tirto.id - Baca artikel pertama dari Seri Percintaan Zaman Modern di tautan berikut: Merawat Relasi Asmara di Era Serba Medsos
Anggit menggerutu.
Ini bukan kali pertama acara makan di luar bersama pacarnya justru berakhir dengan rasa kesal.
Gara-garanya, saat makan, alih-alih melewatkan waktu dengan mengobrol dengannya, sang kekasih malah sibuk dengan gawainya sendiri. Menggulir konten demi konten di akun media sosialnya.
"Aku sudah komplain, tapi masih kejadian lagi seperti itu—sibuk scrolling. Padahal maunya waktu makan ke luar bisa sekalian buat sharing atau cerita aktivitas masing-masing," kata Anggit.
Apabila dicermati lebih dalam lagi, apa yang menimpa Anggit semakin jamak ditemui.
Coba tengok di sekitarmu, pemandangan salah satu pasangan atau bahkan dua-duanya yang sibuk dengan gawai masing-masing—semakin terlihat lazim, bukan?
Meski kesannya sudah jadi hal yang biasa, situasi demikian tampaknya tak bisa dianggap sepele lagi.
Coba diingat kembali. Media sosial dirancang agar konten-kontennya senantiasa menarik dan mudah digulir sehingga membuatmu kesulitan untuk meletakkan ponsel dan fokus pada pasangan.
Dampaknya? Tentu saja banyak waktu dan perhatian yang tersita.
Tanpa menyadarinya, kamu mungkin perlahan, tetapi pasti, cenderung lebih fokus pada konten di dalam gawai, daripada terhubung dengan orang-orang terkasih yang sedang duduk di samping atau depanmu persis.

Studi di jurnal Computers in Human Behavior (2021) menemukan hal serupa terkait pasangan yang sibuk dengan gawainya dan terus menggulir konten-konten di aplikasi media sosial—dikenal dengan istilah phubbing (portmanteau dari kata “phone” dan “snubbing”).
Partner phubbing ternyata dapat dikaitkan secara negatif dengan kepuasan dalam menjalin hubungan.
Hal tersebut kemungkinan besar berasal dari perasaan terisolasi, cemburu, dan berkurangnya keintiman satu sama lain.
Melalui media sosial, pasangan terus-menerus dipertontonkan dengan gambaran mengenai hubungan “ideal” yang acap kali datang dari influencer atau artis.
Padahal, apa yang tersaji dalam unggahan maupun gambar di platform itu belum tentu benar dan kerap dikurasi untuk menciptakan persepsi yang mengesankan, jika bukan menyimpang dengan realitas.
Nah, pertanyaan selanjutnya, bagaimana cara mengidentifikasi bahwa media sosial telah mengguncang hubungan romantis kita?
Melansir Psych Central, gejala dari pemakaian medsos yang mengganggu relasi asmara di antaranya adalah perasaan tidak terhubung dengan pasanganmu dan dorongan untuk terus-menerus mengecek akun media sosial pasangan dengan tujuan mencari tahu tanda-tanda perselingkuhan atau ketidakpuasan dalam hubungan.
Selain itu, kamu bisa jadi terdorong untuk selalu meniru tindak-tanduk pasangan lain di media sosial, kemudian membandingkan relasimu dengan pasangan daring itu.
Kamu juga mungkin cenderung mudah insecure saat melihat hubungan orang lain di media sosial.
Padahal, sejatinya, media sosial memberikan banyak manfaat dalam bingkai kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.
Fitur paling berdampak dari beragam platform media sosial tak lain adalah layanan panggilan video secara real-time.
Selain itu, melalui fitur unggahan foto atau video di platform Instagram atau Facebook, kita senantiasa terhubung dengan keseharian orang-orang terkasih yang terpisah jarak.
Rachel Needle Psy.D dalam artikelnya di Psychology Today mengungkapkan pula bagaimana media sosial merupakan alat bertukar informasi yang dapat menumbuhkan transparansi dan membangun kepercayaan di antara pasangan.
Transparansi ini berperan penting dalam mengurangi kecemburuan.
Misalnya begini. Dengan mengunggah tentang aktivitas dan interaksi mereka sendiri, pasangan dapat tetap terhubung dan terlibat satu sama lain sehingga meredam kemungkinan munculnya salah paham dan api cemburu.
Lebih jauh lagi, banyak platform media sosial memungkinkan pasangan untuk secara terbuka menunjukkan komitmen dan kasih sayang terhadap satu sama lain melalui pembaruan status.
Pasangan juga dapat memberikan komentar yang mendukung satu sama lain.
Interaksi yang tampil di publik ini dapat membantu meningkatkan perasaan aman dalam hubungan dengan membantu meyakinkan pasangan tentang pentingnya relasi mereka, dan tentu saja, memvalidasi hubungan mereka.

Lalu, bagaimana kita dapat menciptakan kebiasaan memainkan media sosial yang lebih sehat di tengah potensi gempuran tantangan yang ada?
Monica Vermani, C. Psych., psikolog klinis dan penulis buku self-help berjudul A Deeper Wellness (2022) menawarkan sederet tip berikut.
Yang utama, cobalah bangun kesadaran tentang kebiasaan menggunakan media sosial—termasuk berusaha melacak durasi waktu yang dihabiskan untuk berselancar di dunia digita dalam satu minggu.
Prioritaskan hubungan di dunia nyata dengan terlibat secara langsung dengan pasangan. Contoh sederhananya adalah dengan menjauhkan atau menyimpan gawai saat menghabiskan waktu bersama kekasih.
Cobalah untuk merencanakan kegiatan bersama yang memungkinkan kalian semua lepas dari akses media sosial, sebut di antaranya memasak, bermain boardgame, piknik di taman, atau olahraga bersama.
Pertimbangkan juga untuk mulai meninggalkan, atau setidaknya mengurangi, konsumsi konten-konten dari influencer yang tidak sehat serta tidak realistis.
Ingat kembali, media sosial tidak betul-betul menggambarkan kehidupan nyata.
Dengan mengistirahatkan diri sejenak dari media sosial, atau bahkan berhenti mengikuti akun-akun influencer, kita dapat mencegah atau mengurangi kebiasaan membanding-bandingkan kehidupan sehari-hari dengan momen terbaik orang lain.
Yang terpenting, ketika paparan media sosial telah menyebabkan perasaan rendah diri atau menjerumuskan dirimu ke dalam jurang depresi, jangan sungkan untuk segera mencari bantuan tenaga profesional kesehatan mental.
Penulis: MN Yunita
Editor: Sekar Kinasih
Masuk tirto.id







































