tirto.id - Presiden Joko Widodo buka suara soal putusan Mahmakah Konstitusi (MK) yang membolehkan pejabat eksekutif seperti menteri maju di pemilu tanpa harus mundur dari jabatannya. Jokowi tidak mempersoalkan menterinya nyapres selama tugas sebagai menteri tetap dipegang.
Jokowi juga tidak akan mendorong untuk mengganti menteri bila kinerja para pembantunya tersebut tidak optimal karena maju pemilihan presiden dan wakil presiden. Jokowi hanya akan melakukan evaluasi.
“Ya tugas-tugas sebagai menteri harus diutamakan, tetapi kalau kita lihat nanti mengganggu, ya akan dievaluasi, apakah memang harus cuti panjang banget atau tidak,” kata Jokowi usai meninjau pameran Indo Defence 2022 di Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (2/11/2022).
Sikap Jokowi mendapat respons beragam dari lembaga masyarakat sipil. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyayangkan, sikap Jokowi yang membiarkan politik kepentingan. Ia menilai Jokowi seolah tidak memahami soal konflik kepentingan.
“Dengan pemahaman dasar saja mestinya ia memahami ketika anggota kabinetnya berniat mengikuti perhelatan pilpres, maka terdapat risiko penggunaan fasilitas negara yang dapat dimanfaatkan untuk menaikkan elektabilitas dan popularitas mereka,” kata Kurnia, Kamis (3/11/2022).
Kurnia menuturkan, program rakyat berpotensi menjadi korban karena program yang ada bisa disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dalam rangka kontestasi politik.
ICW mengingatkan agar Jokowi tidak lupa dengan Pasal 17 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa menteri diangkat dan diberhentikan presiden. Oleh karena itu, ICW berharap Jokowi menggeser menteri mereka yang berpartisipasi dalam Pemilu 2024.
“Maka dari itu, ICW mendesak agar presiden membatalkan sikapnya dengan mendesak menteri-menterinya untuk mengundurkan diri jika ingin menjadi peserta pemilu. Jika tidak, presiden harus sesegera mungkin mencoret mereka dari daftar keanggotaan Kabinet Indonesia Maju," kata Kurnia.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil juga mendorong agar menteri yang maju sebagai calon legislatif atau nyaleg untuk mundur. Ia khawatir ada politik kepentingan.
“Menteri ini adalah pembantu presiden. Presiden adalah penanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan. Oleh sebab itu, karena nanti jika ada menteri yang menjadi calon presiden, memang sebaiknya mundur sebagai menteri. Karena bagaimanapun posisi menteri adalah sebagai peserta pemilu, dan menghindari konflik kepentingan pemenangan pemilu, dan penyelenggaraan pemerintahan," kata Fadli kepada Tirto.
Fadli beranggapan putusan MK memang ada dampak, tetapi tidak semua menteri menjadi calon. Akan tetapi, Jokowi harus mewaspadai konflik kepentingan dan pengarahan sumber daya untuk kepentingan pemenangan pencalonan.
Menurut Fadli, solusi yang bisa dilakukan adalah Jokowi bisa saja mengeluarkan surat izin tertulis kepada para menteri yang mau maju dalam Pemilu 2024. Dengan demikian, menteri cuti jika mereka ditetapkan sebagai calon presiden. Fadli menilai, pengeluaran izin tertulis cuti menteri yang maju capres bisa dilakukan karena hal tersebut wewenang presiden.
“Jika menteri ditetapkan jadi calon, menterinya enggak mundur. [Maka] presiden non-aktifkan atau kalau presiden mau lebih progresif diganti saja," kata Fadli.
Sinyal agar Menterinya Fokus Kerja?
Pemerhati politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo menilai, pernyataan Jokowi adalah sinyal bahwa ia ingin para menterinya fokus terhadap kerjanya saat ini. Ia mengatakan, kontestasi Pilres 2024 saat ini belum ada yang mengunci capres-cawapres, termasuk Prabowo Subianto meski Gerindra diasosiasikan dekat dengan PKB.
“Menurut saya belum pasti semuanya. Kalau dari sisi ketidakpastian itu saya pikir Jokowi masih berharap bahwa menteri-menterinya akan lebih fokus pada pekerjaannya sebagai menteri karena memang belum fix akan jadi calon presiden kecuali nanti kalau sudah fix," kata Kunto.
Akan tetapi, Kunto juga melihat ada pesan lain bahwa Jokowi tidak menggunakan kata reshuffle dalam merespons pembolehan menteri nyepres tanpa harus mundur. Ia beralasan, Jokowi berkalkulasi agar pemerintahannya tetap berjalan dengan baik. Ia mengakui ada risiko kabinet terganggu akibat Jokowi mengganti menteri yang ikut pemilu.
“Pasti akhir 2023 semua elite politik kan pasti akan fokus ke pemilu. Kan nggak mungkin nggak, kan? Baik itu menteri yang mencalonkan diri sebagai presiden maupun menteri yang tidak mencalonkan diri sebagai presiden, saya yakin semuanya fokus ke pemilu," kata Kunto.
Kunto menambahkan, “So, dalam waktu yang setahun ini untuk bongkar pasang menurut saya agak berisiko gitu. Buat apa gitu nggak ada game politik yang besar gitu, kan? Justru sangat mungkin akan terjadi ketidakstabilan dinamika politik.”
Kunto menilai, Jokowi seharusnya memberikan teladan dengan menanyakan menteri-menteri yang mau maju. Ia menilai, Jokowi sebaiknya mendorong menteri yang maju Pemilu 2024 untuk mundur.
“Kalau menurut saya, harusnya memberikan teladan. Ya menteri yang memang ditanyain satu-satu kalau memang fokus jadi [menteri] atau fokus capres? Gitu. Nggak bisa dua-duanya dong. Kalau fokus capres, ya sudah dipersilakan mundur. Jadi nggak ada problem etik, nggak ada problem apa penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan yang lain gitu,” kata Kunto.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz