Menuju konten utama
16 Juli 2007

Kelahiran Girls' Generation dan Legenda di Balik Penciptaan K-Pop

Kisah tentang penyanyi folk dan rock menciptakan K-Pop. Juga para idol yang diperlakukan tidak adil dalam industri ini.

Kelahiran Girls' Generation dan Legenda di Balik Penciptaan K-Pop
Header Mozaik Girls Generation. tirto.id/Tino

tirto.id -

Peningkatan kesejahteraan di Korea Selatan ditandai dengan diselenggarakannya Olimpiade Seoul 1988. Titimangsa itu memperlihatkan arah yang berubah: demokrasi berorientasi pasar menguat ke Korea Selatan. Salah satu indikasinya adalah mulai longgarnya sensor pada media.

Sebelumnya, ekonomi Korea Selatan banyak ditentukan oleh rezim militer yang getol berutang ke luar negeri. Setelah Perang Korea sampai 1980-an akhir, meski berganti-ganti penguasa--yang dilakukan lewat kudeta militer--hampir semua penguasa adalah para jenderal yang menerapkan pemerintahan autotarian.

Hari ini, ingar bingar K-pop seakan meredupkan sejarah muram itu. K-pop bersama gelombang budaya pop Korea lainnya telah menghapus reputasi Korea Selatan sebagai negara industri berkembang yang kumuh. Citra negara miskin, yang pada 1960-an sama melaratnya dengan Ghana, yang digambarkan segala sesuatunya berbau bawang putih dan amis kimchi, kini berganti dengan gambaran kehidupan kosmopolitan yang maju.

Demokrasi memang telah jadi pengorbanan terbesar untuk keberhasilan ekonomi Korea Selatan. Pada 1989, setahun setelah kejatuhan rezim militer, SM Studio dibangun seorang mantan penyanyi folk dan rock. Dapur rekaman inilah cikal bakal SM Entertainment, satu korporasi yang bakal menciptakan K-pop.

Memakai inisial namanya, orang di balik SM itu adalah Lee Soo-man. Tanpanya, tak akan ada Kwon Boa, TVXQ, Super Junior, SNSD, f(x), Shinee, EXO, Red Velvet dan NCT. Lebih tepatnya, tak akan ada idol Korea.

Lee Soo-man dan Perkembangan Musik Pop Korea

Lee lahir di Seoul pada 18 Juni 1952, saat Perang Korea masih berkecamuk. Dia tumbuh di tengah keluarga yang mencintai musik. Ibunya bermain piano klasik. Saat itu, genre pop Korea yang dominan adalah trot, kependekan dari "foxtrot", yang diucapkan dalam lidah Korea: teuroteu.

Trot meminjam musik Barat dan dari lagu-lagu populer Jepang, warisan pendudukan Jepang, dari 1910 sampai 1945. Genre ini campuran berbagai pengaruh tadi dengan gaya bernyanyi khas Korea yang disebut pansori. Mudahnya: semacam dangdutnya Korea.

Selain trot, ada juga rock yang muasalnya dari pangkalan darat Amerika Serikat. Meski Perang Korea usai, pasukan AS tetap berada di Korea Selatan untuk perlindungan. Dengan berlanjutnya kehadiran militer AS selama masa ini, budaya Amerika dan dunia menyebar di Korea Selatan dan musik Barat secara bertahap menjadi lebih diterima.

Pada akhir 1960an musik pop Korea mengalami transformasi lain. Banyak musisi yang berasal dari kalangan mahasiswa dan lulusannya yang sangat dipengaruhi oleh budaya dan gaya hidup Amerika, termasuk gerakan hippie. Tidak seperti pendahulunya yang dipengaruhi oleh perang dan penindasan Jepang, mereka membuat musik yang lebih ringan.

Lee, bagaimanapun, menenggelamkan diri dalam musik folk dan rock. Dia mulai bernyanyi di sebuah kedai kopi pada 1971 saat menjadi mahasiswa Seoul National University. Dia memulai debut profesionalnya sebagai penyanyi pada 1972, merilis lagu hits seperti "Happiness" dan "One Piece of Dream". Selain bernyanyi, ia juga bekerja sebagai DJ dan pembawa acara TV.

Pada 1980, Lee Soo-man membentuk sebuah band heavy metal pertama di industri musik Korea. Band bernama Lee Soo-man and 365 Days itu hanya berumur pendek. Karena pada saat yang sama, Chun Doo-hwan, jenderal yang naik jadi presiden lewat kudeta, memulai kebijakan baru dalam sensor media. Chun Doo-hwan disebut-sebut sebagai otak di balik Pembantaian Gwangju.

Mendapati situasi begini, Lee melihat tidak ada masa depan dalam industri hiburan Korea. Tahun berikutnya, 1981, dia kembali mengejar impian aslinya untuk menjadi insinyur dan hijrah ke Amerika Serikat. Dia mengambil gelar magister di bidang komputer di California State University.

Saat Lee di AS, kehadiran MTV memicu evolusi dalam industri hiburan, lewat munculnya video musik. Lee tertarik dengan konsep video klip ini. Label Motown yang mengorbitkan Michael Jackson menginspirasi Lee. Gerakan-gerakan tari bintang pop pada 1980-an secara tidak langsung kelak menjadi DNA K-pop. Pada tahun 1985, Lee menerima gelarnya dan pulang, dengan bertekad “mereplikasi hiburan Amerika di Korea.”

Lee kembali masuk ke dunia hiburan sebagai DJ dan presenter. Pada 1989, setelah empat tahun menabung dan menyerap pengalaman di industri ini, ia mendirikan SM Studio di Gangnam, Seoul. Saat berusia 37 tahun inilah ia memulai SM dengan modal awal sekitar 200 juta won.

Keberhasilannya adalah mengorbitkan penyanyi dan penari hip-hop Hyun Jin-young yang albumnya rilis pada 1990. Namun, saat sedang berada di puncak kesuksesannya, Jin-young ditangkap gara-gara narkoba. Lee benar-benar terpukul, dan dari pengalaman ini mengajarinya untuk menerapkan kontrol penuh atas artis-artisnya. Sebuah sistem yang lebih autotarian diperlukan.

Baca juga:Aduh K Pop!

Meledaknya K-pop dan Legitimasi SM Entertainment

Musisi pop Korea medio 1990-an menggabungkan sebagian gaya musik pop Eropa dan sebagian besar Amerika seperti rap, rock, jazz, electronica, dan techno dalam musik mereka.

Pada 1992, sebuah grup beranggota tiga pria Seo Taiji and Boys mementaskan sebuah lagu rap di kompetisi bakat TV Korea. Meski berada di peringkat terakhir, penampilan mereka begitu menghibur penonton. Sejarawan musik Korea umumnya menyebut penampilan ini sebagai awal dari K-pop. Salah satu anggota Seo Taiji and Boys itu adalah Yang Hyun-suk, yang kemudian jadi pendiri YG Entertainment, pesaing SM nantinya.

Pada 1996, Lee mereformasi agensinya menjadi SM Entertainment. Mencontek konsep Seo Taiji and Boys, SM mendebut grup idola pertamanya: boyband beranggota lima bernama HOT, kependekan dari High-Five of Teenagers. Diikuti oleh girlband pertama SM bernama SES, yang diambil dari nama membernya, Sea, Eugene, dan Shoo.

Kedua grup ini begitu populer dan menginspirasi kemunculan grup-grup sejenis. Dari sinilah K-pop mulai mendesak trot tradisional dan rock dalam skema musik komersial Korea.

Pada 1998, Lee memulai ekspansinya ke seluruh Asia. Idol-idolnya bernyanyi dalam bahasa Jepang dan Cina, tapi suara dan gaya musiknya tetap berpatok pada prinsip yang membuatnya populer di Korea.

Lee dan timnya juga memproduksi suatu buku manual, sebuah katalog yang membahas langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mempopulerkan artis K-pop di tiap negara-negara Asia berbeda. Manual tersebut menjelaskan kapan harus mendatangkan komposer, produser, dan koreografer luar; progresi akord yang harus disetel di tiap negara berbeda; warna bulu mata sang penampil yang harus dipulas di negara tertentu; gestur tangan yang harus digerakan; sampai sudut kamera yang harus dipakai.

Manual tersebut berhasil. Di akhir 1990-an, HOT menjadi pemuncak tangga musik di Cina dan Taiwan. Karena investasi utama idol adalah kemudaan, biasanya grup hanya bertahan lima tahun. Antara HOT dan SES dibubarkan pada awal 2000-an.

BoA, seorang penyanyi solo debut pada 2000, dan mendapat kesuksesan besar di Jepang. TVXQ debut 2003 dan mendapat kesuksesan serupa di Jepang. Super Junior debut pada 2005, dan menjadi lebih raksasa di Asia ketimbang HOT. Kemudian pada 16 Juli 2007, tepat hari ini 15 tahun lalu, muncul SNSD, girlband beranggota sembilan ini benar-benar didesain bukan hanya menjarah Asia tapi juga Barat. Ada juga Shinee dan f(x) yang ikut memeriahkan kegemilangan K-pop.

Seiring era internet yang makin digdaya, utamanya Youtube, membantu memuluskan kejayaan K-pop. Majalah bisnis Nikkei menempatkan SNSD atau Girls’ Generation di sampulnya pada 2010, mengindikasikan bahwa girlband ini adalah Samsung selanjutnya.

Sebelumnya, pada Februari 2010, Lee menanggalkan posisinya di jajaran direksi namun dengan tetap menjadi pemegang saham paling banyak. Juga ikut serta ambil bagian dalam divisi pengembangan manajemen dan artis.

Lee sendiri masih aktif dan terlibat dalam debut EXO pada 2012, Red Velvet pada 2014 sampai NCT, yang disebutnya proyek grup dengan member tak terbatas. Lagu Lee saat masih jadi penyanyi 1970-an, Rose Scent Breeze, dikemas ulang dan menjadi salah satu lagu Red Velvet.

infografik mozaik girls generation

infografik mozaik girls generation. tirto.id/Tino

Sistem Pengelolaan Idol

“Aku sebenarnya tidak ikut audisi,” ungkap Jessica Jung pada penulis The New Yorker, John Seabrook, dalam artikelnya "Factory Girls: Cultural Technology and the Making of K-pop".

“Aku pergi ke Korea untuk bertemu keluarga papahku, dan saat sedang belanja, seorang agen melihatku dan memilih aku dan adikku.”

Jessica bersama adiknya Krystal kemudian menjadi trainee di SM. Trainee adalah para calon idol, yang harus melalui suatu sistem pelatihan selama bertahun-tahun. Metode ini dipopulerkan oleh Lee, sebagai bagian dari konsep teknologi kebudayaannya. Bahwa idol itu diciptakan, bukan dilahirkan. Seorang trainee berlatih bernyanyi, menari, akting, sampai belajar beragam bahasa. Latihan fisik dan diet ketat juga diterapkan.

Setelah melewati masa trainee, Jessica debut menjadi member SNSD, sementara Krystal di f(x). Namun pada 2014, Jessica keluar dari SNSD. Menurut pengakuan Jessica, dirinya didepak secara sepihak oleh SM. Hal ini terkait dirinya yang berencana membuka bisnis fashion, yang menurut SM bakal mengganggu jadwal promosi SNSD.

Selain Jessica, keluarnya seorang artis di bawah naungan SM bukan peristiwa langka. Tiga member TVXQ keluar karena masalah kontrak yang panjang sekaligus menyiksa, diperparah dengan gaji yang tidak sesuai. Tiga member EXO asal Cina juga keluar secara bertahap dan menggugat SM karena telah mengeksploitasi mereka lewat “kontrak perbudakan”.

“Perusahaan telah memperlakukanku layaknya mesin atau obyek yang bisa dikontrol ketimbang mempresentasikan visi sebagai seorang penghibur,” keluh Kris Wu mantan EXO, yang secara resmi keluar dari SM pada 2016, namun kontraknya masih valid sampai 2022.

Padahal Korean Fair Trade Commission (FTC) pernah menginvestigasi kebijakan SM Entertainment pada 2010, khususnya masalah kontrak yang dinilai tidak adil. Untuk menindaklanjuti hal ini, semua artis di bawah SM melakukan kontrak ulang dengan kebijakan baru di tahun yang sama. Selain menjadi perusahaan K-pop paling raksasa, SM Entertainment dikenal karena sistemnya yang ketat dan represif pada artis-artisnya.

Ada semacam praktik umum bahwa saat industri hiburan masih kemarin sore, para pemilik modal biasanya lebih berkuasa. Di awal-awal bisnis film, studio Hollywood mengikat talentanya dalam kontrak panjang. Di rekaman, mengeksploitasi artis-artisnya jadi praktik bisnis yang lumrah.

Ketika bisnis hiburan Amerika direplikasi, lalu dikawinkan dengan nilai-nilai Confusius, utamanya norma menghormati pemimpin dan senior, hasilnya tentu menyebalkan. Namun, seperti SM dan praktik autotarian serupa, secara finansial hal begini membawa untung.

==========

Artikel ini terbit pertama kali pada 5 Agustus 2017. Redaksi melakukan penyuntingan ulang dan menayangkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait K-POP atau tulisan lainnya dari Arif Abdurahman

tirto.id - Musik
Penulis: Arif Abdurahman
Editor: Zen RS & Irfan Teguh Pribadi