Menuju konten utama

Geliat Pasar Bebas Kantong Plastik Sekali Pakai di Pulau Dewata

Meski penerapan Pergub Bali soal pembatasan plastik sekali pakai belum sempurna, tapi kebijakan ini mesti didukung semua pihak.

Geliat Pasar Bebas Kantong Plastik Sekali Pakai di Pulau Dewata
Pasar Bebas Kantong Plastik di Pasar Sindu. tirto.id/Gilang Ramadhan

tirto.id - Intan perlahan-lahan mulai mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai saat berjualan sayuran dan ikan di Pasar Sindu, Sanur, Denpasar, Bali. Mulanya ia mesti membeli satu pak kantong plastik per hari untuk melayani pembelinya. Ia sekarang hanya membeli satu pak plastik untuk penggunaan selama satu minggu.

Satu pak kantong plastik besar harganya sekitar Rp8.000. Dengan begitu, ia menghemat pengeluaran sekitar Rp48.000 per minggu dari pengurangan kantong plastik.

Perempuan berusia 42 tahun itu belum bisa sepenuhnya lepas dari kantong plastik lantaran masih ada pembeli yang tidak membawa kantong sendiri.

“Ada yang bawa, ada yang enggak. Kalau enggak bawa terpaksa saya kasih kantong plastik,” kata Intan saat ditemui di Pasar Sindur, Kamis pagi (10/11/2022).

Apabila tidak menyediakan kantong plastik, Intan khawatir pembeli tersebut beralih ke pedagang lain. Ia menyembunyikan stok kantong plastik tersebut agar tak terlihat oleh pembeli.

“Kalau terlihat, dia (pembeli) pasti minta. Mungkin dipakai tempat sampah di rumahnya,” ujarnya.

Intan juga turut mengingatkan para pembeli untuk membawa kantong belanjaan sendiri. “Kadang-kadang dia (pembeli) bilang ‘eh lupa bawa tasnya’. Saya ingatkan besok bawa ya, ini sekali saja dikasih,” tutur Intan.

Meski begitu, ada juga beberapa pembeli yang menolak penggunaan kantong kresek kecil yang biasa digunakan untuk mengemas sayur-sayuran. Pembeli seperti itu biasanya sudah membawa tas sendiri dari rumahnya.

“Ada yang enggak mau dikasih plastik (kresek kecil). Sayur, kan, enggak terlalu banyak, enggak usah dipakai plastik,” kata dia.

Intan memperkirakan sekitar 70 persen pelanggannya sudah membawa kantong belanjaan sendiri. Ia berharap ke depannya seluruh pembeli di Pasar Sindu membawa kantong belanjaan sendiri sehingga ia tak perlu menyediakan kantong plastik besar.

Intan mendukung implementasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Akan tetapi, saat ini ia belum bisa lepas dari kantong kemasan kresek kecil untuk sayur-sayuran, bumbu dapur, ikan asin, dan lain sebagainya.

“Bungkus kecil kayak begini tetap, seperti bungkus cabai, yang dikurangi kantong-kantong plastik besar untuk membawa belanjaan,” ujarnya.

Pasar Sindu

Pasar Bebas Kantong Plastik di Pasar Sindu. tirto.id/Gilang Ramadhan

Sementara itu, Dayu, 55 tahun, tampak tergopoh-gopoh membawa tas belanjaan ukuran besar. Tas yang terbuat dari bahan kain itu ia bawa setiap belanja ke Pasar Sindu.

“Biar simpel aja, tahu juga ada imbauan tidak menggunakan kantong plastik,” ujar Dayu.

Dayu sudah lebih dari tiga tahun terbiasa membawa tas belanja sendiri dari rumahnya untuk berbelanja. “Makanya tasnya sudah robek ini,” kata Dayu sambil tertawa.

Dia menyatakan dukungannya terhadap kebijakan pembatasan kantong plastik sekali pakai di Bali.

Saat ditemui di Pasar Sindu, Kamis pagi, Dayu sedang berbelanja daging. Meski sudah membawa kantong belanjaan sendiri, ia tak bisa lepas dari kantong plastik kecil.

“Kan, enggak bisa daging begini [tanpa kantong plastik]” ujarnya.

Upaya Pasar Sindu Jadi Percontohan Pasar Bebas Plastik

Pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai bukan hal mudah bagi pasar tradisional. Hal itu disampaikan Pengawas Pasar Sindu, Made Sudarta. Ia mengklaim penggunaan kantong plastik di Pasar Sindu baru berkurang 40 persen.

“Dilihat dari datangnya masyarakat yang membawa tas belanjaan sendiri. Dulunya mereka memakai tas-tas kresek besar itu bisa dikurangi,” kata Made saat ditemui di Pasar Sindu, Kamis (10/11/2022).

Akan tetapi, pengurangan plastik kecil yang bisa digunakan mengemas sayuran, ikan, daging, bumbu dapur, dan komoditas lainnya belum bisa dilakukan. Made beralasan pemerintah belum menyediakan alternatif pengganti plastik tersebut.

“Kalau pemerintah ngasih solusi, kita pun pasar tradisional pasti bisa,” ujarnya.

Jumlah total pemakaian kresek besar oleh seluruh pedagang di Pasar Sindu dalam satu bulannya mencapai 5.730 pcs. Sementara total pemakaian kresek kecil mencapai 47.250 pcs.

Menurut Made, sebelumnya sempat ada wacana penggunaan kantong plastik daur ulang yang terbuat dari ketela atau singkong. Namun setelah dicek, kekuatan kantong tersebut tak bisa sekuat kresek.

“Baru dimasukkan beban enggak sampai satu kilogram langsung robek. Pedagang pasti tidak mau,” kata dia.

Selain itu, harga kantong plastik daur ulang dari bahan ketela lebih mahal 20 persen dari kantong plastik biasa.

Sementara untuk makanan basah seperti daging dan ikan, sempat ada wacana penggunaan kontainer atau kotak makanan. Made bilang hal itu sulit diimplementasikan pedagang tradisional karena membuat pengeluaran lebih besar.

“Jadi nilai harga dagang pasti akan naik, sedangkan pengunjung kita notabene ekonomi ke bawah. Saat dia lihat selisih harga yang signifikan, otomatis akan lari dia,” katanya.

Pasar Seni Guwang

Pasar Bebas Kantong Plastik di Pasar Seni Guwang. tirto.id/Gilang Ramadhan

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, Catur Yudha Hariani mengakui, program pasar bebas plastik yang sudah berjalan satu tahun di Pulau Dewata ini tidak mulus. PPLH Bali dan Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) turut mendampingi pengelola pasar dan pedagang dalam penerapan aturan tersebut.

Menurut Catur, penerapan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai oleh pemerintah bagi pasar tradisional hanya sebatas imbauan.

“Seperti hanya pengumuman, silakan dikerjakan, tidak ada pengawasan sampai pasar tradisional,” kata Catur.

Demi mendorong geliat pasar bebas plastik, belum lama ini PPLH Bali membentuk kelompok anak muda bernama Sobat Pasar. Kelompok ini akan membantu PPLH Bali untuk mengkampanyekan pengurangan kantong plastik sekali pakai.

Pendampingan oleh PPLH Bali hanya bisa dilakukan satu atau dua kali dalam satu minggu untuk satu pasar. Catur menilai hal itu kurang efektif, maka dibentuklah sobat pasar.

“Kami akan membuat stand, kami akan lakukan pengawasan setiap hari. Mereka akan terus kampanye dengan orang yang datang ke pasar,” ujarnya.

Pasar Seni Guwang Siapkan Denda Penggunaan Kantong Plastik

Langkah lebih tegas disiapkan Pasar Guwang Sukawati, Gianyar, Bali, dengan melarang penggunaan kantong plastik mulai 27 November 2022. Hal itu bertepatan dengan hari ulang tahun (HUT) Pasar Seni Guwang Sukawati ke-21 tahun.

Kepala Pasar Seni Guwang, Ketut Buda mengatakan, pedagang yang kedapatan menggunakan kantong plastik akan dikenakan denda secara adat. Akan tetapi, dia tak menyebutkan besaran denda tersebut.

“Kalau dalam adat, denda berupa sejumlah kilogram beras, nanti diuangkan berapa rupiah,” kata Buda saat ditemui di Pasar Seni Guwang Sukawati, Kamis (10/11/2022).

Pengelola pasar akan menyiapkan tas belanja dengan tulisan branding Pasar Seni Guwang Sukawati sebagai pengganti kantong plastik belanjaan. Hal itu sekaligus sebagai promosi Pasar Seni Guwang Sukawati untuk turis domestik maupun mancanegara.

“Pedagang semua antusias, karena ini bagian dari promosi. Dananya dari dana promosi yang didapat dari retribusi para pedagang,” kata Buda.

Buda menuturkan satu bulan ini masih masa sosialisasi larangan penggunaan kantong plastik kepada para pedagang dan pembeli.

Pasar Seni Guwang

Pasar Bebas Kantong Plastik di Pasar Seni Guwang. tirto.id/Gilang Ramadhan

Saat Tirto mengunjungi Pasar Seni Guwang Sukawati, Kamis siang, sejumlah pedagang masih memberikan kantong plastik besar kepada pembeli. Salah satu pedagang, Putri, masih menyediakan kantong plastik untuk pelanggannya.

Putri bilang saat ini belum sepenuhnya memaksa pembeli membawa kantong belanjaan sendiri. Selain itu, mayoritas pembeli di Pasar Seni Guwang Sukawati adalah pelancong, bukan pelanggan tetap.

“Tapi setelah diberitahu ada [kebijakan] ini, pengeluaran plastik berkurang,” kata dia.

Putri mendukung kebijakan yang akan diterapkan mulai 27 November ini lantaran pengelola pasar sudah menyediakan alternatif kantong plastik.

Pasar Seni Guwang Sukawati dijadikan percontohan pasar tradisional bebas kantong plastik sekali pakai oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Gianyar. Petugas Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 DLH Gianyar, I Wayan Subawa berharap kebijakan ini kelak ditiru pasar-pasar tradisional lainnya.

Menurut Subawa, penerapan kebijakan pasar bebas kantong plastik tak lepas dari dukungan pengelola Pasar Seni Guwang Sukawati dan Desa Adat Guwang.

“Karena ini pasar tradisional otomatis para pedagang mengikuti arahan pengelola dan Kepala Desa Adat Guwang. Tidak sulit kami mengajak para pedagang,” ujar Subawa.

Subawa berkeyakinan tinggi Pasar Adat Guwang bisa mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai. “Pergub itu mengatur pengurangan kantong plastik, styrofoam, dan sedotan,” kata dia.

Menurut Subawa, sampah dari pasar tradisional adalah sampah kantong plastik. Setiap hari para pedagang mengeluarkan banyak kantong plastik.

“Paling banyak kantong plastik yang menimbulkan pencemaran,” ujarnya.

Subawa belum bisa menyampaikan perkiraan jumlah kantong plastik yang berkurang saat Pasar Adat Guwang menerapkan larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai.

“Data akurat sedang kami hitung. Berapa kantong plastik yang digunakan sebelum ada program ini, berapa kantong plastik yang digunakan setelah ada program ini otomatis dapat kelihatan datanya,” kata Subawa.

Penerapan Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai di pasar-pasar tradisional memang belum sempurna. Namun geliat pengelola pasar, pedagang serta pembeli dalam pengurangan kantong plastik mesti mendapat dukungan.

“Membangun citra positif kalau istilah Bali-nya pesajo, artinya bersungguh-sungguh, peduli terhadap lingkungan,” tutup Subawa.

Baca juga artikel terkait PLASTIK SEKALI PAKAI atau tulisan lainnya dari Gilang Ramadhan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Gilang Ramadhan
Penulis: Gilang Ramadhan
Editor: Abdul Aziz