tirto.id - Sarah mengaku menyimpan rasa jengkel pada pasangannya belakangan ini.
Sebenarnya tidak ada kesalahan fatal yang dilakukan sosok kekasih yang disebutnya humoris dan pengertian itu.
Namun, ada satu hal yang membuat Sarah gundah. Meski sudah berpacaran selama setahun, pacarnya bisa dibilang nyaris tidak pernah mengunggah fotonya atau bahkan kebersamaan mereka berdua di media sosial.
Yang membuat Sarah semakin uring-uringan, pacarnya justru lebih memilih untuk mengunggah momen-momen bersama dengan teman-temannya atau seputar hobi.
"Kalau ingat itu rasanya ingin marah. Sama sekali enggak ada fotoku di media sosialnya," ungkap Sarah gemas.
Teknologi terbukti telah memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk relasi romantis. Jika dulu dulu cukup bermodal teks SMS atau telepon untuk menunjukkan kemesraan, sekarang rasanya tidak sah jika aktivitas kebersamaan belum mengudara di media sosial.
Laporan bertajuk Love Unfiltered 2023 dari aplikasi kencan Bumble menunjukkan bahwa 27 persen dari lebih 1.000 responden berusia 18 hingga 26 tahun di India menghendaki orang yang dikencani agar mengunggah hal tentang mereka di media sosial.
Keinginan untuk membagikan informasi tentang kemesraan hubungan di media sosial juga pernah dibahas dalam riset oleh peneliti dari University of Pittsburgh pada 2020 silam terhadap 236 pengguna Facebook.
Pasangan, terutama yang merasa puas dalam hubungan asmaranya, cenderung ingin membagikan informasi tentang relasinya di media sosial.
Masih dari penelitian yang sama, dijelaskan bahwa alasan orang-orang melakukan dyadic display adalah karena mereka memandang pasangannya sebagai bagian dari dirinya.
Ada pula alasan strategis, yaitu keinginan untuk melindungi relasi asmara dari ancaman lain yang berpotensi timbul dari media sosial.
Menilik alasan-alasan tersebut, masuk akal ketika ada pihak seperti Sarah yang merasa dikecewakan oleh pasangannya karena ia tidak mengumumkan tentang relasi mereka di media sosial.
Meskipun sudah menjadi semacam aturan tidak tertulis pasangan masa kini, Ratna Yunita Setiyani Subardjo, S.Psi., M.Psi., Psikolog menyebutkan, dalam sebuah relasi romantis tidak ada sebuah keharusan untuk mengunggah foto maupun informasi tentang pasangan ke media sosial.
Menurut dosen psikologi di UNISA Yogyakarta yang biasa disapa Nita ini, hal tersebut kembali lagi pada kepribadian masing-masing orang.
"Ada yang memang ingin menunjukkan relasi mereka ke orang lain, tetapi ada juga yang pilih tidak karena berbagai pertimbangan," ujar Nita.
Bukan tidak mungkin, individu tersebut memiliki keyakinan tertentu, bahwa kemesraan yang dipamerkan tidak akan langgeng. Atau, apabila terjadi konflik di tengah jalan dan berakhir break up, muncul kekhawatiran lebih sulit move on dengan adanya memori di media sosial.
Pilihan untuk tidak mengunggah foto pasangan juga bisa berkaitan dengan latar belakang personal. Misalnya, akses terbatas terhadap media sosial di lingkup keluarga yang memengaruhi konsumsi media sosial seseorang sampai usia dewasa.
Selain itu, Nita menyebutkan, tidak semua orang menggunakan media sosial sebagai medium untuk menunjukkan eksistensinya.
Ada saja yang berselancar di dunia digital untuk tujuan tertentu, seperti mencari informasi atau menyusun portofolio pekerjaan. Artinya, orang-orang seperti ini cenderung lebih selektif mengunggah informasi personal.
Beberapa orang juga lebih memilih menjadi pengguna media sosial kasual. Mereka tidak terlalu sering mengunggah foto, melainkan sekadar mengikuti informasi terbaru melalui Twitter, TikTok, atau Instagram.
Ada juga alasan yang lebih ‘dalam’ untuk tidak mengunggah foto atau informasi pasangan ke media sosial. Bagi kelompok ini, mengunggah tentang pasangan bukan hal mendesak dibandingkan dengan menikmati momen dan memiliki relasi yang nyata dengan pasangan.
Melansir Bustle, psikolog klinis Dr. Carla Marie Manly menjelaskan bahwa mendokumentasikan hubungan bisa jadi malah membuat kita keluar dari ‘momen saat ini’.
"Waktu yang dihabiskan untuk mengunggah di media sosial berarti akan membuatmu kehilangan kontak langsung dengan pasangan," jelas Manly.
Apalagi jika aktivitas unggah-mengunggah ini dilakukan terlalu sering. Bukan tidak mungkin frekuensi kontak langsung akan berkurang sehingga percikan asmara meredup.
Membatasi atau bahkan menghindari akses media sosial juga bisa dilihat sebagai suatu upaya untuk memastikan hubungan tidak dikacaukan oleh opini luar yang negatif atau toxic sehingga pasangan dapat membebaskan diri dari tekanan sosial yang membebani.
Sebagian dari kita tentu paham bahwa media sosial bukan lagi sebatas arena untuk berbagi kenangan. Di ruang digital ini, tidak sedikit yang berupaya memberikan citra atau versi diri paling sempurna. Artinya, bukan tidak mungkin konten-konten yang berseliweran di media sosial sudah dikurasi, dan dalam beberapa kasus, belum tentu mencerminkan realitas.
“Dengan mengesampingkan media sosial justru memungkinkan pasangan menikmati momen dan tidak fokus untuk memastikan apa yang mereka lakukan cukup sempurna untuk dibagikan ke orang lain,” terang Manly.
Belum lagi tren di media sosial tentang konten-konten yang mempromosikan hubungan asmara super ideal.
“Ini dapat menimbulkan banyak ketegangan pada hubungan yang tidak memenuhi standar konyol yang ditetapkan oleh pasangan selebritas," kata Jonathan Bennett, pakar hubungan dan konselor bersertifikat, dikutip dari Brides.
Kelak, paparan terhadap konten-konten relasi ideal demikian berpotensi memicu mentalitas "rumput tetangga lebih hijau". Akibatnya, bisa jadi, semakin banyak orang yang berusaha mencoba mengejar pilihan yang "lebih baik" di luar hubungan yang sudah ada.
Mempertimbangkan poin-poin di atas, bukan berarti pasanganmu tidak sayang atau tidak peduli saat dia tidak mengunggah hal-hal terkait relasi kalian ke media sosialnya.
Selain itu, Nita menambahkan, terdapat perbedaan karakteristik antara laki-laki dan perempuan dalam menunjukkan ekspresi kepedulian mereka.
Alih-alih mengunggah ke media sosial, laki-laki cenderung memilih untuk mengekspresikan rasa sayangnya dengan act of service, seperti menjemput atau menemani saat pasangan membutuhkan.
“Hal yang penting bagi laki-laki adalah bagaimana action dan bisa memberikan pelayanan melalui itu ke pasangan,” terang Nita.
“Jadi kalau tidak memposting di media sosial itu bukan berarti redflag atau bahkan diartikan kalau pasangan itu tidak sayang atau tidak peduli.”
Hanya saja, Nita menggarisbawahi, kita perlu waspada jika ada perubahan sikap signifikan pada pasangan yang berpotensi mengarah pada red flag.
Nita mencontohkan orang yang karakteristiknya ekspresif dan senang mengunggah foto-foto bersama pasangan, namun tiba-tiba berhenti. Perubahan sikap itu bisa saja karena ia menyembunyikan sesuatu karena perhatiannya sudah berpindah ke orang lain.
Cara demikian mungkin akan membantumu lebih memahami bagaimana cara dia menyayangi dan menujukkan kepedulian.
Namun, jika dalam perjalanan waktu pasanganmu setuju untuk sesekali mengunggah informasi tentang relasi kalian ke media sosial, pastikan untuk membuat kesepakatan terlebih dahulu supaya tidak menimbulkan konflik di kemudian hari.
Kesepakatan ini misalnya tentang batasan lingkup informasi yang ditampilkan, siapa yang bisa melihat foto dan informasi tentang hubungan kalian.
"Jadi dikomunikasikan dan bikin kesepakatan di awal karena tetap ada hal-hal yang secara kode etik digital tidak semuanya bisa diunggah. Dan kalau dari awal sudah ada kesepakatan, konsekuensi bisa ditanggung bareng sehingga beban psikologis tidak terlalu besar," pungkas Nita.
Penulis: MN Yunita
Editor: Sekar Kinasih