tirto.id - Hari Puisi Nasional merupakan peringatan kesusastraan di Indonesia yang erat ikatannya dengan penyair Chairil Anwar. Memangnya, kapan Hari Puisi Nasional dan apa kaitannya dengan Chairil Anwar?
Puisi, dalam sejarah Indonesia, tidak sekadar soal rima dan diksi. Melainkan menjadi alat perlawanan yang menyuarakan keresahan dan juga mencerminkan semangat zaman.
Tak sedikit penyair yang meninggalkan jejak kuat dalam lanskap kesusastraan Indonesia, tetapi tak semua namanya kemudian dijadikan penanda sebuah hari nasional. Nama yang dipilih menjadi tonggak peringatan Hari Puisi Nasional adalah Chairil Anwar.
Kapan Hari Puisi Nasional Diperingati?
Hari Puisi Nasional diperingati setiap tahunnya pada tanggal 28 April. Sejarah tanggal ini dipilih yakni karena bertepatan dengan hari wafatnya Chairil Anwar pada 28 April 1949 di Jakarta.
Ia wafat akibat penyakit tuberkulosis (TBC) yang dideritanya. Usianya saat itu belum genap 27 tahun.
Peringatan Hari Puisi Nasional bukan hanya sebagai bentuk penghormatan terhadap sosok Chairil. Namun juga sebagai pengingat akan pentingnya puisi dan sastra dalam membentuk jati diri bangsa serta warisan budaya.
Namun, mengapa harus Chairil Anwar?
Kaitan Hari Puisi Nasional dengan Chairil Anwar
Chairil Anwar memiliki kaitan yang sangat erat dengan Hari Puisi Nasional. Sosoknya dikenal sebagai penyair yang berani mendobrak konvensi sastra di masanya.
Ia dikenang sebagai pelopor Angkatan 45 dan sosok penting dalam perkembangan sastra Indonesia. Lewat puisi "Aku" yang ditulis pada 1943 dan diterbitkan dua tahun kemudian, Chairil memperkenalkan gaya puisi baru.
Dimuat di Majalah Timur tahun 1945, puisi itu mencerminkan semangat individualisme yang berani dan gelora kemerdekaan yang kuat. Berikut ini puisi "Aku" karya Chairil Anwar.
Aku
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Chairil Anwar (Maret 1943)
Oleh karena itulah, Chairil Anwar dijuluki "Si Binatang Jalang", sebagaimana tertulis dalam puisi tersebut. Dalam karya lain seperti "Siap Sedia", ia bahkan sempat ditahan karena puisinya dianggap mendorong perlawanan terhadap Jepang.
Chairil lahir di Medan pada 26 Juli 1922 dari pasangan Toeloes dan Saleha. Sejak muda, ia sudah menunjukkan ketertarikan pada dunia sastra, terutama karena kegemarannya membaca.
Ia bahkan memilih tidak melanjutkan sekolah tinggi demi fokus membaca dan menulis. Karier sastranya mulai dikenal pada 1942 saat puisi pertamanya dimuat di Majalah Nisan.
Sepanjang hidupnya yang singkat, Chairil menulis sekitar 94 karya, termasuk 70 puisi asli. Sebagian besar karyanya mencerminkan semangat perjuangan, cinta, dan renungan eksistensial.
Chairil pernah menikah dengan Hapsah Wiriaredja dan memiliki seorang anak perempuan. Namun setelah bercerai pada 1948, produktivitasnya menurun seiring memburuknya kesehatan.
Ia akhirnya wafat pada 28 April 1949 dan kepergiannya meninggalkan duka mendalam di kalangan sastrawan dan seniman. Maka, dengan kiprah Chairil Anwar yang panjang di dunia kesusastraan Indonesia, tak heran jika tanggal wafatnya dijadikan momen nasional untuk merayakan puisi dan warisan sastra tanah air.
Penulis: Nisa Hayyu Rahmia
Editor: Beni Jo
Masuk tirto.id







































