Menuju konten utama

Dugaan Korupsi PT ASDP Tamparan Benahi Tata Kelola BUMN

Eks Komisaris ASDP dicopot setelah melaporkan risiko akuisisi yang kemudian berujung pada skandal korupsi dengan kerugian negara Rp1,2 triliun.

Dugaan Korupsi PT ASDP Tamparan Benahi Tata Kelola BUMN
KPK tahan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pada proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry Persero 2019-2022, Kamis (13/2/2025). tirto.id/Auliya Umayna

tirto.id - Eks Komisaris Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Lalu Sudarmadi, memaparkan cerita di balik pemberhentiannya. Hal ini terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) pada 2019-2022.

Hadir sebagai saksi, Lalu yang menjabat di periode 2015-2020 itu menyatakan sudah memperingatkan proses akuisisi PT JN berpotensi menimbulkan kerugian bagi ASDP. Namun, dirinya justru diberhentikan dari jabatannya, usai dewan komisaris melaporkan kerja sama antara ASDP dengan PT JN, berpotensi menimbulkan kerugian bagi perusahaan pelat merah di bidang transportasi antarpulau itu.

Lalu mengatakan surat laporan ditujukan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir. Intinya menyatakan agar kerja sama antara ASDP dan PT JN dapat diketahui dan ditindaklanjuti.

“Sebenarnya kami melaporkan bahwa akuisisi ini, proses KSU menjadi akuisisi ini akan berisiko. Itu saja intinya, karena kami pernah menolak (rencana itu pada) 2016, itu saja,” kata Lalu di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025).

Lalu dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT JN oleh PT ASDP Indonesia Ferry pada 2019-2022. Terdakwa yang disidangkan, bekas Direktur Utama ASDP, Ira Puspadewi; mantan Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP, Yusuf Hadi; serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono.

Sebelumnya, selain tiga orang tersangka yang berstatus sebagai pejabat PT ASDP, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sudah menetapkan satu orang tersangka swasta dalam masalah ini. Dia adalah Pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie. Namun proses persidangan untuk Adjie belum dilakukan karena alasan kondisi kesehatan.

Duduk Perkara Dugaan Korupsi di Tubuh ASDP

Kembali ke jalannya sidang lanjutan yang menghadirkan Lalu Sudarmadi sebagai saksi itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK membacakan materi surat laporan yang diserahkan kepada Erick Thohir, oleh dewan komisaris ASDP.

Jaksa menyebut, dalam surat tersebut, dewan komisaris mengaku tak diberikan informasi yang maksimal terkait kerja sama antara ASDP dan PT JN oleh jajaran direksi.

Padahal, dewan komisaris sudah meminta direksi ASDP untuk menyusun konsep naskah terlebih dahulu agar dapat memberikan saran dan masukan. Lalu bersama komisaris lainnya juga berpendapat rencana kerja sama tersebut akan menimbulkan kerugian bagi ASDP dan memperkaya badan atau orang lain.

Sebelumnya jajaran komisaris pernah menolak usulan serupa pada 2016 silam, saat kursi Dirut ASDP masih dipegang Danang S Baskoro.

Dalam suratnya untuk Erick Thohir, Lalu menduga skema kerja sama dengan PT JN hanya digunakan oleh Ira dan direksi lainnya, sebagai jalan untuk melakukan akuisisi. Lalu membenarkan materi surat yang dibacakan oleh Jaksa dari KPK. Katanya, surat tersebut dikirimkan kepada Erick Thohir pada 4 Maret 2020.

Pemberhentian Lalu sebagai komisaris

Lalu sempat berharap akan dipanggil oleh Erick Thohir untuk memberikan penjelasan terkait laporan potensi korupsi tersebut. Namun, Lalu justru malah diberhentikan sebagai komisaris.

"Dengan menyampaikan laporan itu saya berharap dipanggil, dipanggil menjelaskan, karena kan risiko bagi kita yang sudah menyetujui itu. Tetapi diberhentikan, tapi diberhentikan itu kan waktu ada serah terimanya itu tidak dijelaskan alasannya," ujar Lalu.

Lalu mengaku, alasan pemberhentiannya dijelaskan oleh pihak BUMN sebagai kekeliruan dari Erick Thohir dalam melihat posisi Lalu. Bos BUMN itu ingin memindahkannya ke tempat yang lebih baik karena dianggap berprestasi.

"Dibilang, ‘oh kesalahannya Pak Menteri. Pak Lalu berprestasi, ini penataan, nanti Pak Lalu ditempatkan, dicarikan tempat yang lain’," tutur Lalu menirukan penjelasan dari Kementerian BUMN.

Namun dalam BAP, Lalu menduga bahwa susunan direksi atau komisaris PT ASDP yang dianggap menjadi penghalang rencana Ira melakukan kerja sama dengan PT JN, akan diberhentikan atau dipecat. Sedangkan, pihak yang mendukung justru akan diusulkan untuk dipromosikan walaupun pihak tersebut memiliki catatan buruk.

Salah satunya terdakwa pada kasus ini, yakni Harry, yang punya catatan manipulasi (fraud) keuangan tapi justru diangkat menjadi direktur perencanaan PT ASDP.

Buruknya Tata Kelola BUMN

Pengakuan Lalu, beserta fakta persidangan dalam kasus dugaan korupsi di PT ASDP sejauh ini memang memperlihatkan masih buruknya tata kelola, sehingga tidak tercapainya praktik good corporate governance (GCG) di tubuh BUMN. Dalam hal ini Kementerian BUMN sebagai pemegang saham mayoritas dari perusahaan pelat merah itu, seharusnya berperan sebagai pengawas terdepan dalam setiap keputusan bisnis perusahaan.

Tata kelola yang buruk termasuk praktik manipulasi dalam keputusan bisnis dan pengabaian saran risiko dari jajaran internal dan eksternal perusahaan, tentu membiarkan korporasi negara menuju jurang kerugian. Ini pula yang menjadi salah satu sebab perusahaan BUMN terus menjadi langganan kasus tindak pidana korupsi.

Pengamat BUMN yang juga Direktur NEXT Indonesia, Herry Gunawan, sepakat bahwa persoalan utama kasus akuisisi ASDP dan PT JN diduga karena melanggar tata kelola BUMN. Mestinya, kata dia, dalam aksi korporasi yang penting seperti akuisisi perusahaan, jajaran direksi perlu meminta persetujuan dari dewan komisaris setelah disetujui oleh direksi secara kolegial.

“Hal-hal yang semestinya itu, kalau kita simak dari perkembangan informasi dari penegak hukum maupun saksi, tidak dilakukan. Jadi proses akuisisinya ada tendensi sudah tidak benar dari awal, tampak ada potensi conflict of interest yang sangat besar,” kata Herry kepada wartawan Tirto, Jumat (18/7/2025).

Pemeriksaan tersangka kasus korupsi di PT ASDP

Tersangka kasus dugaan korupsi di PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) mantan Direktur Utama PT ASDP tahun 2017-2024 Ira Puspadewi berjalan keluar menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (11/4/2025). Ira Puspadewi bersama dua tersangka lainnya yaitu mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP tahun 2020-2024 Harry Muhammad Adhi Caksono dan Direktur Komersial dan Pelayaran PT ASDP tahun 2019-2024 Muhammad Yusuf Hadi kembali diperiksa terkait kasus dugaan korupsi proses Kerja Sama Usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019-2022. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/Spt.

Selain itu, setiap rencana strategis korporasi sepatutnya masuk dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang setiap awal tahun disahkan pada agenda Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Apalagi, kata Herry, jika tidak ada dokumen kajian yang mendukung proses akuisisi sebagai bagian upaya mitigasi risiko. Kalaupun telah dilakukan kajian pendukung, maka kepatuhan dalam memitigasi risiko kerugian perusahaan semestinya dipertimbangkan.

Untuk transaksi yang besar dan strategis seperti akuisisi perusahaan, apalagi yang bersifat material, semestinya meminta persetujuan dari dewan komisaris. Nantinya dewan komisaris wajib menjalankan fungsi pengawasan dan pemberian nasehat kepada keputusan direksi.

“Tapi kalau (saran komisaris) ditabrak, tentu masalahnya pada yang melakukan,” lanjut Herry.

Perihal fakta persidangan bahwa ada peristiwa pencopotan komisaris ASDP yang melapor terkait keganjilan akuisisi PT JN, Herry melihat hal ini sebagai masalah struktural di BUMN. Karena itu, Herry mendorong pihak berwenang di Kementerian BUMN juga mesti dimintai keterangan oleh penegak hukum.

“Karena ada kesan mengabaikan manajemen risiko yang sudah disampaikan oleh Dewan Komisaris. Biar masalahnya jelas dan tuntas,” ucap Herry.

Pengambilan Aset oleh BUMN Berpengaruh terhadap PMN

Sementara itu, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai proses akuisisi ataupun pengambilalihan aset oleh BUMN harus dijalankan dengan penuh prinsip kehati-hatian karena akan menyangkut masa manfaat dan kesehatan aset/emiten. Apabila manfaat ataupun kesehatan aset ditengarai bermasalah, maka yang menanggung kerugian adalah negara, dalam hal ini melalui Penyertaan Modal Negara (PMN).

Maka dari itu, Huda menyarankan agar penunjukan jajaran direksi dan komisaris korporasi BUMN seharusnya melalui seleksi yang ketat guna mendapatkan orang yang tepat (the right man in the right place). Jika prinsip tersebut dilanggar, kata dia, keputusan-keputusan yang dibuat berpotensi dilakukan dengan pertimbangan transaksional, termasuk transaksi politik.

“Seperti yang sekarang diduga dilakukan oleh manajemen ASDP dalam kasus akuisisi PT JN,” ucap Huda kepada wartawan Tirto, Jumat (18/7).

Kantor Kementrian BUMN

Kantor Kementerian BUMN. (FOTO/Yohanes Hasiholan)

Padahal, salah satu fungsi komisaris adalah pengawasan terhadap operasional perusahaan, termasuk strategi akuisisi dan aksi korporasi lainnya. Apabila terjadi dugaan fraud, fungsi komisaris dalam tubuh entitas tersebut patut dipertanyakan.

Jangan sampai penunjukan komisaris didasarkan pada kepentingan individu atau golongan tertentu, termasuk terkait dengan Menteri BUMN.

“Sebagai pemilik saham mayoritas, tentu kewenangan Menteri BUMN sangat besar, termasuk mempengaruhi keputusan pengambilan strategi, baik melalui tangan komisaris ataupun secara langsung,” lanjut Huda.

Kerugian Negara Capai Rp1,2 Triliun

Teranyar, KPK memeriksa Direktur Utama PT Mahkota Pratama, Rudy Susanto, dalam kasus ini. KPK mendalami aliran uang yang dinikmati tersangka untuk melakukan pembelian aset mewah. Pemeriksaan Rudy dilakukan di Gedung Merah Putih KPK pada Selasa (15/7/2025).

“Didalami terkait dengan aliran uang yang dinikmati tersangka yang digunakan untuk pembelian aset properti, emas, dan valas,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, lewat keterangan tertulis.

KPK juga telah menggeledah dua rumah yang berlokasi di Jakarta Selatan pada 23 Juni 2025 lalu. Dari hasil penggeledahan tersebut, KPK menyita lima unit mobil, yang terdiri dari dua unit mobil Lexus, satu unit Mercedes-Maybach, satu unit Toyota Alphard, dan satu unit Mitsubishi Xpander.

Selain itu, Budi mengatakan penyidik menyita senjata api laras pendek dan panjang dengan kaliber 32. Selain itu, KPK sempat menduga bahwa tersangka Adjie, turut menggunakan uang keuntungan akuisisi untuk membeli kripto melalui PT Pintu Kemana Saja.

Sidang Dakwaan Korupsi Akuisisi PT Jembatan Nusantara

Mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi; mantan Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Yusuf Hadi; serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono, yang merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara pada 2019-2022, saat menghadapi sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025). Tirto.id/Auliya Umayna

KPK berujar kasus rasuah bermula saat pemilik PT JN, Adjie, menawarkan perusahaannya untuk diakuisisi oleh PT ASDP pada 2014 silam. Namun, kala itu sebagian direksi PT ASDP dan dewan komisaris menolak dengan alasan kapal-kapal milik PT JN sudah tua.

Empat tahun kemudian, Ira dilantik sebagai Direktur Utama PT ASDP Ferry Indonesia. Adjie kembali menawarkan kerja sama dan akuisisi. Kerja sama pun diterima dan dilanjutkan pada periode 2020-2021.

Dalam kerja sama dan akuisisi, KPK menemukan pembelian kapal tua dan spesifikasi yang di bawah standar. Proses akuisisi turut diduga disamarkan. Salah satunya dokumen terkait penilaian kapal.

Sidang dakwaan korupsi mantan direktur ASDP

Terdakwa kasus dugaan korupsi di PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi (kiri) dan Harry Muhammad Adhi Caksono (kanan) berjalan usai menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/7/2025). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/YU

Tindakan Ira dkk dinilai telah memperkaya korporasi atau orang lain, yakni Adjie, pemilik PT Jembatan Nusantara, mencapai Rp1,2 triliun. Perbuatan para terdakwa bersama Adjie juga merugikan keuangan negara senilai Rp1,2 triliun, berdasar Laporan Penghitungan Kerugian Keuangan Negara.

Perbuatan ketiga terdakwa disebut telah melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Preseden buruk dalam upaya mengembangkan budaya antikorupsi di BUMN

Pegiat antikorupsi sekaligus eks penyidik KPK, Yudi Purnomo, menilai bahwa KPK sudah tepat menjerat para tersangka dengan pasal bermuatan ‘kerugian negara’ dalam kasus PT ASDP. Dengan begitu, sudah terjadi perbuatan melawan hukum dari pihak yang memiliki kewenangan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.

Yudi melihat temuan KPK soal kejanggalan proses akuisisi PT JN merupakan indikasi terjadi tata kelola perusahaan yang dilanggar oleh para terdakwa. Adanya pengabaian saran dari dewan komisaris sebagai pengawas aksi korporasi, turut memperkuat adanya niat jahat atau mens rea yang dilakukan oleh para pelaku.

Yudi juga menyayangkan bahwa terjadi pergantian komisaris yang diduga berkaitan dengan kelancaran proses akuisisi berisiko oleh PT ASDP. Hal ini akan menjadi preseden buruk bagi individu yang memiliki semangat antikorupsi di tubuh perusahaan pelat merah.

“Orang akan takut bertindak benar, apalagi ketika dia punya jabatan. Meskipun sering kali gonta-ganti komisaris hanya disertai alasan formal. Namun ketika ada penyimpangan yang dilaporkan justru orang tersebut diganti, ini menjadi preseden buruk,” kata Yudi kepada wartawan Tirto, Sabtu (19/7).

Baca juga artikel terkait ASDP atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News Plus
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Alfons Yoshio Hartanto