendorong langkah-langkah antisipatif, termasuk negosiasi tarif dagang yang lebih menguntungkan, untuk mencegah ekspansi PHK lebih lanjut.
Sebelumnya, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan (Noel), juga mengonfirmasi bahwa tekanan ekonomi global memaksa industri melakukan efisiensi, termasuk mengurangi tenaga kerja.
“Jelas manufaktur lah, padat karya (terdampak) itu kan enggak bisa dibohongin. Dampak perang global hari ini, perang tarif ini kan kita nggak bisa menutup mata terhadap kejadian itu,” ujarnya.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id






































