Menuju konten utama

Kejar Setoran Kembang Api untuk Tahun Baru 2018 Berbuah Petaka

Pabrik memotong upah dan menambah jumlah buruh produksi untuk tahun baru 2018. Perusahaan mengabaikan hak-hak normatif buruh dan mempekerjakan anak.

Kejar Setoran Kembang Api untuk Tahun Baru 2018 Berbuah Petaka
Petugas PMI dan Basarnas mengevakuasi jenazah korban ledakan pabrik kembang api di Kosambi, Tangerang, Banten, Kamis (26/10/2017). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

tirto.id - Api menjalar dari area tengah PT Panca Buana Cahaya Sukses, Kamis sekitar pukul 9:00 pagi. Ledakan terdengar lebih dari dua kali. Si jago merah baru bisa dijinakkan tiga jam kemudian—menurut versi warga setempat.

Sedikitnya 47 tubuh pekerja hangus. Dan butuh waktu agak lama untuk mengidentifikasi mereka melalui uji forensik.

Namun Titi, usia akhir 40-an, "beruntung" sehari sebelumnya meminta izin cuti ke mandor perempuan, Rohaini. Sebab anak perempuannya akan menikah. Rabu itu sebelum pulang, Titi melihat satu truk FUSO memuat bahan baku produksi kembang api.

“Baru kali ini nerima gede-gedean. Ini berhubung mau tahun baru, ada pesanan banyak,” katanya.

Titi berkata, kembang api kawat yang diproduksi pabrik bermerek Sun Fireworks. Ada empat jenis panjang kembang api, dari 10 sentimeter hingga ukuran super jumbo 50 sentimeter.

Para pekerja perempuan, yang biasa di bagian pengemasan, berada di sisi kiri bagian tengah pabrik. Sedangkan pekerja laki-laki, bagian operator mesin dan angkut barang baku, terletak di sepanjang bagian belakang pabrik. Mereka bekerja dari jam 8:00 pagi hingga 17.00.

Biasanya bubuk arang diratakan di bagian tengah pabrik. Lalu senyawa kimia barium nitrat, sulfur, dan bubuk arang dimasukkan ke dalam mesin pengaduk. Setelah jadi mesiu basah, adonan bahan ini dituangkan ke mesin pencetak kembang api.

Sisanya tinggal menjemur di emperan besi, di tengah pabrik.

Biasanya Rohaini dan suaminya, Sutrisna—yang juga mandor—menyalakan beberapa kembang api untuk memeriksa apakah sudah benar-benar kering.

Bila proses ini sudah dilewati, tumpukan kembang api tinggal dipak dan siap didistribusikan dengan truk boks. Truk boks ini turut terbakar di tengah pabrik pada peristiwa ledakan Kamis pagi itu.

Buruh Mengisap Udara Beracun

Para buruh selama sembilan jam dalam sehari menghirup udara beracun di dalam pabrik. Barium nitrat, misalnya, bahan baku oksidasi yang diimpor dari Cina—dengan kode UN 1446—bisa menyebabkan mual, keluhan gastrointestinal, vertigo, kejang urat, atau aritmia kardiak.

Ada lebih dari 60 karung barium nitrat yang diimpor dari Cina pada hari itu. Masing-masing karung memuat 24 kilogram. Bahan baku ini disusun di gudang penyimpanan, di bagian depan sisi kiri pabrik. Gudang penyimpanan ini meledak paling keras hingga menghancurkan tembok setinggi 2 meter dan selebar 6 meter.

Tanpa dibekali asuransi kesehatan, Titi biasanya bekerja menggunakan sarung tangan, sandal, dan masker tipis.

“Pakai masker rangkap dua tetap tembus,” tuturnya.

Ia selalu pulang ke rumah dengan bagian bawah kaki dan sebagian badan bersepuh abu-abu terkena bubuk mesiu.

Perempuan lulusan SD ini mulai bekerja dua bulan lalu, 4 Agustus 2017. Persyaratan kerja hanya satu lembar fotokopi KTP, tanpa tes atau wawancara. Pada hari itu juga setiap pelamar langsung diminta bekerja.

Upah Murah Buruh Harian

Titi dan Mumun, salah seorang buruh yang pada hari nahas itu tak masuk kerja karena sakit, mendapatkan upah Rp55 ribu/ hari yang dicairkan saban akhir pekan, atau Rp1,1 juta/ bulan. Sedangkan buruh laki-laki di bagian operator mesin menerima upah Rp70 ribu/hari atau Rp1,4 juta/ bulan. Upah mereka di bawah upah minimum Kabupaten Tangerang tahun 2017 sebesar Rp3,3 juta.

Para buruh mendapatkan waktu rehat selama 1 jam di waktu siang, dan libur pada Sabtu dan Minggu. Seringnya lagi, seluruh buruh diliburkan satu hingga tiga hari bila pabrik sepi orderan.

“Sejak dua minggu lalu, bayaran diturunin jadi Rp40 ribu,” ujar Titi.

Saat gaji diturunkan perusahaan, perusahaan justru menambah jumlah pekerja.

Komisioner Komnas HAM, Sianne Indriani, sempat berbincang dengan beberapa korban. Ia menuturkan bahwa buruh seperti Titi dan Mumun bekerja per kelompok, terdiri lima orang. Dalam satu kelompok, mereka harus mengemas seribu bungkus kembang api dalam sehari. Jika tak mencapai target, upah mereka dipotong hingga 50 persen.

Salah satu buruh yang upahnya dipotong separuh itu Surnah, 14 tahun. Sehari ia mendapatkan upah antara Rp20 ribu hingga Rp25 ribu. Cerita ini diungkapkan oleh ibunya, Tuti. Sampai Jumat pekan lalu, Tuti masih mencari putrinya—dan kemungkinan besar menjadi salah satu korban tewas.

Baca juga:

Infografik HL Denah Petaka di Pabrilk Kembang Api

Pekerja Anak dan Pengawasan Buruk dari Pemda

Surnah bukan satu-satunya pekerja anak di pabrik milik Indra Liono ini. Ada sekitar 7 pekerja anak—berumur antara 14 hingga 17 tahun—dari data 46 korban luka.

Seorang korban luka yang menjalani rawat inap di RS BUN bernama Fitri, usia 17 tahun, belum punya KTP. Ia tidak melanjutkan SMP untuk bekerja. Ini diungkapkan oleh kakaknya, Sopiyah.

Meski sudah mengakui bahwa birokrasinya tidak mampu mengawasi seluruh industri kecil dan menengah di wilayahnya, Gubernur Banten Wahidin Halim berlagak berang dan mendesak perusahaan bertanggung jawab.

Wahidin juga memerintahkan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar segera menuntaskan masalah ledakan dan kebakaran pabrik.

“Jadi kita menugaskan bupati untuk lakukan investigasi dan evaluasi,” ucapnya, yang tentu sangat terlambat.

Ahmed Iskandar mengklaim “kecolongan” terhadap perusahaan yang mempekerjakan anak dan minim perlindungan kerja. Ia mengaku “kesulitan” mengawasi industri di wilayah kerjanya, “hanya” bisa memantau saat pengajuan izin, dan lepas pengawasan atas kegiatan operasional.

“Kalau industri banyak. Kalau pabrik kembang api, kami perlu cek lagi detailnya,” ujar Ahmed Iskandar.

Dari lokasinya, PT Panca Buana Cahaya Sukses berjarak sekitar 30-an meter dari SMPN 1 Kosambi.

Meski begitu, Ahmed Iskandar mengklaim bahwa pabrik telah mengantongi izin lingkungan, serta izin packing dan IMB sejak 2016.

Namun, penjelasan Zaki Iskandar berbeda dari Sekretaris Daerah Pemkab Tangerang, Mochamad Maesyal Rasyid. Izin pabrik bukanlah packing atau pengemasan, melainkan produksi kembang api kawat.

Andri Hartanto, manajer operasional pabrik, yang ditetapkan oleh Polda Metro Jaya sebagai tersangka bersama Indra Liono, membenarkan izinnya adalah produksi kembang api kawat.

Meski pabrik beroperasi di Tangerang, tetapi izinnya di wilayah Jakarta. Dari direktori Ditjen Administrasi Hukum Umum—yang berkasnya dipegang redaksi Tirto—alamat perusahaan di Jalan Mutiara, Taman Palem Blok C3 No. 53, Cengkareng Timur, Jakarta Barat. Alamat ini sama dengan PT Panca Buana Global Kharisma, importir kembang api, yang juga dimiliki oleh Indra Liono.

Baca juga:

Di sela pemeriksaan sebagai tersangka dan sebelum masuk sel tahanan, Andri membantah bahwa pabrik tidak punya instalasi alat pemadam kebakaran. Ia mengklaim bahwa pabrik punya 12 alat pemadam api ringan dan berat, tetapi tak ada akses pintu darurat.

“Belum terlaksana latihan evakuasi keadaan darurat saja, karena pabrik masih baru operasionalnya,” ujarnya via pesan WhatsApp kepada reporter Tirto.

Apa pun pabrik telah meledak, dan menewaskan sedikitnya 48 orang, 46 orang luka-luka, dari 103 buruh yang bekerja Kamis pagi itu.

Titi, seorang buruh yang selamat karena izin absen, berkata: “Kerja di situ kagak ngaso-ngaso. Ditarget terus.”

Baca juga artikel terkait LEDAKAN PABRIK KEMBANG API atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Hukum
Reporter: Dieqy Hasbi Widhana & Arbi Sumandoyo
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Fahri Salam