tirto.id - Sejak dekade 1920-an, dunia mulai mengenal pengelompokan generasi sesuai karateristiknya. Penamaan dari kelompok generasi ini muncul di Amerika Serikat. Sebut saja, The Greatest Generation yang diberikan bagi mereka yang lahir sebelum 1928. Hingga, yang saat ini bisa dikatakan sedang mencapai kejayaan, generasi milenial, yang lahir antara 1977 hingga 1995.
Generasi milenial saat ini disebut mencapai puncaknya karena menjadi "tulang punggung" dunia. Dilihat dari sisi populasi, di dunia, menurut UN World Population Estimate (2015) jumlahnya mencapai 2,26 miliar, tertinggi dibandingkan generasi lainnya. Di Indonesia, generasi ini mengambil porsi sekitar 33,4 persen dari populasi atau berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlahnya sebesar 81,27 juta penduduk.
Sebagai generasi yang kini sedang memainkan peran penting bagi dunia, berbagai studi dilakukan untuk mengetahui karakteristik milenial. Pew Research Center menyatakan karakteristiknya adalah percaya diri, ekspresif, liberal, bersemangat, dan terbuka pada tantangan. Generasi ini pun dikenal sebagai penggila teknologi atau yang dikenal dengan istilah tech savvy.
Selain itu, studi yang dilakukan Ipsos pada September-Oktober 2016 pada 18.810 responden berusia lebih dari 16 tahun di 23 negara menjelaskan pandangan masyarakat terhadap generasi ini. Sekitar 45 persen menilai mereka materialistik dan 39 persen menganggap para milenial egois. Penilaian milenial terhadap generasi mereka sendiri pun cukup buruk. Sebanyak 44 persen responden milenial mengatakan generasinya adalah generasi materialistis dan 37 persen setuju kalau mereka egois.
Dari studi tersebut, dapat dikatakan bahwa salah satu karakteristik milenial adalah kurang peduli terhadap sesama. Mereka digambarkan hanya mengambil kesempatan yang menguntungkan dirinya sendiri dan kurang peduli terhadap sekitarnya.
Untuk menguji apakah karakteristik tersebut dimiliki oleh generasi milenial di Indonesia, Tirto melakukan riset yang bertujuan untuk mengetahui kebiasaan milenial untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat yang membutuhkan. Selain itu, survei ini juga mengungkapkan pandangan milenial yang dikenal sebagai tech savvy terhadap pemanfaatan teknologi untuk memberikan sumbangan. Dalam survei yang dilakukan pada 22 Mei 2018 terhadap 1.012 responden, Tirto bekerjasama dengan Jakpat sebagai penyedia platform.
Pada survei ini, proporsi responden berdasarkan jenis kelamin cukup merata. Terlihat dari proporsi pria sebesar 58,99 persen dan wanita 41,03 persen. Dari sisi usia, mayoritas responden, yaitu sebanyak 76,19 persen berusia 26-35 tahun, hanya 10,08 persen yang berusia 36-39 tahun. Berdasarkan agamanya, mayoritas responden memeluk Islam, porsinya sebesar 81,42 persen.
Alokasi Pendapatan untuk Donasi Kurang dari 5%
Dalam sebulan, milenial Indonesia memberikan sumbangan atau sedekah/zakat/infak kepada yang membutuhkan sebanyak satu kali, terlihat dari 51,09 persen yang menyatakan hal tersebut. Hanya 10,38 persen generasi milenial yang memberikan sumbangan lebih dari 5 kali sebulan.
Dalam hal alokasi pendapatan atau gaji terhadap nilai sumbangan, 58,89 persen milenial menyatakan hanya menjatahkan kurang dari 5 persen. Sebanyak 24,9 persen menyatakan alokasi untuk sumbangan sebanyak 5-7 persen. Hanya 2,57 persen yang menyatakan alokasi untuk sumbangan sebesar lebih dari 15 persen per bulan dari pendapatannya.
Milenial pun lebih suka menyalurkan sumbangannya secara langsung kepada yang membutuhkan. Terlihat dari 68,48 persen yang memilih cara ini untuk memberikan sumbangan. Rumah ibadah juga dipilih mereka untuk menyalurkan donasinya (65,42 persen). Penyaluran dana yang memanfaatkan situs atau media sosial sebagai cara penyalurannya hanya dipilih oleh 11,76 persen milenial.
60,87% Milenial Percaya Situs/Media Sosial Penggalangan Dana
Meskipun donasi melalui situs atau akun media sosial tak banyak dipilih oleh milenial, akan tetapi mereka tetap mempercayai cara tersebut untuk menyalurkan dananya. Hal ini terlihat dari 60,87 persen masyarakat yang menyatakan percaya terhadap penggalangan dana online.
Dari mereka yang percaya terhadap penggalangan dana online ini, 60,88 persen pernah berpartisipasi memberikan donasi melalui situs atau akun media sosial. Hanya 39,12 persen yang menyatakan belum pernah memberikan sumbangan online.
Dilihat berdasarkan frekuensinya, mayoritas menyatakan baru menyumbang melalui online ini kurang dari tiga kali (49,6 persen). Disusul oleh 34, 4 persen masyarakat yang menyatakan pernah memberikan donasi melalui situs/akun media sosial sebanyak 3-5 kali. Hanya 0,53 persen yang menyatakan pernah melakukannya lebih dari 15 kali.
Kepercayaan terhadap pengelola situs/akun media sosial menjadi alasan utama masyarakat dalam menyalurkan dana online (70,67 persen). Selain itu, 65,33 persen masyarakat menyatakan kemudahan menjadi alasan mereka menggunakan saluran ini. Transparansi penyaluran juga menjadi alasan lain yang dipilih oleh 41,33 persen responden dalam memutuskan memberikan donasi melalui online.
Situs penggalangan dana, seperti kitabisa.com, merupakan saluran yang paling tinggi dipilih masyarakat untuk menyalurkan dananya. Terlihat dari 57,07 persen masyarakat menyatakan hal tersebut. Disusul oleh akun media sosial yang mengatasnamakan institusi penggalangan dana yang dipilih oleh 26,4 persen masyarkat.
Dari hasil survei ini dapat ditarik kesimpulan bahwa milenial Indonesia memiliki kepedulian terhadap lingkungannya. Mereka pun masih menyisihkan pendapatan bulanannya untuk donasi. Meskipun milenial terkenal tech savvy, akan tetapi dalam hal memberikan sumbangan, mereka masih memilih untuk bertemu langsung, bukan melalui perantara teknologi. Namun, bukan berarti memberikan donasi online tidak mereka lakukan. Meskipun belum menjadi yang utama, cara ini mulai menjadi pilihan milenial Indonesia untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti