tirto.id - Hisyam, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengaku kesulitan mencari indekos setelah kakaknya, yang dulu pernah tinggal di Jogja, akhirnya minggat. Mulanya, ia tinggal bersama kakaknya di sebuah kamar indekos seharga Rp300.000 di bilangan Selokan Mataram, Sleman. Saat itu 2019. Dengan fasilitas kamar mandi di dalam kamar, harga indekos itu terbilang murah buat Hisyam dan kakaknya.
Namun setelahnya, Hisyam tak lagi menemukan indekos serupa itu. Alhasil, ia memilih tinggal di Pesantren Krapyak selama beberapa bulan, lantas menyewa kontrakan bersama temannya seharga Rp25 juta. Kontrakan itu punya lima kamar, ditempati 8 orang termasuk Hisyam. Tinggal di kontrakan bersama teman-teman merupakan pilihan yang masuk akal. Mereka bisa patungan untuk membayar biaya sewa. Pembayarannya pun bisa diangsur.
Hisyam bukannya tak mau tinggal di indekos. Ia pernah mencari indekos, tapi kesulitan. Alasannya: keterbatasan informasi dan harga mahal. Perihal informasi, Hisyam pernah mencari indekos lewat grup Facebook. Namun, harga indekos yang ditawarkan di sosial media kerap tak cocok dengan kemampuannya. Ia juga pernah keliling di sekitar kampus untuk mencari indekos.
"Tapi sekarang kos di sekitar kampus juga sudah mahal. Di daerah Sapen atau Gowok itu harganya Rp500 ribu kosongan, 500 [ribu] kamar mandi luar ," tutur Hisyam saat diwawancarai kontributor Tirto, Kamis (16/3/2023).
Hisyam menambahkan, “Sekarang kos normalnya memang Rp450 [ribu], tapi kosong. Kebetulan aku nyarinya kalau bisa 450-an sudah ada isinya, tapi susah lah."
Berbekal pernyataan Hisyam, saya pun menelusuri harga indekos di Yogyakarta menggunakan aplikasi Mamikos, sebuah platform yang menyediakan informasi perihal indekos. Saya mengetik "UIN Sunan Kalijaga" dalam kolom pencarian. Hasilnya, ada 1.836 indekos yang muncul.
Dari jumlah tersebut di atas, hanya ada sekira 93 indekos dengan harga Rp300.000 hingga Rp500.000. Kebanyakan indekos itu menyediakan kamar kosong berukuran 3x3 meter, belum termasuk listrik dan fasilitas tambahan lainnya seperti Wifi.
Ditambah, tak semua dari 93 indekos itu dekat dari UIN. Aplikasi itu juga menampilkan beberapa daerah yang relatif jauh, semisal Danurejan yang terpaut 3,8 km dari UIN, seharga Rp375.000 per bulan. Ada juga indekos yang terletak di Ngemplak.
Saya juga mencoba mencari indekos dengan kata kunci "Yogyakarta" dan hasilnya muncul 9.794 indekos. Harga termurahnya dibanderol Rp250.000 - Rp300.000. Namun, indekos dengan harga itu terletak di pinggir Yogyakarta seperti Ngemplak, Kalasan, Gamping, dan sebagainya. Bahkan ada pula indekos yang sudah memasuki wilayah Jawa Tengah seperti Klaten dan Magelang.
Maraknya Bisnis Indekos
Jumlah yang ditampilkan Mamikos tentu tak melingkupi semua indekos yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kebanyakan dari indekos ini menyediakan kamar bagi mahasiswa di Jogja yang jumlahnya semakin banyak setiap tahun.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 saja, mahasiswa di DIY mencapai 400.000. Jumlah itu sekira sepuluh persen lebih dari jumlah penduduk DIY. Dengan jumlah mahasiswa itu, berikut jumlah perguruan tinggi yang mencapai ratusan pula, predikat kota pelajar kerap dilekatkan pada Jogja.
Angka tersebut pun memicu banyak orang untuk memulai bisnis indekos seperti Jayadi dan Zulfan.
Jayadi Kasturi, pemilik kos yang saya temui pada Senin, 13 Maret 2023, menyewakan kamar berukuran 3x5 meter seharga Rp650.000 per bulan. Itu sudah termasuk fasilitas kamar mandi dalam dan dapur mini.
Indekos Jayadi terletak di Plumbon, Banguntapan, Bantul. Ia mulai membangun indekosnya tahun 2014 setelah menyewakan kontrakan di 2010. Indekos dan kontrakan itu ia bangun di atas tanah seluas 250 m² yang ia beli seharga Rp70 juta pada 2006, setelah gempa menimpa DIY.
Sementara itu, Zulfan, pemilik indekos di wilayah Seturan, Depok, Sleman, mulai mengelola indekosnya sejak 2016. Zulfan tak menyebut harga indekosnya, akan tetapi ia bilang bahwa di wilayah Seturan dan Babarsari, satu kamar indekos rata-rata dibanderol Rp500.000 ke atas.
"Kalau punya saya sudah isian, terus kamar mandi luar," imbuh Zulfan saat diwawancarai Tirto pada Rabu (15/3/2023).
Meskipun harga yang dibanderol relatif mahal buat kalangan mahasiswa seperti Hisyam, Zulfan mengaku setiap indekos, "ada segmennya."
Zulfan, misalnya menyebut indekos bebas dan indekos Las Vegas (LV) sebagai salah dua kategori yang relatif mahal di Yogyakarta. “Tapi peminatnya justru lebih banyak daripada kos yang nggak bebas," imbuh lelaki yang juga merupakan ketua komunitas Owner Kos Jogja itu.
Kategori indekos itu sendiri, menurut Zulfan, baru muncul sekira satu dekade terakhir, bersamaan dengan banyaknya investor mendirikan bisnis indekos di Yogyakarta.
"Investasi itu munculnya di atas 2010-an lah. Sebelumnya ada, tapi semakin masif," terang Zulfan.
Kategori Indekos, antara Kriminalitas dan Segregasi Sosial
Meski kategori indekos ini konon ada untuk memenuhi permintaan berbagai segmen pasar, Zulfan mengaku cukup resah dengan indekos Las Vegas. Indekos Las Vegas sendiri, menurut pemaparan Zulfan, merupakan indekos tanpa aturan. Ia berbeda dengan indekos bebas yang masih memiliki aturan, tapi penghuninya memiliki akses untuk keluar masuk indekos 24 jam.
"Kalau di LV, kamu mau masukin cewek, minum-minuman keras boleh," kata Zulfan.
Fenomena itu, menurut Zulfan, lantas merusak image Yogyakarta dan indekos yang ada di dalamnya. Lebih lanjut, kebebasan dan ketiadaan aturan juga memicu kriminalitas.
Zulfan mencontohkan kasus yang pernah ia tangani sebagai advokat. Kasus tersebut berupa pembuangan bayi oleh seorang anak kos yang hamil tanpa direncanakan. Anak kos tersebut ditahan, nyaris masuk ke meja sidang tapi tak jadi. Menurut Zulfan, itu terjadi karena seks bebas.
Maka dari itulah, Zulfan menyayangkan indekos LV yang kerap menyediakan ruang untuk seks bebas itu.
"Tapi kalau di Owner Kos Jogja sendiri kita menerima siapa saja, owner kos LV pun nggak apa-apa masuk, tapi jangan marah kalau ada kontrol sosial, kalau ada sindiran," terang Zulfan.
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Jayadi. Ia juga resah dengan indekos LV karena menurutnya, kebebasan dan ketiadaan aturan membuat anak kos melenceng dari norma dan lebih lanjut berpotensi menjadi kasus kriminal.
Selain persoalan norma dan kriminalitas, kategori indekos yang semakin beragam itu juga menyimpan persoalan lain.
Dalam buku Keistimewaan Yogyakarta yang diterbitkan Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN), dituliskan bahwa segregasi sosial semakin tampak dari jenis-jenis indekos. Yang paling terlihat adalah munculnya indekos yang hanya menerima identitas tertentu, semisal Muslim.
Merujuk buku penelitian yang dikoordinatori pakar agraria Ahmad Nashih Luthfi itu, segregasi semacam itu dimungkinkan karena indekos semakin berubah fungsinya seiring perkembangan zaman. Sementara indekos dulu merupakan tempat relasi sosial antara pemilik indekos dan penyewa dibangun, "Kini masyarakat sendiri melihat kos sebagai sumber daya ekonomi."
Alhasil, indekos yang mestinya menjadi arena integrasi sosial dan kebudayaan justru malah menegaskan identitas tertentu.
Penulis: Muhammad Sidratul Muntaha Idham
Editor: Abdul Aziz