Menuju konten utama

Berapa Lama Pertempuran Surabaya Berlangsung?

Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa yang melatarbelakangi peringatan Hari Pahlawan setiap 10 November. Lantas, berapa lama perang di Surabaya kala itu?

Berapa Lama Pertempuran Surabaya Berlangsung?
Pertempuran Surabaya. [Foto/Dok Perpustakaan Nasional RI]

tirto.id - Pertempuran Surabaya menjadi latar belakang diperingatinya Hari Pahlawan setiap 10 November. Hari peringatan tersebut ditetapkan oleh Presiden Soekarno dalam rapat Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (BKPRI) pada 4 Oktober 1946.

Peristiwa yang juga dikenal dengan sebutan Battle of Surabaya tersebut merupakan pertempuran pertama rakyat Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Di samping itu, konfrontasi bersenjata antara pemuda Surabaya dan pasukan Sekutu tersebut juga tercatat sebagai pertempuran terbesar dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia. Hal itu didasarkan pada catatan jumlah korban jiwa yang mencapai ribuan.

M.C. Ricklefs dalam bukunya A History of Modern Indonesia (1993) mencatat, Pertempuran Surabaya mengakibatkan kematian setidaknya 6.000-16.000 orang dari pihak Indonesia, serta 200 ribu di antaranya terpaksa mengungsi dari Surabaya. Sementara itu, pasukan Sekutu kehilangan sekitar 600-2.000 orang.

Lantas, berapa lama perang di Surabaya berlangsung sehingga menyebabkan korban sebanyak itu?

Kapan Pertempuran Surabaya Dimulai dan Berakhir?

Pertempuran Surabaya dipicu oleh kedatangan Belanda yang diboncengi Inggris ke Indonesia, kurang dari sebulan setelah proklamasi kemerdekaan.

Belanda yang tergabung bersama pasukan Sekutu datang lagi ke Indonesia dengan misi merebut kembali wilayah jajahannya dari Jepang. Sebab, mereka baru saja memenangkan Perang Dunia 2.

Berdasarkan catatan Batara Richard Hutagalung dalam Sepuluh November Empat Puluh Lima (2001), pertama kali pasukan Sekutu mendarat di Surabaya pada 18 September 1945. Pasukan yang tergabung dalam Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI) itu memasuki Kota Surabaya, membangun markas di Hotel Yamato, dan mengibarkan bendera merah putih biru.

Pengibaran bendera Belanda tersebut sontak membuat para pemuda marah. Pada 19 September, terlihat seorang anak muda naik ke atas Hotel Yamato, kemudian merobek kain biru dalam triwarna bendera Belanda, dan menyisakan warna merah-putihnya.

Bibit-bibit kemarahan Sekutu sudah bermula dari peristiwa tersebut. Namun, Pertempuran Surabaya, yang melibatkan kontak senjata antara para pemuda Surabaya dan pasukan Sekutu, bisa dibilang dimulai sejak 27 Oktober 1945.

Hardjosoediro Soejitno dalam buku Dari Proklamasi ke Perang Kemerdekaan (1987) menjelaskan, Pertempuran Surabaya dimulai sejak 27 Oktober 1945, dipicu oleh penyebaran pamflet dari pihak Sekutu atas perintah Jenderal Hawthorn. Isi selebaran itu adalah ultimatum agar rakyat Surabaya menyerahkan senjatanya dan menyerah.

Tanpa mengindahkan perintah tersebut dan menganggapnya sebagai penghinaan, lantas, Komando Divisi TKR di Surabaya mengeluarkan perintah penyerbuan terhadap pasukan Inggris. Terjadilah konfrontasi bersenjata pertama kali, mulai tanggal 27 malam hingga 30 Oktober 1945. Peristiwa tersebut dikenal sebagai Pertempuran Tiga Hari di Surabaya.

Pada 30 Oktober 1945, Presiden Soekarno dan wakilnya, Mohammad Hatta, serta perwakilan dari pemerintah Jawa Timur, mengadakan pertemuan bersama pihak Inggris. Perundingan ini menghasilkan kesepakatan penghentian kontak senjata, meskipun pertempuran masih terus berlanjut di beberapa tempat.

Pada hari yang sama, konflik semakin panas akibat tewasnya Jenderal A.W.S Mallaby. Kematian sang jenderal sontak membuat kubu Sekutu marah besar. Pada 31 Oktober 1945 Letnan Jenderal Christison, panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies), memperingatkan rakyat Surabaya agar menyerah jika tidak ingin dihancurleburkan.

Seminggu kemudian, tepatnya pada 7 November 1945, pasukan Inggris mengirim pasukan baru ke Surabaya di bawah pimpinan Mayor Jenderal E.C. Mansergh.

Pada tanggal yang sama, jenderal pengganti Mallaby tersebut melayangkan surat kepada Gubernur Soerjo. Ia menilai gubernur tidak mampu menguasai keadaan sehingga seluruh kota telah dikuasai oleh gerombolan perampok yang menghalangi tugas Sekutu. Jenderal Mansergh juga mengancam bakal menduduki Surabaya dan memanggil Gubernur Soerjo untuk "menghadap."

Pada 9 November 1945, Gubernur Soerjo membantah semua tuduhan tersebut melalui surat balasan. Melihat sikap menentang yang dilakukan sang gubernur, pihak Sekutu pun menyebar pamflet yang berisi ultimatum kepada rakyat Surabaya.

Ultimatum tersebut ditandatangani oleh Mayor Jenderal E.C. Mansergh. Isi pokoknya adalah bahwa pihak Inggris ingin membalas kematian Mallaby, dan rakyat Surabaya dianggap bertanggung jawab. Dengan itu, memerintahkan memaksa semua rakyat, tidak terkecuali, untuk menyerah tanpa syarat maksimal pada 10 November 1945.

Pada pukul 22.00 WIB, 9 November 1945, Gubernur Soerjo melalui radio menentang ultimatum dari pihak Sekutu tersebut. Seiring dengan itu, para pemuda sudah siap siaga untuk membuat pertahanan di dalam kota.

Komandan BKR Kota Surabaya Soengkono mengumpulkan serdadunya, juga semua unsur kekuatan rakyat, pada 9 November 1945, untuk menentukan sikap. Semua yang hadir menyatakan tekad untuk mempertahankan Kota Surabaya dan berperang hingga titik darah penghabisan.

Pertempuran Surabaya yang kedua pun pecah mulai 10 November 1945, dan menjadi peperangan terbesar dalam sejarah pasca proklamasi. Pasukan Inggris menyerang dengan persenjataan lengkap, tank, dan pesawat, sedangkan rakyat Surabaya bermodalkan senjata rampasan dari Jepang.

Perang di Surabaya tersebut berlangsung selama hampir tiga minggu. Pertempuran sporadis masih terus berlangsung hingga jatuhnya Kota Surabaya.

Pertempuran Surabaya tercatat berakhir pada 2 Desember 1945. Kubu Sekutu, dengan persenjataan yang lebih memadai, memenangkan perang tersebut. Namun, mereka kehilangan dua jenderalnya yakni Mallaby dan Robert Guy Loder Symonds.

Kronologi dan Kesimpulan Pertempuran di Surabaya

Pertempuran di Surabaya memang gagal dimenangkan. Namun, keberhasilan menahan pasukan Sekutu hingga beberapa minggu patut dianggap sebagai prestasi. Bahkan, meskipun akhirnya berhasil menguasai kota, Sekutu menelan kerugian yang cukup banyak, baik dari segi korban maupun modal.

Jika ditarik kesimpulan, Pertempuran Surabaya merupakan simbol semangat perjuangan dan sikap pantang arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan kemerdekaan. Mereka juga menolak campur tangan asing dalam urusan negara.

Pertempuran di Surabaya adalah hasil dari serangkaian peristiwa yang dimulai dengan insiden perobekan bendera pada 19 September 1945. Terdapat dua periode waktu Pertempuran Surabaya. Perang pertama pecah mulai 27-30 Oktober 1945 sedangkan pertempuran kedua berlangsung sejak 10 November selama beberapa pekan.

Battle of Surabaya terjadi di banyak titik di Kota Surabaya. Untuk menjawab kapan waktu dan tempat pertempuran Surabaya, berikut ini kronologi pertempuran di Surabaya:

  • 19 September 1945: Terjadi insiden awal yang memicu pertempuran di Surabaya adalah "insiden bendera" di Hotel Yamato. Kala itu, pemuda Surabaya mencabut warna biru bendera Belanda, meninggalkan warna merah putih.

  • 25 Oktober 1945: Pasukan Sekutu yang dipimpin Brigadir A.W.S. Mallaby datang ke Surabaya tanpa izin pemerintah. Hal ini mengundang kemarahan para pemuda Surabaya dan menyebabkan rakyat setempat waspada.

  • 27 Oktober 1945: Jenderal Hawthorn menyebarkan pamflet yang memerintahkan rakyat Surabaya menyerahkan senjata-senjata mereka dan mengancam hukuman berat. Pamflet ini dianggap sebagai penghinaan terhadap kemerdekaan Indonesia yang baru saja diserukan dan memicu pertempuran selama tiga hari.

  • 30 Oktober 1945: Terjadi perundingan antara Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan Pemerintah RI Jawa Timur dengan pihak Inggris, yang menghasilkan kesepakatan untuk menghentikan kontak senjata, meskipun beberapa pertempuran berlanjut di beberapa tempat. Setelah perundingan ini, Brigadir A.W.S. Mallaby tewas.

  • 31 Oktober 1945: Kematian Mallaby memicu kemarahan Sekutu dan Letnan Jenderal Christison memperingatkan rakyat Surabaya untuk menyerah atau menghadapi ancaman hancur lebur. Di sisi lain, pihak Indonesia menyangkal bahwa Mallaby tewas akibat tindakan rakyat Surabaya dan mengklaim bahwa kematiannya adalah akibat kecelakaan.

  • 7 November 1945: Pasukan Inggris mengirim pasukan baru di bawah Mayor Jenderal E.C. Mansergh dan mengancam akan menduduki Surabaya.

  • 9 November 1945: Pihak Inggris mengeluarkan ultimatum yang merendahkan martabat bangsa Indonesia dan menginstruksikan agar semua pemimpin dan pemuda menyerah pada tanggal 10 November 1945. Di pihak lain, pemuda Surabaya bersiap-siap mempertahankan kota mereka dan menolak ultimatum Inggris.

  • 10 November 1945: Pasukan Inggris dengan dukungan tank dan pesawat tempur menyerang Surabaya, memulai pertempuran sengit yang berlangsung hampir tiga minggu. Meskipun pasukan Inggris berhasil merebut Surabaya, perlawanan rakyat Indonesia terus berlanjut dalam bentuk pertempuran sporadis setelah jatuhnya kota Surabaya.

Baca juga artikel terkait HARI PAHLAWAN atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Fadli Nasrudin