Menuju konten utama

Apa Isi Ultimatum Sekutu kepada Rakyat Surabaya?

Salah satu penyebab Pertempuran Surabaya adalah kematian Jenderal Mallaby, yang diiringi dengan ultimatum dari Sekutu kepada rakyat Surabaya.

Apa Isi Ultimatum Sekutu kepada Rakyat Surabaya?
Pendudukan Inggris di Jawa. Seorang tentara India menggunakan tank nasionalis Indonesia sebagai penutup di jalan utama di Surabaya (Soerabaja) selama pertempuran. FOTO/wikipedia

tirto.id - Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945 disebabkan oleh serangkaian peristiwa yang terjadi setelah Sekutu mendarat ke tanah air. Dengan diboncengi Netherlands Indies Civil Administration (NICA), Sekutu datang ke Indonesia dengan dalih melucuti tentara Jepang yang kalah dalam Perang Dunia 2.

Pasukan Sekutu yang dipimpin Brigadir Jenderal Mallaby masuk wilayah perairan Surabaya pada 25 Oktober 1945. Sejak itu konflik antara arek-arek Suroboyo dan armada Sekutu mulai memanas.

Konfrontasi pertama di Surabaya terjadi pada 27-29 Oktober 1945. Sehari setelahnya, 30 Oktober, Sukarno-Hatta datang ke Surabaya untuk berunding dengan Sekutu. Namun, rakyat, yang sejak awal menolak kedatangan Sekutu, tidak tinggal diam.

Puncaknya terjadi ketika Brigadir Jenderal Mallaby tewas di Gedung Internatio, dekat Jembatan Merah, pada 30 Oktober 1945, menjelang malam. Kematian sang jenderal membuat geram pihak Sekutu. Lalu, dikeluarkanlah ultimatum pada 9 November 1945 yang memerintahkan Surabaya untuk menyerah tanpa syarat.

Lantas, apa isi ultimatum pertempuran Surabaya?

Isi Ultimatum yang dikeluarkan Sekutu Kepada Rakyat Surabaya

Pada 9 November 1945, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh memanggil Gubernur Soerjo menghadap ke kantornya di Batavia Weg. Jenderal pengganti Mallaby tersebut menyerahkan ultimatum yang diperuntukkan kepada rakyat Surabaya.

Isi ultimatum yang diberikan Sekutu kepada rakyat Surabaya pada November 1945 adalah perintah agar para pemuda mengangkat bendera putih sekaligus menyerahkan pembunuh Mallaby. Perintah itu harus dipenuhi maksimal pada 10 November 1945 pukul 06.00 pagi.

Sementara itu, Barlan Setiadijaya, dalam buku 10 November 1945 Gelora Kepahlawanan Indonesia (1992), menuliskan isi ultimatum Sekutu kepada rakyat Surabaya sebagai berikut.

9 November 1945

KEPADA ORANG-ORANG INDONESIA DI SURABAYA

Pada tanggal 28 Oktober 1945, orang-orang Indonesia di Surabaya dengan penghianatan dan tidak ada sebab, dengan tiba-tiba sudah menyerang tentara Inggris yang telah datang untuk melucuti tentara Jepang serta membawa pertolongan kepada orang-orang tawanan perang Serikat dan orang-orang yang diasingkan (internir) dari bangsa Serikat, serta untuk menjaga ketentraman dan keamanan.

Dalam pertempuran itu beberapa orang tentara Inggris telah mendapat luka dan mati serta beberapa orang hilang. Beberapa orang perempuan dan anak-anak, yang diasingkan (internir) telah binasa, dan kemudian Panglima Tentara Inggris Brigadir Jenderal Mallaby, telah dibunuh dengan kejam ketika beliau sedang berusaha untuk meneruskan pemberhentian pertempuran yang telah berkobar itu, sekalipun orang-orang Indonesia telah berjanji untuk berhenti bertempur.

Kekejaman-kekejaman yang tersebut di atas yang bertentangan dengan perikesopanan taklah dapat dibiarkan dengan tidak ada hukuman. Kecuali apabila perintah-perintah berikut ini diturut dengan tidak ada tantangan sampai jam 6 pagi pada tanggal 10 November 1945, saya akan memperkuat perintah-perintah ini dengan angkatan laut, darat, dan udara yang ada di bawah komando saya, dan mereka orang-orang Indonesia yang tidak menuruti (menentang) perintah saya ini, itu yang harus bertanggung jawab atas pertumpahan darah yang sudah tentu akan terjadi.

Ditandatangani oleh

Mayor Jenderal E. E. Mansergh

Panglima Tentara Darat Serikat Jawa Timur

Selain ultimatum di atas, terdapat perintah-perintah lain dari Sekutu, yang harus dilaksanakan oleh segenap rakyat Surabaya. Dikutip dari buku Pelajar dan Perang Kemerdekaan (1977) karya Rajab, perintah menyatakan bahwa seluruh masyarakat Surabaya harus menyerah tanpa syarat. Yang melawan akan dihukum mati.

Ada pula perintah yang menyatakan, semua pemimpin bangsa Indonesia, termasuk Gerakan Pemuda Indonesia, Kepala Polisi, dan Kepala Resmi dari radio Surabaya, harus datang satu per satu ke suatu tempat. Di sana, mereka mesti menyerahkan semua senjata yang dimiliki.

Para pemimpin tersebut diharuskan untuk datang dengan mengangkat kedua tangannya di atas kepala. Mereka juga diperintahkan menandatangani surat penyerahan tanpa perjanjian apapun.

Baik pimpinan maupun masyarakat Surabaya bersikap sama kala itu, yakni menolak ultimatum dan perintah pihak Sekutu. Gubernur Soerjo, pada pukul 23.10 waktu setempat, menyampaikan pidatonya melalui radio RRI Surabaya. Isinya adalah penolakan tegas terhadap isi ultimatum Sekutu kepada rakyat Surabaya.

Selain Gubernur Soerjo, pimpinan rakyat surabaya yang menolak ultimatum panglima Sekutu diantaranya Bung Tomo, K.H. Hasyim Asy’ari, Doel Arnowo, Soemarsono, Mohammad Mangoendiprodjo, Abdul Wahab Saleh, dan pimpinan Badan Keamanan Rakyat (BKR), Moestopo. Mereka akhirnya terlibat aktif dalam Perang Surabaya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Perang Surabaya pecah pada 10 November 1945. Pertempuran itu baru berakhir pada awal Desember 1945. Indonesia mengalami kekalahan telak. Namun, pasukan Sekutu juga merugi banyak, baik dari segi finansial maupun korban jiwa.

Penyebab Pertempuran Surabaya

Pertempuran Surabaya tidak disebabkan oleh peristiwa tunggal. Jauh sebelum ultimatum dikeluarkan oleh pihak Sekutu, bibit konfrontasi sudah tercium. Bahkan, pada 27-29 Oktober, sempat terjadi perang antara Sekutu dan arek-arek Suroboyo. Penyebab pertempuran Surabaya meliputi:

1. Situasi konflik sebelum kedatangan Sekutu

Sebelum kedatangan pasukan Sekutu, Surabaya sudah menjadi tempat konflik antara arek-arek Suroboyo dan pasukan Jepang. Sejumlah serangan dan penyerbuan terjadi, termasuk pelucutan senjata Jepang oleh rakyat Surabaya. Persenjataan itu juga yang kemudian digunakan dalam konfrontasi melawan pasukan Sekutu.

2. Pengibaran bendera Belanda di Hotel Yamato

Pengibaran bendera Belanda di Hotel Yamato pada 18 September 1945 memicu kemarahan dan konflik di kalangan pemuda Surabaya. Saat itu, pemuda Surabaya akhirnya menyobek warna biru bendera Belanda sehingga menyisakan warna merah putih. Insiden ini pun mengakibatkan baku tembak antara masyarakat Surabaya dan serdadu Belanda.

3. Kedatangan pasukan Sekutu

Pasukan Inggris tiba di Surabaya setelah Perang Dunia 2 berakhir. Tugas utama Sekutu adalah melucuti senjata tentara Jepang. Namun, mereka bertindak melewati batas sehingga memicu kemarahan masyarakat Surabaya.

4. Penyebaran pamflet ultimatum Sekutu

Pada 27 Oktober 1945, pasukan Sekutu menyebar pamflet yang memerintahkan masyarakat Surabaya untuk menyerahkan seluruh senjata dalam tempo 48 jam. Perintah tersebut memantik terjadinya baku tembak awal antara Sekutu dan masyarakat Surabaya selama tiga hari.

5. Terbunuhnya Jenderal Mallaby

Pertempuran sengit yang berlangsung selama tiga hari mengakibatkan tewasnya Jenderal Mallaby pada 30 Oktober 1945. Hal ini menjadi titik balik yang meningkatkan ketegangan antara pasukan Sekutu dan masyarakat Surabaya.

6. Ultimatum terakhir Sekutu

Akibat kematian Brigadir Jenderal Mallaby, pasukan Sekutu mengeluarkan ultimatum terakhir pada 9 November 1945 untuk menyerah tanpa syarat sekaligus menyerahkan pembunuh Mallaby. Ultimatum tersebut ditolak oleh pemimpin rakyat Surabaya. Akhirnya, pertempuran besar terjadi pada 10 November 1945 dan berlanjut hingga awal Desember.

Baca juga artikel terkait HARI PAHLAWAN atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Umi Zuhriyah
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Fadli Nasrudin