Menuju konten utama

Komnas HAM Soroti Konflik Agraria dan Pengusiran Warga di IKN

Komnas HAM menangani 162 kasus yang diterima melalui pengaduan dan ditindaklanjuti dengan berbagai mekanisme. Apa saja?

Komnas HAM Soroti Konflik Agraria dan Pengusiran Warga di IKN
Arsip foto - Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing (tengah) bersama kuasa hukum keluarga Vina berbicara kepada awak media di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024). ANTARA/Nadia Putri Rahmani

tirto.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM di Indonesia yang ditangani selama semester 1 dalam rentang waktu Januari hingga Juni.

Koordinator Submisi Penegakan HAM, Uli Parulian Sihombing, menyampaikan pihaknya telah menangani 162 kasus yang diterima melalui pengaduan dan ditindaklanjuti dengan berbagai mekanisme. Terdapat sejumlah kasus yang tengah menjadi sorotan, salah satunya adalah konflik agraria di kawasan Ibu Kota Negara (IKN).

"Penanganan kasus pemantauan dan penyelidikan selama semester pertama ini terkait dengan total kasus yang kami tangani itu ada 162. Jadi setelah dari pengaduan dan sesuai pengaduan itu masuk ke pemantauan dan mediasi," kata Uli Parulian dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/9/2024).

Sejumlah kasus tengah menjadi sorotan Komnas HAM, salah satunya adalah konflik agraria di IKN, termasuk kasus penggundulan lahan petani Desa Saloloang dan pengusiran masyarakat adat Pamaluan.

"Sebelumnya ini kasusnya sudah selesai di kepolisian, di Polda. Kami sudah mengeluarkan rekomendasi untuk adanya penegakan hukum. Kemudian juga untuk masyarakat adat Pamaluan itu proyek bandara VVIP di situ. Sekarang masih proses untuk mendapatkan tanahnya," kata Uli.

Komnas HAM juga menyoroti kasus kriminalisasi pembela HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang saat ini sudah dinyatakan bebas di pengadilan. Kemudian juga kriminalisasi Daniel Frits Maurits Tangkilisan terkait pelanggaran UU ITE.

"Putusan terakhir di pengadilan tinggi Jawa Tengah itu sudah dibebaskan dan persidangan juga menerima pendapat komnas ham. Bahwa itu diselenggarakan melalui mekanisme antislap. Antislap ini semacam mekanisme untuk pelindungan terhadap pembela HAM lingkungan," kata dia.

Selain itu, mengenai dugaan kekerasan dan penghalangan kebebasan berpendapat dan berekspresi terhadap mahasiswa Universitas Trilogi di Jakarta Selatan, kasus dugaan penghalangan pelaksanaan Forum Rakyat Air Dunia di Bali, Peristiwa Pembakaran Rumah Wartawan Tribrata TV, serta kasus kenaikan UKT di beberapa Universitas di Indonesia.

Kasus lainnya, kata Uli, termasuk dugaan kriminalisasi Sorbatua Siallagan, kasus pembela HAM Lingkungan Hidup di Belitung Timur, peristiwa kematian Afif Maulana dan dugaan penyiksaan saat penanganan 18 remaja, kasus Pembunuhan Muhamad Rizky Rudiana alias Eky dan Vina Dewi Arista alias Vina, serta kasus penangkapan dengan kekerasan oleh Resnarkoba Polres Jakarta Barat.

Dengan kasus lainnya adalah kasus dugaan kebocoran gas oleh PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) di Kabupaten Mandailing Natal, juga kasus kebakaran di kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

Lebih lanjut, dari total 162 kasus yang ditangani, terdapat 177 kasus dengan 273 surat, pemanggilan 17 kasus 28 surat, pemantauan lapangan 9 kasus 41 surat, dan amicus curiae atau pendapat HAM dari Komnas HAM di pengadilan ada 3 kasus 3 surat.

Sampai saat ini, sebanyak 76 kasus dari 98 surat telah dinyatakan selesai. "Kasus selesai ini maksudnya adalah kasus yang telah keluar rekomendasinya dan kemudian juga kasus yang sudah ditutup atau sudah selesai menurut Komnas HAM, itu ada 76 kasus," terangnya.

"Kasus baru kayak kami terima dari pengajuan itu 50 kasus kemudian kasus lanjutan 112 kasus," tambah dia.

Dalam mekanisme mediasi, Komnas HAM telah menghasilkan 301 kasus penanganan kasus, 15 dokumen pramediasi, dua dokumen kegiatan pascamediasi, 8 dokumen rekomendasi, 12 dokumen saran dan 22 memorandum penutupan kasus.

Baca juga artikel terkait KOMNAS HAM atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Anggun P Situmorang