tirto.id - Seorang direktur berusia hampir 60 tahun sedang diwawancarai empat orang wartawan. Tiga orang wartawan menyodorkan alat perekam. Seorang wartawan laki-laki berusia sekitar 24 tahun tampak sibuk dengan ponsel pintarnya, sambil sesekali bertanya.
Si direktur tampak tersinggung dengan perilaku wartawan muda itu. Ia merasa tak dihargai karena ketika ia berbicara, si wartawan malah fokus menatap layar ponselnya.
“Kita lagi wawancara, jangan main HP dulu dong,” kata si direktur.
“Ini saya sambil ngetik yang bapak bilang, Pak,” ujar si wartawan sambil menunjukkan layar ponsel yang berisi ketikan penyataan narasumber.
“Tikpet, Pak, tikpet,” seru seorang wartawan lainnya untuk mencairkan suasana.
Tikpet adalah istilah tidak baku yang popular di kalangan wartawan. Ia sebenarnya adalah singkatan dari ngetik cepet, merujuk pada ketikan transkrip wawancara yang biasanya dilakukan dengan ponsel. Si wartawan laki-laki itu bekerja untuk media daring dan sejak ia menjadi wartawan, ia tak mengenal menulis dengan pena di buku catatan. Semua transkrip wawancara ada di ponsel pintarnya.
Si narasumber pun tertawa saja, menyadari kesalahpahamannya. Ia juga menyadari beda generasi yang cukup jauh dengan dirinya dan wartawan itu. Baginya, tak sopan jika berbicara dengan seseorang tetapi tak melihat wajah atau matanya. Awalnya, dia mengira wartawan itu memakai HP untuk berselancar di media sosial atau chat dengan orang lain. Ia tak tahu-menahu dengan istilah tikpet di kalangan wartawan masa kini.
Si wartawan dan si direktur berasal dari dua generasi berbeda. Si wartawan termasuk dalam generasi millenial yang lahir antara awal 1980-an dan akhir 1990-an. Sementara si direktur berasal dari generasi baby boomer yang lahir antara 1946 sampai 1964.
Dua generasi ini memiliki citra dan persepsi yang berbeda dan sangat kontras. Akhir tahun lalu, Ipsos MORI, perusahaan konsultan, melakukan survei tentang persepsi atas dua generasi ini. Sebanyak 18.810 responden berusia di atas 16 tahun yang tersebar di 23 negara ditanyai pendapatnya tentang dua generasi ini.
Hasilnya, dalam pandangan masyarakat, citra atas dua generasi ini bertolak belakang. Baby boomer memiliki segala karakteristik dan perilaku yang positif. Sebanyak 47 persen responden mengatakan babyboomer adalah generasi yang sopan. Mereka juga menilai baby boomer sebagai generasi pekerja keras, berpendidikan tinggi, beretika, dan peduli pada masyarakat sekitarnya.
Sementara millenial mendapatkan pandangan yang berkebalikan. Sebanyak 54 persen responden setuju bahwa millenial adalah penggila teknologi. Sekitar 45 persen menilai mereka materialistik. 39 persen menganggap para milenial egois. 34 persen responden menyatakan milenial adalah generasi pemalas, dan 33 persen menganggap mereka sombong.
Semua citra dan persepsi atas generasi millenial sangat buruk. Bahkan para milenial yang menjadi responden setuju dengan justifikasi itu. Sebanyak 44 persen responden millenial mengatakan generasinya adalah generasi materialistis. 37 persen setuju kalau mereka egois dan 33 persen mengakui kalau generasi mereka adalah generasi pemalas.
Tetapi, ini semua adalah persepsi. Ia bisa jadi benar bisa jadi tidak. Laporan Time pada 2013 mendukung persepsi buruk atas generasi millenial tersebut sebagai hal yang memang benar. Ditulis oleh Joel Stein, laporan itu menyatakan millenial hanya memikirkan eksistensi diri sendiri, tak mau berusaha, dan bergantung pada teknologi.
Setakat 19 bulan setelah artikel Stein diluncurkan, Bobby Caruso dari Huffington menuliskan pandangan yang berbeda dan menangkis persepsi negatif dari artikel di Time. Ia menyebutkan bahwa apa yang disebut narsisme oleh Stein sebenarnya adalah sikap percaya diri. (Baca: Bukan generasi Pemalas).
Lembaga riset Pew Research Centre menyebut karakteristik generasi milenial dengan sifat-sifat yang lebih positif. Generasi ini dianggap percaya diri, ekspresif, liberal, bersemangat, dan terbuka pada tantangan. (Baca: Memahami Generasi Galau)
Bobby Duffy, Managing Director Ipsos MORI Social Research Institute menyatakan persepsi yang kontras antara baby boomer dan millenial hanyalah persoalan usia. “Generasi muda selalu menjadi target ejekan dari generasi yang lebih tua,” kata Duffy dalam laporannya. Menurut Duffy, manusia memiliki kecenderungan perubahan prilaku seiring siklus usianya.
Sementara itu, persepsi positif terhadap generasi baby boomer tak semuanya benar. Di Indonesia, generasi itu adalah generasi paling korup. Di dunia, generasi baby boomer adalah generasi yang mengeksploitasi dan menghabiskan minyak dan gas bumi, mewariskan pemanasan global dan perubahan iklim bagi generasi-generasi selanjutnya.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Zen RS