tirto.id - Partai Buruh dan Koalisi Serikat Pekerja (KSP) akan menggelar aksi secara serempak di 38 Provinsi yang terpusat di Istana Negara atau DPR RI. Sedangkan, untuk penyelenggaraan di daerah akan digelar di Kantor Gubernur masing-masing.
Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Kahar S Cahyono, mengatakan 75 ribu buruh akan turun ke jalan, untuk membawa emam tuntutan secara serempak pada 15-25 Agustus 2025 mendatang.
Kahar menyebut, dua diantara enam tuntutan uang akan disampaikan adalah menolak transfer data pribadi masyarakat Indonesia ke Amerika Serikat dan meminta pemerintah untuk membentuk Satgas PHK untuk mengantisipasi gelombang PHK akibat tarif Donald Trump.
"Aksi buruh serempak di seluruh 38 provinsi dilakukan secara damai dan sesuai konstitusi," kata Kahar dalam keterangan tertulis, Minggu (27/7/2025).
Kemudian empat tuntutan lainnya yaitu apus outsourcing, sahkan RUU Ketenagakerjaan yang baru sesuai keputusan MK Nomor 168/2024, dan sahkan RUU Pemilu tentang Pemisahan Pemilu di tingkat nasional dengan Pemilu di tingkat daerah sesuai putusan MK 135/2025.
Serta berlakukan pajak yang berkeadilan bagi buruh, yaitu PTKP dinaikkan Rp7,5 juta per bulan, tidak ada diskriminasi pajak terhadap PPh 21 bagi buruh perempuan yang berkeluarga, tolak pajak untuk uang pesangon dan/ atau JHT dan/atau THR dan/atau dana pensiun ya memberatkan buruh.
Kahar menjelaskan, keenam tuntutan tersebut merupakan reaksi dari buruh terhadap dampak kebijakan tarif Donald Trump. Serta, menurunnya daya beli kaum buruh dan masyarakat.
Selain itu, kata Kahar, dalam aksi ini juga akan menekankan soal ancaman gelombang PHK. Dia juga menyebut, sudah setahun keputusan MK Nomor 168 Tahun 2024 terbit, tetapi RUU Perburuhan belum juga dibuat oleh pemerintah dan DPR.
Dia juga mengatakan, dalam aksi tersebut akan menekankan soal jutaan buruh yang masih berstatus outsourcing tanpa kepastian perlindungan kerja. Sistem pajak juga dianggap mencekik kehidupan buruh sehingga harus disuarakan.
"Sistem pajak yang mencekik kehidupan buruh dan tidak berkeadilan di tengah daya beli masyarakat yang menurun, serta adanya sikap DPR RI dan Pemerintah yang cenderung tidak akan menjalankan keputusan MK Nomor 135/2025 tentang Pemisahan Pemilu nasional dengan Pemilu daerah," pungkas Kahar.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id


































