Menuju konten utama

Kesimpulan Pleno Pansus PBNU: Kembalikan PKB ke Khittah 1998

PBNU mengajak peserta Muktamar PKB di Bali pada 24-25 Agustus untuk kembali ke khittah PKB 1998 serta AD/ART ke desain aslinya.

Kesimpulan Pleno Pansus PBNU: Kembalikan PKB ke Khittah 1998
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (kanan) bersama Wakil Ketua Umum PBNU KH Amin Said Husni (kiri) memberikan keterangan pers mengenai Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama dan menyikapi isu kebangsaan di kantor PBNU, Jakarta, Sabtu (2/9/2023). ANTARA FOTO/Reno Esnir/nym.

tirto.id - Mandataris Pleno PBNU terkait PKB menyampaikan hasil temuan setelah bekerja dalam beberapa hari sejak dibentuk. Temuan tersebut, mengajak muktamirin PKB untuk mengembalikan partai tersebut ke Khittah 1998 dan desain AD/ART aslinya.

Wakil Ketua Umum PBNU, Amin Said Husni, mengatakan, ada total lima temuan dari pleno PBNU terkait PKB. Pertama, PKB dideklarasikan pada 23 Juli 1998 sebagai partai politik yang lahir dari rahim NU.

“Proses kelahirannya ‘dibidani’ oleh PBNU melalui serangkaian rapat-rapat resmi PBNU dan penerbitan surat-surat resmi PBNU dengan melibatkan seluruh struktur organisasi secara nasional,” kata dia dalam keterangan resmi yang didapat Tirto, Jumat (23/8/2024).

Temuan kedua, kelahiran PKB disebut berkaca dari NU. Mulai dari aspek nilai-nilai dasar perjuangannya, desain konstitusi dan permusyawaratannya, maupun struktur organisasinya.

Menurut Amin Said, konsep struktur kepemimpinan PKB menganut struktur kepemimpinan NU di mana ulama menempati posisi kepemimpinan tertinggi.

Dewan Syura berada di atas Dewan Tanfidz. Dewan Syura adalah Pimpinan Tertinggi Partai, sedangkan Dewan Tanfidz adalah eksekutif atau pelaksana. Hal ini tertuang dalam Pasal 16 AD PKB Tahun 1998.

"[Temuan ketiga], sejak Muktamar Luar Biasa PKB di Ancol Jakarta pada 2008, PKB di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar terus mengalami perubahan yang sangat mendasar dan bahkan menyimpang sangat jauh dari desain aslinya,” kata Amin Said.

"Yang paling prinsipil adalah perubahan posisi dan kewenangan Dewan Syura yang tidak lagi berkedudukan sebagai Pimpinan Tertinggi Partai, melainkan hanya sebagai dewan penjaga garis-garis perjuangan partai, sesuai Pasal 17 AD PKB Tahun 2019," lanjut dia.

Temuan keempat, kata Amin Said, ada penyimpangan pada sistem permusyawaratan PKB. Awalnya, PKB dirancang sebagai partai politik yang demokratis dan menganut piramida kedaulatan anggota.

Kemudian, Ketua Dewan Tanfidz pada setiap tingkat kepengurusan dipilih dari dan oleh peserta musyawarah setelah mendapat persetujuan dari Ketua Dewan Syura terpilih.

Namun, prinsip dasar permusayawaratan dan kedaulatan dirombak sehingga pimpinan partai di tingkat DPW dan DPC tidak lagi dipilih dari dan oleh peserta musyawarah, melainkan ditetapkan secara top-down oleh DPP PKB.

“[Temuan kelima], Muktamar PKB Tahun 2019 menghasilkan AD-ART PKB yang semakin jauh menyimpang dari khittahnya. Ketua Umum DPP PKB dinobatkan sebagai satu-satunya Mandataris Muktamar," tutur Amin Said.

Ia menambahkan, “Kekuasaan semakin memusat di tangan Muhaimin Iskandar selaku Ketua Umum. Dia punya kewenangan mengambil tindakan apa saja atas nama ‘menjaga keutuhan organisasi’. Dia juga berkuasa untuk mengubah struktur, menyusun, mengganti, dan memberhentikan personalia pengurus.”

Menurut Amin Said, keberhasilan PKB tidak bisa hanya diukur secara kuantitatif dari perolehan kursinya di legislatif, melainkan seberapa kokoh PKB berpegang pada prinsip-prinsip dasar yang diamanahkan oleh NU kepada PKB pada saat didirikannya.

Berdasar temuan ini, Amin Said mengajak peserta Muktamar PKB di Bali pada 24-25 Agustus 2024 untuk kembali ke khittah PKB 1998 serta mengembalikan AD/ART ke desain aslinya.

Baca juga artikel terkait PKB VS PBNU atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Politik
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Abdul Aziz