tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan angin segar bagi investor yang ingin berinvestasi di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur. Kepala negara itu, bahkan sudah menyiapkan sejumlah insentif di bidang pajak kepada investor, baik dari dalam negeri maupun luar.
Berbagai insentif IKN tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2023 Tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara.
“Detialnya ada di PP 12/2023,” kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, kepada reporter Tirto, Selasa (5/12/2023).
Saat ini, nilai investasi yang baru terserap untuk pembangunan di IKN baru mencapai Rp35 triliun. Investasi tersebut seluruhnya masuk dalam bentuk proyek yang terbangun di IKN. Sedangkan hingga akhir tahun pemerintah menargetkan bisa mencapai Rp45 triliun.
Di sisi lain, sudah ada 300 letter of intent (LOI) atau surat minat asing untuk berinvestasi di Nusantara. Dengan adanya insentif pajak tersebut, maka diharapkan minat investor masuk ke IKN akan semakin besar.
Merujuk PP 12/2023, fasilitas atau insentif yang ditawarkan pemerintah pertama adalah tax holiday dengan batasan investasi Rp10 miliar untuk jangka waktu paling lama 30 tahun. Atas beberapa sektor eligible dapat diperluas sesuai dengan kebutuhan pengembangan dan pembangunan IKN.
Kedua, superdeduction vokasi berupa pengurang penghasilan bruto maksimal 250 persen (actual cost + tambahan pengurangan paling banyak 150 persen). Adapun kompetensi yang eligible disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan di IKN. Ketiga, superdeduction R&D berupa pengurang penghasilan bruto maksimal 350 persen (actual cost + tambahan pengurangan paling banyak 250 persen).
Keempat, superdeduction sumbangan berupa pengurang penghasilan bruto maksimal 200 persen (actual cost + tambahan pengurangan maksimal 100 persen). Tidak ada pembatasan yang dapat dibebankan sepanjang tidak menyebabkan rugi pada tahun pemberian sumbangan.
Kelima, PPh Final 0 persen untuk UMKM. Omzet di bawah Rp50 miliar tidak kena pajak dan diberikan kepada wajib orang pribadi dan badan usaha. Keenam, PPh Pasal 21 DTP. Insentif ini berlaku bagi seluruh pegawai yang berdomisili di IKN dan tidak ada batasan penghasilan.
Ketujuh, fasilitas PPh pada financial center. Fasilitas ini berupa tax holiday hingga 25 tahun dengan persentase pembebasan 100 persen untuk perbankan, asuransi baik konvensional maupun syariah, 85 persen untuk sektor keuangan lainnya.
Kedelapan, fasilitas PPh atas pemindahan kantor pusat dari luar negeri. Fasilitas ini berupa tax holiday 100 persen selama 10 tahun, dan 50 persen untuk 10 tahun berikutnya.
Terakhir atau kesembilan, PPN dan PPnBM. Fasilitas PPN dan PPnBM existing tetap berlaku. Skema khusus yaitu fasilitas PPN tidak dipungut atas penyerahan properti, kendaraan listrik, jasa penyewaan properti, jasa konstruksi, dan jasa pengolahan limbah.
Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), Agung Wicaksono, menambahkan setiap investor di IKN juga akan mendapatkan insentif khusus. Insentif ini dalam bentuk kemudahan tertentu, salah satunya Hak Guna Usaha (HGU) yang berlaku sampai 95 tahun.
“Ada kategorisasi dari pengelolaan HGU dan HGB, yang untuk HGU berlaku 95 tahun, dan HGB adalah 80 tahun, tentunya dengan berbagai evaluasi," kata dia dalam acara Info Terkini Ibu Kota Nusantara, Jakarta.
Agung menjelaskan, ada kemudahan lain seperti kemudahan terkait dengan tax holiday, dan terdapat kemurahan pajak bagi donasi. “Kemudahan dalam kepabeanan, bea cukai, juga kemudahan terkait proses perizinan, dan berlaku sama antara investor domestik dan asing," ucap dia.
Evaluasi untuk mendapatkan insentif khusus bagi investor tersebut memiliki beberapa proses yang perlu dilalui. Prosesnya seperti penyerahan surat pernyataan minat atau (LOI), tinjauan dan penilaian sektor skala prioritas LOI, one-on-one meeting, penyerahan surat konfirmasi.
Kemudian, proses selanjutnya terdapat surat tanggapan dari Otorita IKN kepada investor, perjanjian kerahasiaan dan permohonan data NDA dan data request, studi kelayakan, dan terakhir kesepakatan.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy, menilai bahwa pemberian insentif pajak yang tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah tengah berupaya untuk mengundang investor dengan effort yang lebih besar.
"Sebenarnya tidak salah juga, karena kalau kita lihat dari beberapa insentif katakanlah misalnya insentif pajak, ini merupakan salah satu jenis insentif yang lumrah digunakan untuk menarik investor, bagi investor lama maupun investor baru untuk berinvestasi di suatu negara," terang Yusuf kepada Tirto, Selasa (5/12/2023).
Insentif Bukan Pertimbangan Utama Investor
Meski begitu, lanjut Yusuf, insentif pajak bukan merupakan pertimbangan utama investor ketika ingin berinvestasi di suatu negara. Sebab, investor akan lebih melihat bagaimana prospek perekonomian negara tersebut.
“Menurut saya pertimbangan utama termasuk di dalamnya misalnya prospek perekonomian negara tersebut atau daerah tersebut dalam jangka panjang," tutur dia.
Investor juga akan melihat bagaimana stabilitas keamanan hukum dan politik di daerah atau negara tujuan serta bagaimana keberlanjutan program atau kebijakan di mana investasi itu berlangsung. Dalam konteks IKN, investor mempertimbangkan bagaimana kemudian prospek perekonomian dalam jangka panjang namun juga melihat bagaimana kelanjutan dari IKN itu sendiri.
“Memang betul bahwa saat ini pemerintah sudah mengeluarkan undang-undang yang menurut saya bisa dijadikan sebagai dasar hukum terkait kepastian IKN yang akan dibangun," kata dia.
Namun tidak menutup kemungkinan juga, kata Yusuf, tergantung siapa yang akan terpilih di Pemilu 2024. Karena kebijakan IKN bisa saja dilakukan penyesuaian atau tidak dilanjutkan.
“Sehingga inilah yang kemudian perlu dipastikan terlebih dahulu oleh calon investor sebelum kemudian masuk secara penuh untuk berinvestasi di IKN," ujar dia.
Dalam konteks ketidakkeberlanjutan IKN, Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengakui sejumlah investor saat ini mulai ragu berinvestasi di IKN. Ini setelah ada salah satu calon presiden memberikan sentimen negatif terhadap pembangunan IKN.
“Sekarang kan banyak investor yang mulai nanya, mulai ada keraguan. Karena ada capres yang menyampaikan visi dan misinya itu melahirkan keraguan bagi investor,” kata Bahlil kepada wartawan, di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/12/2023).
Meski tidak menyebut secara gamblang siapa capres yang dimaksud, tapi belakangan dari ketiga peserta Pilpres 2024, hanya pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) yang memberikan sentilan negatif ke megaproyek di Kalimantan Timur tersebut.
Sementara itu, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengatakan insentif pajak bukanlah silver bullet untuk menarik investasi ke IKN. Sebab, jika ditanyakan ke pengusaha, insentif dibutuhkan yakni untuk mengkompensasi besaran return on investment (ROI).
“Besaran dari ROI akan bergantung aktivitas ekonomi di daerah tersebut. Untuk itu, yang lebih dibutuhkan adalah adanya peningkatan subtansi ekonomi di IKN," kata dia
Sedangkan bagi orang pribadi, kata Fajry, yang dibutuhkan bukan insentif PPh bagi pegawai, tapi fasilitas publik yang baik dan gratis. Sebagian besar pegawai di Indonesia membayar pajak pada lapisan terendah.
“Paling tinggi sebulan bayar PPh 21, Rp200.000-an, efektif tidak insentif sebesar Rp200,000-an/bulan untuk mendorong pegawai? Mudahnya, saya kasih Anda Rp200.000 sebulan, tapi pindah ke IKN, mau tidak? Tidak," terang dia.
Untuk kelas pekerja, yang lebih dibutuhkan adalah fasilitas publik yang baik dan gratis, seperti sekolah gratis, perumahan affordable, transportasi publik murah, faskes affordable, itu lebih menarik dan diminati pekerja, dan tepat sasaran.
“Jadi, tak selalu soal insentif pajak. Dan menarik orang/pegawai untuk pindah ke IKN ini penting, kalau orang ramai ke IKN, aktivitas ekonomi meningkat, ROI akan desirable, perusahaan akan sendirinya akan investasi ke IKN," tukas dia.
Faktor Membuat Investor Belum Realisasikan Investasinya di IKN
Terlepas dari hal di atas, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, justru melihat ada beberapa faktor yang membuat investor, terutama IKN belum juga merealisasikan investasinya. Pertama, investor asing masih meragukan detail rencana pengembangan IKN, termasuk proyeksi penduduk yang akan menempati IKN.
“Investor akan masuk ke sebuah proyek kalau hitung-hitungannya jelas. Mereka kan pasti membuat uji kelayakan dulu dan kalau rencananya masih banyak meragukan, ya mereka akan menunda dulu masuk ke IKN," kata Bhima kepada Tirto, Selasa (5/12/2023).
Kedua, terdapat kebingungan antara pembangunan di IKN dengan masifnya pengembangan mega proyek di Jawa. Salah satunya soal rencana perpanjangan kereta cepat Jakarta- Surabaya.
Menurut Bhima, kebutuhan investasinya baik IKN dan Kereta Cepat sama-sama besar. Sehinga investor akhirnya masih melihat ceruk pasar dan potensi ekonomi masih tetap berpusat di Jawa.
"Ini juga mempengaruhi proyeksi penduduk yang akan menempati IKN dalam jangka panjang," kata dia.
Ketiga, kondisi ekonomi di negara asal investasi masih menghadapi risiko naiknya suku bunga dan inflasi. Jadi banyak investor saat ini tidak berani masuk ke proyek yang berisiko tinggi.
Keempat, kata Bhima, faktor pemilu dan drama politik, misalnya soal polemik batas usia cawapres di MK yang menuai kekhawatiran keberlanjutan pada program IKN ke depan. Wajar saja menurutnya banyak yang wait and see dulu.
Kelima, investor khususnya dari negara maju punya standarisasi Environmental Social Governance atau ESG yang makin ketat. Sementara pembangunan IKN masih dikhawatirkan memicu deforestasi, dampak sosial ke masyarakat lokal hingga masih dinilai lemah terkait transparansi atau tata kelola.
“Itu yang buat miss match antara standar investor dengan IKN," terang Bhima.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz