Menuju konten utama

DJP Bakal Evaluasi Insentif Pajak UMKM dan Sektor Bisnis Lainnya

DJP juga tengah meninjau ulang kebijakan perpajakan yang tumpang tindih serta memperkuat mekanisme pemungutan pajak di sistem administrasi perpajakan.

DJP Bakal Evaluasi Insentif Pajak UMKM dan Sektor Bisnis Lainnya
Sekretaris Deputi bidang Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Kemenko Perekonomian Bimo Wijayanto berjalan usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (20/5/2025). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.

tirto.id - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) akan mengevaluasi berbagai insentif pajak yang telah diberikan kepada seluruh sektor usaha, termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Menurut Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, evaluasi ini dilakukan untuk meninjau apakah insentif yang selama ini diberikan benar-benar sudah menghasilkan tujuan yang ditargetkan.

"Kita juga melakukan evaluasi pemberian insentif perpajakan, apakah insentif insentif perpajakan yang kami berikan kepada dunia bisnis, kepada UMKM, kepada sektor-sektor tertentu," ujar dia, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).

Sementara itu, sebelumnya Bimo menyampaikan bahwa masa pemanfaatan tarif Pajak Penghasilan Final (PPh) final 0,5 persen memang telah berakhir pada 2024. Namun, pelaku UMKM masih bisa memanfaatkan insentif tersebut sampai saat ini.

Meski begitu, saat ini pemerintah tengah memproses perubahan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 yang menjadi dasar pengaturan tarif PPh final 0,5 persen.

"(Memastikan insentif) itu memang sudah menghasilkan tujuan yang memang ditargetkan pada saat pemberian insentif pajak," tambah Bimo.

Selain untuk UMKM, melalui Paket Stimulus Ekonomi, pemerintah juga memberikan insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi pekerja di sektor padat karya seperti industri tekstil, dengan upah hingga Rp10 juta per bulan. Insentif ini diberikan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat.

Kemudian, untuk mendorong transisi menuju energi bersih, pemerintah memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) DTP 10 persen untuk kendaraan listrik yang dirakit di dalam negeri (Completely Knocked Down/CKD), PPN atas Barang Mewah (PPnBM) 15 persen untuk kendaraan listrik impor (Completely Built Up/CBU) dan CKD, Bea Masuk 0 persen untuk kendaraan listrik CKD, PPnBM DTP 3 persen untuk kendaraan hybrid.

Selanjutnya, insentif juga diberikan untuk sektor properti, yakni melalui PPN DTP 100 persen untuk pembelian rumah tapak atau rumah susun dengan kontrak pembelian sejak 1 Januari-30 Juni 2025. Sedangkan untuk kontrak pembelian hunian per 1 Juli-31 Desember 2025 pemerintah menanggung PPN 50 persen.

Pada saat yang sama, DJP juga sedang meninjau kembali kebijakan-kebijakan perpajakan yang tumpang tindih. Selain itu juga penguatan mekanisme pemungutan pajak di sistem administrasi perpajakan juga sedang dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak.

"Di sisi kebijakan, kami sedang meninjau kembali policy gap aturan-aturan yang ada, kemudian kita perkuat mekanisme pemungutan pajak di sistem administrasi perpajakan kami," tutur Bimo.

Baca juga artikel terkait PAJAK atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Insider
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana