Menuju konten utama

DJP Sebut Revisi PMK soal DPP Nilai Lain agar Beban PPN Tak Naik

Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dalam bentuk omnibus.

DJP Sebut Revisi PMK soal DPP Nilai Lain agar Beban PPN Tak Naik
Petugas Kantor Pelayanan Pajak Pratama melayan konsultasi wajib pajak di Padang, Sumatera Barat, Rabu (15/7/2020). (ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi/aww)

tirto.id - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dalam bentuk omnibus. Langkah tersebut ditujukan untuk merevisi PMK lama tentang dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain dan PPN besaran tertentu.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, mengatakan PMK omnibus diperlukan untuk barang kena pajak (BKP) dalam kategori nonmewah tertentu yang memiliki DPP nilai lain. Serta, PPN besaran tertentu dalam PMK, dapat diberlakukan sama dengan BKP nonmewah yang PPN nya dihitung menggunakan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual berdasarkan PMK Nomor 131 tahun 2024.

Dwi menekankan bahwa penyusunan PMK omnibus ini sebagai upaya agar tidak memberatkan beban PPN agar tidak mengalami kenaikan.

“Tujuan penyusunan RPMK (revisi PMK) mengenai perubahan atas peraturan perpajakan berkaitan dengan barang dan jasa tertentu tersebut adalah agar beban PPN tidak naik,” kata Dwi saat dikonfirmasi Tirto melalui aplikasi perpesanan, Kamis (16/1/2025).

Sebelumnya, Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131/2024 yang mengatur kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025.

Peraturan tersebut diketahui diterbitkan untuk mewujudkan aspek keadilan dalam penerapan PPN dalam bentuk penggunaan nilai untuk dasar pengenaan pajak untuk barang pengenaan pajak untuk barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) tertentu.

“Bahwa guna mewujudkan aspek keadilan di masyarakat perlu diterbitkan kebijakan dalam penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai,” bunyi pertimbangan dalam beleid tersebut dikutip Tirto.

Berdasarkan Pasal 2 Ayat (2) dan Ayat (3) dalam PMK 131/2024 tersebut, dikatakan bahwa tarif PPN 12 persen dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) berupa harga jual atau nilai impor berlaku untuk barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah.

Sementara pada Pasal 2 Ayat (4) berbunyi, pajak masuk atas perolehan BKP atau Jasa Kena Pajak (JKP) dengan nilai lain berupa 11/12 dari nilai impor harga jual atau pengganti tersebut dapat dikreditkan.

“Barang Kena Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa harga jual atau nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,” tulis Pasal 2 Ayat (3) dalam peraturan tersebut.

Mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2025, PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan DPP berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual, sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 di peraturan itu.

Sedangkan, mulai 2 Februari 2025, PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor, sebagaimana bunyi Psal 2 Ayat (2).

Baca juga artikel terkait PPN 12 PERSEN atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama