tirto.id - Fakta-fakta Hari Pahlawan mencakup beberapa hal menarik yang terjadi dalam sejarah Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Simak artikel ini untuk mengetahui sejumlah fakta menarik di dalam sejarah Hari Pahlawan.
Presiden Sukarno lewat Keputusan Presiden (Keppres) No. 316 Tahun 1959 menetapkan setiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional. Tujuan peringatan ini adalah menghormati pahlawan yang gugur di Surabaya ketika mempertahankan kemerdekaan.
Akan tetapi, pengertian Hari Pahlawan bukan hanya merujuk kepada para pahlawan yang tewas saja. Pasalnya, banyak warga sipil alias masyarakat biasa yang menjadi korban dalam peperangan tersebut.
Fakta-Fakta Menarik Hari Pahlawan
Sejarah Hari Pahlawan tanggal 10 November 1945 mempertemukan arek-arek Surabaya dengan pasukan NICA dan Sekutu. Pertempuran yang menimbulkan tewasnya puluhan ribu orang tersebut pun diperingati sebagai Hari Pahlawan hingga sekarang.
Berikut ini 5 fakta Hari Pahlawan yang menarik.
1. Dipicu Tewasnya Jenderal Mallaby
Tewasnya perwira kerajaan Inggris Jenderal Mallaby memicu Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Waktu itu, Jenderal Mallaby memimpin tentara Sekutu untuk datang ke Surabaya pada bulan Oktober 1945.Mereka melakukan aksi seremonial dengan berjalan ke berbagai sudut kota untuk melihat situasi, tetapi harus kehilangan jenderalnya pada 30 Oktober 1945. Mobil yang ia gunakan hangus terbakar.
Hal yang menyebabkan tewasnya perwira Inggris tersebut masih menjadi perdebatan sampai saat ini. Ada yang menyebut ia meninggal usai aksi tembak terhadap warga Surabaya.
Selain itu, sumber lain mengatakan bahwa Jenderal Mallaby meninggal akibat granat dari anak buah yang berusaha melindunginya. Kematian Mallaby memicu kemarahan tentara Sekutu sehingga mengeluarkan ultimatum sepihak.
2. Serangan Darat, Laut, dan Udara
Pada 10 November 1945 pukul 06.00 pagi, Inggris menggempur Kota Surabaya dari berbagai penjuru. Untuk menghancurkan Surabaya, Inggris mengerahkan segenap daya dan upayanya, dari darat, laut, dan udara.Serangan pertama ini menimbulkan korban yang sangat besar, terutama dari kalangan rakyat biasa. Warga dari berbagai lapisan masyarakat juga langsung merespons.
Tokoh-tokoh masyarakat yang bukan berasal dari kalangan militer, salah satunya K.H. Hasyim Asy'ari, menggelorakan perlawanan rakyat untuk menghadapi kekejaman Inggris. Para pemuda, pedagang, petani, santri, serta berbagai kalangan lainnya menyatukan nyali demi mempertahankan kemerdekaan bangsa.
3. Melibatkan Lebih Banyak Sipil Dibandingkan Militer
Menurut penelitian Lorenzo Yauwerissa dalam 65 Tahun Kepahlawanan Surabaya (2011), setidaknya perang melibatkan 20 ribu tentara dari Indonesia. Sementara unsur warga sipil yang mengikuti pertempuran mencapai 100 ribu orang.Hario Kecik, perwira TNI sekaligus pelaku sejarah dalam pertempuran 10 November 1945, bahkan menyatakan bahwa peristiwa itu merupakan perang antara rakyat Surabaya dengan militer Inggris.
Mengutip buku Pemikiran Militer 5: Gerak Maju Jalur Pemikiran Abad ke 21 Homo Sapiens Modern Kembali ke Benua Afrika (2009), Hario Kecik menulis sebagai berikut:
“Rakyat kampung-kampung Surabaya, telah mengorbankan 20.000 jiwa penduduknya dan Inggris kehilangan serdadunya dalam pertempuran dengan senjata modern pada waktu itu.”
4. Modal Dengkul Melawan Inggris
Serdadu Inggris-India yang mencapai 30 ribu orang sangat terlatih dan memiliki persenjataan lengkap. Hal tersebut menyebabkan tumbangnya banyak pejuang dari Surabaya.Lebih dari itu, Batalyon Infanteri Maratha memiliki klasifikasi yang terlatih dalam perang kota. Sementara Batalyon Rajputna punya senapan mesin yang bisa memberondong banyak orang Indonesia.
Adapun informasi mengenai jumlah militer Indonesia di Surabaya secara pasti sulit ditemukan. Ada pihak yang menaksir terdapat sekitar 20 ribu anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Kendati demikian, anggota BKR biasanya mencakup bekas PETA, Heiho, KNIL dan pemuda yang tak pernah mendapat latihan militer sama sekali. Sementara jumlah pemuda pejuang di luar BKR mencapai sekitar 100 ribu orang.
Jadi, pihak Indonesia hanya memiliki 120 ribu pasukan dengan persenjataan yang tidak lebih 50 ribu.
“Perlawanan Indonesia berlangsung dalam dua tahap. Pertama pengorbanan diri secara fanatik, dengan orang-orang yang hanya bersenjatakan pisau-pisau belati menyerang tank-tank Sherman, dan kemudian dengan cara yang lebih terorganisir dan efektif, mengikuti dengan cermat buku-buku petunjuk militer Jepang,” tulis David Wehl dalam Birth of Indonesia (1949) seperti di kutip Ben Anderson dalam Revoloesi Pemoeda.
5. Bung Tomo Pengobar Semangat
Dalam peristiwa 10 November 1945, nama Bung Tomo begitu legendaris karena menjadi pengobar semangat tempur yang bersenjatakan mikrofon. Selain itu, dia juga salah satu pemimpin laskar yang nantinya menjabat di Kementerian Pertahanan.Ia membakar semangat lewat mikrofon dan pancaran Radio Pemberontakan milik Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI). Ia menyiarkan pidatonya untuk menjaga moral arek-arek Suroboyo.
Intinya, Bung Tomo mengamini sikap pantang menyerah terhadap Sekutu. Tujuan semua ucapannya sama, yaitu memantik keberanian melawan tentara asing yang di atas kertas jauh lebih kuat.
Bung Tomo sangat dihormati di kalangan laskar, paling tidak setelah 10 November 1945. Akan tetapi, dia bukan satu-satunya pemimpin di Surabaya saat itu.
Di antara sekian perwira penting dalam palagan 10 November 1945, ada Jenderal Mayor R Mohammad Mangunprodjo, Kolonel Sungkono, Kolonel Djonosewojo hingga Kolonel Moestopo. Kendati begitu, Bung Tomo yang tak memiliki pangkat justru tampak paling sohor.

Ingin mempelajari berbagai pembahasan sejarah Hari Pahlawan lain maupun kegiatan untuk memperingatinya? Pastikan untuk terus mengikuti informasi terbaru Hari Pahlawan di tautan berikut.
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Ibnu Azis & Yuda Prinada
Masuk tirto.id







































