Menuju konten utama

Komisi X DPR RI Ungkap 20% APBN untuk Pendidikan Belum Optimal

Hetifah juga menyoroti sejumlah permasalahan yang membutuhkan pengaturan tenaga kependidikan di lembaga pendidikan non-formal.

Komisi X DPR RI Ungkap 20% APBN untuk Pendidikan Belum Optimal
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian dalam Forum Legislasi dengan Tema Memaksimalkan Poin Penting UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional untuk Pendidikan yang Merata, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (22/7/2025). tirto.id/Nabila Ramadhanty Putri Darmadi.

tirto.id - Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyoroti 10 permasalahan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Salah satunya, alokasi 20 persen anggaran pendidikan yang masih belum optimal.

“Kewajiban alokasi anggaran 20 persen dari APBN dan APBD yang belum sepenuhnya terealisasi secara adil dan optimal,” paparnya dalam Forum Legislasi dengan Tema Memaksimalkan Poin Penting UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional untuk Pendidikan yang Merata, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Masalah lainnya adalah ketimpangan dan fragmentasi dan tata kelola pendidikan. Ketiga, terdapat pula masalah ketimpangan pengakuan dan pendanaan pendidikan keagamaan dan pendidikan non-formal di Indonesia.

“Kemudian, ada relevansi kurikulum antar jenjang dan jenis pendidikan serta penjaminan untuk pendidikan, kemudian terkait reformasi standar nasional pendidikan, dan perlunya reformasi sistem kreditasi,” ucapnya.

Lanjutnya, Hetifah juga menyoroti sejumlah permasalahan yang membutuhkan arah pengaturan tenaga kependidikan di lembaga pendidikan non-formal. Tak hanya itu, dia ingin agar adanya perluasan cakupan wajib belajar, yang mana pihaknya berencana meningkatkan wajib belajar menjadi plus one sebelum siswa memasuki Sekolah Dasar (SD).

“Bagaimana dengan tutor-tutor di lembaga-lembaga pendidikan non-formal, atau paud-paud gitu ya yang mungkin juga melakukan fungsi pendidikan tapi mereka tidak disebut guru,” tutur Hetifah

“Yang menurut rencana kami, ini ditingkatkan menjadi 13 tahun, 12 tahun plus 1 (one) di bawah pra-sekolah, jadi sebelum sekolah SD,” jelasnya.

Berikutnya, dia juga menyebut adanya masalah lainnya, seperti dalam penguatan layanan pendidikan anak usia dini dan inklusivitas serta perlindungan kelompok rentan. Menurutnya, murid-murid tenaga buruh migran yang tinggal di daerah perkebunan juga berhak mendapatkan pendidikan yang merata. Melihat beragam masalah itu, Hetifah meminta agar pemerintah melakukan evaluasi serta pengawasan pendidikan.

Sebelumnya, Rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berubah panas ketika anggota Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Feredic Palit (OFP) , mempertanyakan komitmen pemerintah dalam memenuhi amanat konstitusi untuk mengalokasikan 20 persen anggaran negara bagi sektor pendidikan.

Menurut Dolfie, sejak putusan Mahkamah Konstitusi pada 2007 yang mewajibkan alokasi tersebut, realisasi anggaran pendidikan tak kunjung menyentuh angka ideal.

"2022 hanya 15,46 persen, 2023 16,4 persen, 2024 hanya 17 persen. Sekarang 2025, kalau by design karena ada cadangan dana pendidikan yang ditarik ke pembiayaan, bisa dipastikan tetap 17 persen. Tidak bergerak sejak putusan MK," kata Dolfie dalam rapat tersebut, Selasa (22/7/2025).

Ia menambahkan, sejak era Presiden SBY, dua periode Presiden Jokowi, hingga kini masa pemerintahan Prabowo, porsi anggaran pendidikan tak pernah berubah secara signifikan. Karena itu lah, ia mengingatkan Sri Mulyani bahwa hal tersebut bisa disimpulkan oleh masyarakat sebagai faktor kesengajaan.

"Mumpung ini pemerintahan baru, harusnya berubah. Jangan sampai kesimpulannya karena Menteri Keuangan Bu Sri Mulyani, dari tahun 2007 sampai sekarang itu postur tidak berubah. Kesimpulannya jadi bisa begitu Bu ," ujarnya.

Dolfie juga mengkritik keras praktik penganggaran yang menempatkan sebagian porsi pendidikan ke dalam pos pembiayaan, bukan belanja. Padahal menurutnya, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa porsi 20 persen harus dihitung dari belanja negara, termasuk gaji pendidik, bukan dari cadangan atau mekanisme pembiayaan yang tidak langsung direalisasikan.

Baca juga artikel terkait PENDIDIKAN atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Insider
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Hendra Friana