Menuju konten utama

Kapan Suatu Konflik Sosial akan Berkembang Menjadi Kekerasan?

Konflik sangat berpotensi berkembang menjadi kekerasan jika tidak dilakukan ditangani dengan baik. Lalu, apa keterkaitan antara konflik dan kekerasan?

Kapan Suatu Konflik Sosial akan Berkembang Menjadi Kekerasan?
Contoh konflik kekerasan di Indonesia: konflik antara masyarakat Rempang dan aparat karena tanahnya dirampas. Sejumlah warga melakukan aksi pemblokiran jalan di jembatan empat Rempang, Galang, Batam, Kepulauan Riau, Senin (21/8/2023).ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/aww.

tirto.id - Suatu konflik sosial akan berkembang menjadi kekerasan apabila suatu konflik sosial tidak dikelola dengan baik. Faktor yang dapat memicu konflik sosial berkembang menjadi kekerasan mencakup permasalahan individu, perubahan atau penolakan terhadap nilai dan norma, serta buruknya manajemen konflik.

Kondisi psikologis dan perilaku individu yang tidak terkendali, seperti agresi, stres, depresi, atau kecanduan, dapat memicu berkembangnya kekerasan. Konsekuensi dari individu yang berbeda-beda, mulai dari perasaan hingga pendapatnya, menjadi faktor yang terbilang kuat menyebabkan terjadinya konflik sosial.

Di sisi lain, ketika nilai dan norma yang telah ada dalam masyarakat berubah atau tidak dihormati lagi, konflik cenderung meningkat dan berpotensi melahirkan tindakan kekerasan. Oleh karena itu, perubahan atau penolakan terhadap nilai norma dapat memicu berkembangnya kekerasan.

Hal yang tak dapat dimungkiri sebagai penyebab terjadinya kekerasan dalam konflik sosial adalah kurangnya manajemen konflik. Kegagalan dalam mengelola konflik dan mencari solusi yang memadai dapat menyebabkan konflik tersebut meluas dan bertransformasi menjadi kekerasan.

Lantas, bagaimana sebuah konflik dapat berkembang menjadi kekerasan dan apa saja contoh konflik kekerasan?

Bagaimana Sebuah Konflik Dapat Berkembang Menjadi Kekerasan?

Sebuah konflik bisa berkembang menjadi kekerasan karena beberapa faktor yang memengaruhinya. Keterkaitan antara konflik dan kekerasan bisa dibilang sangat erat.

Dikutip dari penelitian berjudul "Peta Konflik Kekerasan di Minangkabau Sumatera Barat" (2010) oleh Zaiyardam Zubir dan Nurul Azizah Zayzda, konflik dan kekerasan telah menjadi bagian dari budaya manusia sejak zaman prasejarah.

Keterkaitan antara konflik dan kekerasan yang sangat erat itu ditegaskan lagi oleh A. Latief Wiyata dalam buku Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura (2002). Buku yang memuat sejumlah studi tersebut menunjukkan, kekerasan sudah menjadi norma dalam beberapa masyarakat.

Selain itu, konflik sosial bisa memicu kekerasan ketika terjadi penolakan atau perubahan terhadap nilai dan norma sosial yang berlaku. A. Latief Wiyata menyatakan, hal itulah yang berpotensi menyebabkan ketegangan dan instabilitas dalam masyarakat.

Zaiyardam Zubir dan Nurul Azizah Zayzda, dengan mengutip buku Why Men Rebel (1971) oleh Robert Gurr, juga menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan dan frustasi dalam masyarakat juga bisa memicu kekerasan. Dalam hal itu, kekerasan merupakan bentuk ekspresi dari ketidakpuasan tersebut

Faktor-faktor lain seperti ketidakadilan, ketidakseimbangan kekuasaan, dan kurangnya penanganan yang efektif terhadap konflik, juga bisa memperburuk situasi. Hal itu kemudian dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kekerasan.

Dalam konteks gerakan sosial yang lebih baru, konflik sosial tidak selalu terjadi dalam bentuk konflik klasik antara kelas sosial yang berbeda. Gerakan sosial juga bisa muncul sebagai respons terhadap isu-isu yang lebih luas, seperti lingkungan, gender, Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Hal tersebut menunjukkan bahwa sifat konflik dan kekerasan dapat berkembang sesuai dengan perkembangan sosial dan isu-isu yang relevan dalam masyarakat.

Dengan demikian, konflik bisa berkembang menjadi kekerasan karena interaksi kompleks antara berbagai faktor di masyarakat. Oleh karena itu, penanganan konflik yang baik dan promosi perdamaian menjadi sangat penting dalam upaya mencegah terjadinya kekerasan di masyarakat.

Contoh Konflik Kekerasan di Indonesia

Konflik sosial yang berkembang menjadi kekerasan dapat ditemukan dalam berbagai peristiwa bersejarah di Indonesia. Berikut beberapa contoh konflik kekerasan di Indonesia.

1. Peristiwa Kudatuli atau Kerusuhan 27 Juli 1996

Peristiwa Kudatuli, yang terjadi pada 27 Juli 1996, melibatkan penyerbuan terhadap kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jakarta Pusat. Serangan ini dipicu oleh perselisihan dalam kepemimpinan PDI. Konflik kekerasan ini memakan sejumlah korban jiwa, luka-luka, dan orang hilang.

2. Peristiwa Gerakan 30 September PKI 1965

Peristiwa G30S merupakan salah satu momen kelam dalam sejarah Indonesia. Terjadi pembunuhan terhadap tujuh petinggi Angkatan Darat. Setelah peristiwa ini, terjadi persekusi massal terhadap orang-orang yang diduga berafiliasi dengan PKI—pihak yang dianggap bertanggung jawab atas kematian para jenderal. Peristiwa kelam ini menyebabkan jumlah korban mencapai ratusan ribu hingga jutaan.

3. Pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948

Pemberontakan PKI di Madiun pada 1948 juga termasuk salah satu contoh konflik yang berujung pada kekerasan. Pemberontakan ini dipicu oleh ketidakpuasan sejumlah anggota PKI terhadap pemerintahan pusat. Mereka berencana menjadikan Madiun sebagai pusat perlawanan untuk mengambil alih kendali negara. Akibatnya, banyak korban jiwa, termasuk beberapa tokoh penting seperti Gubernur Jawa Timur Raden Mas Tumenggung (R.M.T) Ario Soerjo.

Baca juga artikel terkait KONFLIK atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Umi Zuhriyah
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Fadli Nasrudin