tirto.id - Hendak menyuarakan isu lingkungan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 15-16 November 2022, para pesepeda dari Chasing the Shadow LSM Internasional Greenpeace harus teradang di tengah jalan. Mereka diadang di Probolinggo agar tidak melanjutkan perjalan oleh LSM bernama Tapal Kuda Nusantara.
“Salah satu teman kami yang ikut dalam rombongan dipaksa membuat surat pernyataan dengan tanda tangan di atas materai agar tidak melanjutkan perjalanan, atau tidak melakukan kampanye apa pun selama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali," kata Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak melalui keterangan tertulisnya, Rabu (9/11/2022).
Leonard mengungkapkan upaya intimidasi kepada anggota Greenpeace juga dialami saat di Kota Semarang. Para pesepeda ditanya-tanya oleh orang tak dikenal hingga dimintai nomor telepon tanpa ada alasan yang jelas.
“Kami ditanya detail tentang aktivitas, dari mana, mau ke mana, bahkan sampai nomor kamar tempat kami beristirahat. Itu sudah sangat mengganggu privasi,” kata salah seorang pesepeda yang disampaikan oleh Leonard.
Muncul dugaan bahwa upaya intimidasi ini berjalan secara terstruktur. Hingga akhirnya di Probolinggo mereka harus berhenti karena dipaksa oleh LSM Tapal Kuda Nusantara.
“Kami mendeteksi bahwa upaya-upaya ancaman ini akan berlanjut terus sampai ke Banyuwangi dan kemungkinan besar juga di Bali,” jelasnya.
Atas peristiwa tersebut, Leonard menduga ada upaya membungkam suara masyarakat sipil yang ingin mengangkat isu krisis iklim.
“Pesan itu yang hendak dibawa ke Bali, agar para pemimpin negara besar yang akan berkumpul di sana untuk perhelatan G20 sadar dan berkomitmen terhadap transisi energi secepatnya demi mengatasi krisis iklim,” kata dia.
Ada kekhawatiran, sejumlah orang yang diduga bagian dari oligarki hingga menutup jalan advokasi transisi energi alternatif. Menurut Leonard, KTT G20 tidak memberi ruang demokrasi bagi masyarakat untuk ikut bersuara dalam forum global tersebut.
“Tanpa demokrasi yang sehat, kebebasan sipil, dan partisipasi publik, kami khawatir transisi energi yang kita inginkan terancam kembali didominasi oleh oligarki. Jadi kami juga dalam konteks mencoba untuk menegakkan demokrasi energi,” terangnya.
Gangguan yang dialami Greenpeace diduga melibatkan institusi militer. Hal itu disampaikan Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), M. Isnur. Ia menilai intimidasi terstruktur dan sistematis yang dialami tim Greenpeace hanya mungkin terjadi dengan adanya komando.
“Kita patut menduga ini komando yang kuat sejak awal, dan komando hanya dimiliki oleh institusi militer, kepolisian, dan intelijen. Siapa pun yang melakukan, mereka sedang melanggar undang-undang mereka sendiri,” ungkapnya.
Sepekan jelang KTT G20, Isnur meminta aparat penegak hukum untuk memberi ruang masyarakat yang ingin ikut bersuara. Dia tidak ingin ada kejadian serupa seperti yang dialami Greenpeace, bilamana ada masyarakat baik individu maupun kelompok yang ingin menyuarakan isu.
"Tidak boleh menciptakan psywar," ujarnya.
Di Bali Tidak Ada Ruang Demokrasi Selama KTT G20
Menyambut perhelatan KTT G20, Gubernur Provinsi Bali, I Wayan Koster menandatangani surat edaran tentang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat. Dalam surat itu, Wayan Koster memerintahkan warganya untuk mengurangi aktivitas baik perkantoran maupun sekolah. Semuanya diperintahkan dilakukan secara daring alias work from home.
Selain aturan pembatasan kegiatan dari gubernur Bali, Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet meminta warganya untuk tidak mengkritik pemerintah selama acara. Dia berharap tanpa kritik kondisi KTT G20 dapat berlangsung damai.
“Mari kita sukseskan G20, kalau ada perbedaan aspirasi politik, aspirasi ekonomi, kritik-kritik ke pemerintah tolong dilaksanakan setelah G20. Supaya kondusivitasnya tetap terjaga dan kita benar-benar dalam keadaan aman damai," kata Ida seperti dilansir Antara.
Menanggapi hal itu, aktivis Bali I Wayan Gendo Suardana menyebut, penyelenggaraan KTT G20 kali ini sangat buruk. Karena tidak memberikan ruang aspirasi bagi kelompok masyarakat sipil. Seperti pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat yang ditetapkan oleh gubernur.
Menurut Gendo, pembatasan-pembatasan sekarang sangat berbeda dengan situasi saat gelaran KTT lain yang pernah digelar di Bali. “Sepanjang ingatan saya ini yang terburuk, nuansa horor sangat terasa,” kata Gendo.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKB, Jazilul Fawaid meminta pemerintah mencari jalan tengah. Antara menjaga kondusifitas dan keamanan selama KTT G20 di Bali, juga memberi kesempatan kepada masyarakat untuk bersuara menyampaikan isu sebagai bentuk pemenuhan hak asasi manusia dan ruang demokrasi.
“Saya pikir (mereka) yang mau menyampaikan kritik dan lain-lain itu asal tak mengganggu ketertiban, tidak mengganggu citra Indonesia sebagai tuan rumah G20, saya pikir harus dipikirkan gimana mekanisme ruang kritiknya,” ujarnya.
Hingga saat ini Pulau Bali dijaga ketat oleh gabungan aparat penegak hukum. Selain itu, sejumlah pasukan elite TNI juga ikut diperbantukan. Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa juga meminta bantuan dari militer asing terutama yang berkaitan dengan serangan siber yang mengganggu keamanan sistem negara.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz