tirto.id - Tindakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri kembali memantik kontroversi. Penyebabnya, mantan Deputi Penindakan KPK itu menemui Gubernur Papua, Lukas Enembe yang notabene pihak berperkara dan berstatus tersangka dalam kasus korupsi yang ditangani KPK.
Sontak, sejumlah pegiat antikorupsi mengkritik pertemuan Firli dengan Enembe tersebut. Peneliti Pusat Antikorupsi (Pukat) UGM Yogyakarta, Zaenur Rohman mengingatkan, UU Nomor 19 Tahun 2019 sebagai revisi UU 30/2002 membuat pimpinan KPK tidak punya wewenang sebagai penyidik maupun penuntut umum sehingga tidak ada alasan bertemu tersangka. Di sisi lain, UU KPK juga melarang pimpinan KPK bertemu pihak berperkara.
“Bentuk larangan salah satunya adalah pimpinan KPK itu dilarang berhubungan dengan pihak yang berperkara baik itu tersangka, terdakwa maupun pihak-pihak lain yang memiliki keterkaitan dengan perkara,” kata Zaenur kepada Tirto, Jumat (4/11/2022).
Zaenur mengingatkan, ada sanksi hukum bila pimpinan KPK bertemu pihak berperkara. Mereka bisa dikenakan hukuman penjara. Zaenur menegaskan penegakan hukum pidana tetap berlaku, meski Dewan Pengawas KPK bilang masih bisa dilakukan.
Ia juga menyoal urgensi Firli menemui Lukas Enembe. “Apa sih urgensinya harus pimpinan KPK yang ke sana? Menurut saya kalau bertemu dengan Lukas Enembe-nya itu tidak ada urgensinya, sedangkan potensi masalahnya jelas ada. Apa masalahnya? Masalahnya pimpinan KPK itu dilarang bertemu dengan pihak yang berperkara,” kata Zaenur.
Zaenur menilai, kasus Lukas Enembe sebaiknya cukup dihadiri penyidik dan tim dokter, salah satunya dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Hal itu dilakukan untuk memeriksa keadaan Enembe agar proses hukum berjalan.
Menurut Zaenur, KPK seharusnya memperkuat komunikasi dengan publik, seperti masyarakat Papua dan tokoh Papua bahwa kasus yang berkaitan Enembe bukan kasus politik.
“Kalau KPK itu semakin tergerus tingkat kepercayaan publik terhadap KPK, itu akibatnya gitu ya. Kepercayaan publik semakin berkurang sehingga resistensi-resistensi seperti ini muncul dan menyulitkan pekerjaan-pekerjaan KPK,” kata Zaenur.
Karena itu, kata Zaenur, yang paling tepat menemui Lukas Enembe sebagai tersangka adalah para penyidik yang menanganinya secara langsung sesuai dengan sprindik. Sebagai catata, Enembe berkali-kali mangkir dalam pemeriksaan KPK dengan alasan sakit.
Kritik senada diungkapkan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Ia sebut, aksi Firli menandakan jenderal purnawirawan bintang 3 itu lebih sepakat dengan UU KPK lama yang sudah direvisi daripada UU KPK 19 tahun 2019. Boyamin menilai, kedatangan Firli menandakan sebagai penyidik padahal undang-undang baru tidak menyatakan hal tersebut.
“Jadi, ini mau ndak mau, saya meminta Pak Firli untuk berjuang membatalkan revisi undang-undang KPK. Karena apa? Untuk mengesahkan tindakannya hari ini [Firli] menemui Lukas Enembe sebagai tim dari rombongan penyidik gitu,” kata Boyamin, Jumat (4/11/2022).
Boyamin menilai, pertemuan dan perbincangan Enembe dengan Firli wajar dalam proses permintaan keterangan. Akan tetapi, aksi Firli bertemu Enembe menandakan ia harus mendorong revisi UU KPK atau dikenakan pelanggaran hukum karena bertemu pihak berperkara.
Boyamin mengingatkan, selama ini tidak ada pimpinan KPK yang bertemu dengan pihak berperkara selain Firli. Ia menerangkan, banyak pihak pimpinan KPK lebih melihat proses pemeriksaan lewat medium seperti internet atau video.
“Enggak ada ceritanya begitu. Hanya memantau dari laptop memantau dari internet gitu, kan. [….] Artinya bisa diduga [Firli] melanggar Pasal 36 bahwa dengan KPK dilarang menemui terperiksa baik dalam saksi maupun tersangka, apalagi ini tersangka sebenarnya,” kata Boyamin.
ICW Pertanyakan Sikap Dewas KPK
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menilai, pertemuan tersebut sebaiknya cukup dihadiri oleh penyidik dan dokter. Ia mengingatkan ada aturan yang menyatakan pimpinan tidak lagi punya dasar untuk bertemu pihak berperkara sehingga tidak ada urgensi kehadiran Firli bertemu Enembe.
“Penting kami ingatkan, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang KPK baru tidak lagi menyebut status Pimpinan KPK sebagai penyidik sebagaimana UU KPK lama. Selain itu, Firli juga bukan dokter yang punya kemampuan mendeteksi kesehatan seseorang. Jadi, kehadiran dirinya di kediaman Lukas, terlebih sampai berjabat tangan semacam itu lebih semacam lelucon yang mengundang tawa di mata masyarakat,” kata Kurnia.
Kurnia juga menilai, sikap Dewan Pengawas sebenarnya sangat layak dipertanyakan. Sekalipun Pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 memiliki Alasan Pembenar, yaitu sepanjang dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan pimpinan atau atasan langsung, namun melihat konstruksi kejadiannya, kehadiran Firli tidak dibutuhkan dalam proses pemeriksaan Lukas Enembe.
“Jadi, Dewan Pengawas seharusnya melarang, bukan malah membiarkan peristiwa itu terjadi,” kata Kurnia.
KPK Bela Firli Bahuri
KPK menjawab kritik publik soal pertemuan Firli dengan tersangka Lukas Enembe. Juru Bicara KPK, Ali Fikri menegaskan, kedatangan KPK dalam rangka pemeriksaan perkara dan kesehatan Enembe. Mereka pun sudah melakukan kajian apakah tindakan tersebut melanggar atau tidak.
“Terkait kedatangan Tim Penyidik KPK ke kediaman Tsk LE di Papua adalah dalam rangka melakukan pemeriksaan perkara sekaligus kesehatan tersangka. Hal tersebut sebelumnya tentu telah dilakukan kajian dan diskusi mendalam di internal KPK, khususnya penyidik dan JPU, seluruh struktural penindakan, pimpinan, serta pihak-pihak terkait lainnya,” kata Ali dalam keterangan tertulis, Jumat (4/11/2022).
Ali mengatakan, kedatangan mereka mengacu pada Pasal 113 KUHAP yang menyatakan “Jika seseorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.”
Ali menegaskan kedatangan KPK adalah upaya lembaga anti-rasuah untuk menyelesaikan kasus Lukas Enembe. Ia mengatakan, KPK ikut membawa tim dokter KPK dan IDI karena ingin memastikan kesehatan Enembe demi kepastian hukum terhadap kader Partai Demokrat itu. Ia pun mengklaim, Firli ikut menemui Enembe karena sesuai aturan.
“Adapun keikutsertaan pimpinan dalam kegiatan tersebut tentu dalam rangka pelaksanaan tugas pokok fungsi KPK sebagaimana undang-undang yang berlaku,” kata Ali.
Ali menegaskan kegiatan penindakan dilakukan di tempat terbuka dan dapat disaksikan langsung oleh berbagai pihak bahkan kemudian dipublikasikan kepada masyarakat. Hal itu dilakukan sebagai pelaksanaan asas keterbukaan dan tetap mematuhi aturan kode etik.
“Kami pastikan tetap memperhatikan berbagai ketentuan perundang-undangan yang berlaku termasuk soal kode etik bagi insan KPK," kata Ali.
KPK juga mengucapkan terima kasih atas dukungan dari pihak Polda, Kodam, BINDA yang mendukung kelancaran pemeriksaan Enembe.
“KPK juga mengapresiasi masyarakat Papua yang menyambut baik dan mendukung upaya pemberantasan korupsi sebagian bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua,” kata Ali.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz