Menuju konten utama

Kepala Daerah Tunda Dilantik, Jabatan Pj Diminta Diperpanjang

Keputusan Kementerian Dalam Negeri yang mengundur jadwal pelantikan kepala daerah dinilai menimbulkan masalah.

Kepala Daerah Tunda Dilantik, Jabatan Pj Diminta Diperpanjang
Pj Bupati Pidie Jaya T Ahmad Dadek (kanan) dan Pj Wali Kota Banda Aceh Almuniza Kamal (kiri) berpose usai acara pelantikan keduanya di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Aceh, Kamis (12/12/2024). ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/foc.

tirto.id - Keputusan Kementerian Dalam Negeri yang mengundur jadwal pelantikan kepala daerah disoroti sejumlah pihak. Keputusan itu dinilai menimbulkan kekosongan kepemimpinan di daerah. Sedianya, jadwal pelantikan kepala daerah digelar pada 6 Februari 2025.

Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, mengatakan kekosongan kepemimpinan itu bisa diatasi dengan memperpanjang masa jabatan penjabat (Pj) kepala daerah hingga pengganti dilantik.

“Saya pikir ini memang agak dilematis, karena seharusnya penyelenggara pemilu itu harus sesuai dengan jadwal yang ditetapkan disepakati sedari awal. Namun, pengunduran ini juga perlu dilihat pula penyelenggara pemilu berusaha untuk mematuhi azas ‘keserenatakan’ bahwa pilkada dan pelantikan harus serentak,” kata Wasisto kepada Tirto, Sabtu.

Wasisto bilang idealnya selama masa transisi, penjabat (Pj) kepala daerah sebaiknya diisi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) yang bisa mempersiapkan aparatur pemerintahan untuk menopang kinerja dan program baru kepala daerah ketika telah dilantik.

Meski Wasisto menanggapi positif keserentakan pelantikan ini, ia menekankan kalau keserentakan lewat sentralisasi pelantikan jangan mengurangi semangat otonomi daerah yang menganut prinsip desentralisasi langsung sejak 1999.

“Poin terakhir yang ingin saya tekankan adalah pelantikan serentak khususnya bupati/walikota yang tersentralisasi sebenarnya mengurangi esensi otonomi daerah. Idealnya cukup gubernur saja yang dilantik serentak oleh presiden karena posisinya sebagai wakil pusat di daerah,” tukas Wasisto.

Setali tiga uang, pengamat Politik, Kunto Adi Wibowo, mengatakan keputusan pelantikan kepala daerah yang diundur memang masih dalam koridor hukum. Namun demikian, waktu pelantikan yang belum jelas dikatakan bakal menimbulkan masalah.

“Kalau pengundurannya menurut saya tidak masalah. Tapi kalau pengundurannya enggak jelas, digantung, dan terkatung-katung, ini yang akan menimbulkan banyak ketidakpastian dan justru akan menimbulkan banyak konflik dan akhirnya bisa berujung pada risiko yang besar, baik itu politik, ekonomi, sosial, dan keamanan,” kata Kunto saat dihubungi Tirto, Sabtu (1/2/2025).

Menurut Kunto, dalam undang-undang (UU), ada putusan yang menghendaki pelantikan kepala daerah dilakukan secara serentak, setelah MK memutus perselisihan hasil pilkada, baik untuk yang diterima maupun ditolak.

“Jadi, kalau maunya bergelombang seperti rencana awal, itu justru bertentangan dengan putusan MK itu, ataupun yang termuat di UU Pilkada,” ucap Kunto.

Kunto menggarisbawahi agar jangan sampai kekosongan ini menimbulkan masalah. Hal itu juga semestinya sudah diantisipasi oleh penyelenggara pemilu maupun Kemendagri yang bertanggung jawab terhadap urusan pemerintah daerah.

Menurut Kunto, mengandalkan Pj seringkali memunculkan ketidakpuasan tinggi dari masyarakat, apalagi Pj tidak dipilih oleh rakyat. Mereka duduk dengan wewenang yang seolah-olah jatuh dari langit.

“Seharusnya harus dievaluasi Pj ini lebih ketat. Apalagi jangan sampai ada kekosongan yang bisa diisi oleh Pj yang kita tahu, dampaknya tidak akan bagus terhadap pembangunan daerah,” ungkap Kunto.

Sebelumnya, Mendagri, Tito Karnavian, mengatakan pelantikan kepala daerah kemungkinan digelar pada 17 - 20 Februari 2025. Opsi itu disebut menyesuaikan hasil sidang sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 yang masih berproses di Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga:

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Politik
Reporter: Fina Nailur Rohmah
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama