Menuju konten utama
Pemberantasan Korupsi

Jerat Korupsi Berulang di BPK & Urgensi Bersih-Bersih Lembaga

Keterlibatan anggota dan pegawai BPK dalam kasus korupsi menambah kompleksitas sekaligus kerawanan dalam penyalahgunaan kewenangan.

Jerat Korupsi Berulang di BPK & Urgensi Bersih-Bersih Lembaga
Ilustrasi korupsi. FOTO/ Getty Images

tirto.id - Dugaan kasus rasuah kembali menjalar di tubuh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lembaga yang diharapkan mampu membantu pemberantasan korupsi negeri ini, justru tak mampu menjaga integritas lancung pegawainya. Baru-baru ini, anggota dan pegawai BPK disinyalir terlibat dugaan korupsi dalam beberapa kasus rasuah yang berbeda.

Awal bulan ini (3/11/2023), Anggota III BPK, Achsanul Qosasi, ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pembangunan base transceiver station (BTS) 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) oleh penyidik Kejaksaan Agung. Achsanul diduga menerima aliran dana sebesar Rp40 miliar dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan, melalui Windy Purnama dan Sadikin Rusli.

Peristiwa tersebut ditengarai terjadi pada 19 Juli 2022 pukul 18.50 bertempat di Hotel Grand Hyatt. Achsanul diduga menjadi salah satu penerima aliran peredam perkara dalam kasus korupsi BTS 4G Kominfo. Perkara pokok korupsi BTS 4G Kominfo disebut merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp8 triliun.

Teranyar, Selasa (14/11/2023), penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyegelan pada ruang kerja Anggota VI BPK, Pius Lustrilanang. Penyegelan tersebut dilakukan berkaitan dengan proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengkondisian temuan pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.

“Itu betul dilakukan, kami sudah cek dalam rangka menjaga status quo agar tetap steril dan silakan ikuti, penggeledahan atau kalau ada bukti terkait bukti tindak pidana korupsi,” kata Ketua KPK, Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (14/11/2023).

Menurut Firli, kasus ini soal pemberian sejumlah uang untuk mengamankan hasil audit tertentu BPK Papua Barat Daya. Namun, KPK tengah mendalami apakah setoran tersebut juga melibatkan BPK pusat atau tidak. Penyidik, kata dia, masih membutuhkan waktu untuk melakukan pendalaman keterlibatan Pius di dalam kasus ini.

“Penyegelan (kantor Pius) terkait tindak pidana korupsi pemberian sejumlah uang untuk BPK Sorong,” tutur Firli.

KPK telah menetapkan enam orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Penjabat (Pj) Bupati Sorong, Yan Piet Mosso; Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Sorong, Efer Segidifat; Staf BPKAD Kabupaten Sorong, Manuel Syatfle; Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Daya, Patrice Lumumba Sihombing; Kasubaud BPK Provinsi Papua Barat Daya, Abu Hanifa; dan Ketua Tim Pemeriksa David Patasaung.

Ini merupakan tindak lanjut dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar KPK, Minggu (12/11/2023) sebelumnya. Penyidik KPK disebut telah mengamankan uang tunai dengan nominal sekitar Rp1,8 miliar dan satu unit jam tangan merek Rolex.

Jika Pius terbukti terlibat dalam kasus rasuah ini serta ditetapkan sebagai salah satu tersangka, maka makin berjejer saja anggota dan pegawai BPK yang tersandung kasus korupsi. Sebelum Achsanul, sejumlah nama pegawai BPK juga terlibat dalam beberapa kasus yang ramai diberitakan.

Misalnya, terjadi pada 2022, 4 orang auditor BPK Perwakilan Jawa Barat terlibat dalam kasus suap yang dilakukan oleh bekas Bupati Bogor, Ade Yasin. Tim Penyidik KPK kala itu menyatakan, Ade diduga memerintahkan sejumlah anak buahnya untuk menyuap pegawai BPK demi mendapatkan predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP). KPK menyita uang dalam pecahan rupiah sebesar Rp1,024 miliar yang diduga untuk menyuap 4 auditor BPK tersebut.

Sebelumnya, pada 2021 mantan anggota IV BPK, Rizal Djalil terbukti menerima 100.000 dolar Singapura atau sekitar Rp1 miliar dari Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama, Leonardo Jusminarta Prasetyo. Rizal divonis 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.

OTT juga menjerat auditor BPK, Ali Sadli dan Rochmadi Saptogir pada 2017. Keduanya ditangkap KPK berkaitan dengan praktik jual-beli opini pada audit pemeriksaan laporan keuangan. Kasus ini terkait hadiah WTP dari keduanya pada Laporan Keuangan Kemendesa PDTT tahun anggaran 2016, setelah menerima sejumlah dana.

Achsanul Qosasi

Achsanul Qosasi tersangka kasus dugaan korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo. tirto.id/Ayu Mumpuni

Momen Pembenahan BPK

Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, menilai tersandungnya sejumlah pegawai BPK dalam kasus dugaan korupsi tidak mengejutkan. Ini merupakan salah satu pelemahan BPK dengan adanya kelindan kepentingan politik di tubuh lembaga tersebut.

“Situasi memprihatinkan di BPK hari ini sesungguhnya tidak mengejutkan, terutama karena desain kelembagaan lembaga audit negara ini memang sejak awal tersandera kepentingan politik,” ujar Alvin dihubungi reporter Tirto, Selasa (14/11/2023).

Rekrutmen anggota BPK saat ini, kata dia, mayoritas merupakan kader partai politik. Ini membuat independensi BPK merosot, terutama dalam hal memeriksa akuntabilitas keuangan negara.

Selain itu, skema audit atau pemeriksaan saat ini juga perlu dibenahi. Audit BPK perlu dilakukan saat penganggaran APBN dan APBD masih belum ditetapkan agar dapat lebih efektif. Alvin menambahkan, karena sarat konflik kepentingan, akhirnya BPK tidak mampu menghasilkan produk audit yang bebas dari kepentingan.

“BPK dimanfaatkan (seperti kasus Achsanul) untuk menjustifikasi kepentingan politik, bukan berangkat dari semangat penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Hasil audit BPK pada akhirnya juga rentan diselewengkan demi proteksi partai politik tertentu,” ujar Alvin.

Alvin mendesak ada proses revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK agar proses pemilihan anggota dilakukan oleh panitia seleksi yang independen atau dibentuk oleh pemerintah. Model pengawasan internal BPK juga didorong agar dapat diperkuat.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, menyatakan keterlibatan pegawai BPK dalam tindak pidana korupsi menambah kompleksitas sekaligus kerawanan dalam penyalahgunaan kewenangan. Ia menilai, pegawai BPK sendiri tak segan-segan membuka peluang tindakan culas tersebut hanya demi keuntungan pribadi.

“BPK memporak-porandakan pemberantasan korupsi dan tindakan curang oknum BPK membawa virus yang mengidap kelemahan buat institusi dengan menyalahgunakan kepercayaan publik,” ujar Azmi dihubungi reporter Tirto, Senin (14/11/2023).

Ia mendesak agar aparat penegak hukum dan lembaga antirasuah bisa mengusut tuntas siapapun pegawai BPK yang diduga melakukan korupsi. Jika dibiarkan, kata dia, perilaku ini dapat menyebar dan merata di kalangan institusi pejabat BPK.

“Apalagi yang berlatar belakang politisi lebih rentan terjebak dalam korupsi,” terangnya.

Upaya Internal BPK

Saat konferensi pers bersama KPK dalam agenda ekspos kasus Penjabat Kabupaten Sorong, Inspektur Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), I Nyoman Wara, menyampaikan penyesalan atas sejumlah anggota lembaga tersebut yang belakangan terjaring kasus dugaan tindak pidana korupsi. Nyoman menambahkan, pihaknya berterima kasih kepada KPK atas pemberantasan korupsi yang dilakukan sekaligus membantu bersih-bersih lembaga BPK.

“Terkait dengan OTT terhadap oknum BPK seperti yang sudah disampaikan, kami menghormati dan mendukung penuh proses penegakan hukum yang dimaksud,” ujar Nyoman di Gedung Merah-Putih KPK, Jakarta, Selasa (14/11/2023).

Ia menambahkan, ada dua upaya internal BPK agar kejadian tindak pidana korupsi yang melibatkan anggota mereka tidak terulang. Hal tersebut terkait pengendalian mutu dan penegakan kode etik.

“Di pengendalian mutu tentu kami akan meningkatkan review berjenjang setiap tugas audit dan juga ada review eksternal independen dari inspektorat utama untuk setiap penugasan audit berisiko tinggi,” kata Nyoman.

Sementara itu, penegakan etik BPK tengah dikembangkan melalui trilogi pembangunan integritas yang terdiri dari edukasi, pembangunan sistem, dan memperkuat penindakan.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Hukum
Reporter: Mochammad Fajar Nur & Ayu Mumpuni
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz