Menuju konten utama

Di Balik Ngototnya PDIP & PSI Gulirkan Interpelasi Formula E

Ujang Komaruddin menilai PDIP dan PSI begitu ngotot soal interpelasi Formula E karena memiliki motif politis memperburuk citra Anies Baswedan.

Ilustrasi HL Indepth Formula E. tirto.id/Lugas

tirto.id - Fraksi PDIP dan PSI di DPRD DKI tampak begitu ngotot menggulirkan hak interpelasi Formula E untuk mempertanyakan kepada Gubernur Jakarta Anies Baswedan perihal ajang balapan mobil listrik tersebut.

Hak interpelasi ini menjadi polemik lantaran kedua fraksi tersebut dinilai sampai menghalalkan segala cara demi mencapai kepentingannya itu. Mereka dianggap melanggar tata tertib di badan musyawarah (Bamus) DPRD DKI untuk meloloskan agenda tersebut menuju rapat paripurna.

Alhasil, pada rapat paripurna Selasa (28/9/2021), hanya anggota DPRD DKI dari Fraksi PDIP dan PSI saja yang hadir, sementara tujuh fraksi lain abstain karena sejak awal menyatakan untuk menolak interpelasi Formula E.

Tak hanya itu, karena dinilai menyelipkan agenda interpelasi Formula E dan melanggar tata tertib, Ketua DPRD DKI dari Fraksi PDIP, Prasetyo Edi Marsudi dilaporkan ke Badan Kehormatan Dewan (BKD).

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin menilai kedua fraksi DPRD DKI itu begitu ngotot karena memiliki motif politis untuk memperburuk citra Anies Baswedan di mata publik. Bahkan, hal itu telah dilakukan keduanya sejak dulu sebagai oposisi di ibu kota.

Selain itu, kata Ujang, mereka juga ingin menurunkan elektabilitas Anies dengan terus mengkritik kebijakan Pemprov DKI. Hal itu mereka lakukan dengan berbagai macam cara karena Anies memiliki elektabilitas bagus dan digadang-gadang maju menjadi calon presiden pada Pemilu 2024.

Hal itu dibuktikan setiap kebijakan Anies yang dikritik habis-habisan oleh PSI. Ujang mencontohkan saat Plt Ketua Umum PSI, Giring Ganesha langsung turun tangan dengan menyatakan Anies pembohong dan tidak layak menjadi presiden.

"Itu skenario mereka. Intinya PSI dan PDIP tidak mau Anies menjadi presiden. Maka harus diganjal dan dibusuki dulu sejak awal," kata Ujang saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (29/9/2021).

Ujang mengatakan, motif lainnya kedua fraksi tersebut ngotot melakukan interpelasi karena ingin menarik simpati publik demi meningkatkan elektabilitas. Sebab, kata dia, PSI merupakan partai baru yang membutuhkan eksistensi dan sensasi agar dikenal publik. Sementara PDIP beberapa waktu terakhir kadernya terjerat kasus korupsi, yakni Harun Masiku dan Juliari Batubara.

Harun Masiku adalah mantan caleg PDIP yang belakangan tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024, tetapi hingga hari ini ia belum bisa ditangkap dan sudah berstatus DPO sejak Januari 2020. Sedangkan Juliari Batubara merupakan terdakwa kasus korupsi yang menerima uang suap Rp32,4 miliar berkaitan dengan bansos Corona di Kementerian Sosial.

"Keduanya butuh pencitraan, butuh panggung, caranya ya kritik kebijakan Anies. Jadi seolah-olah mereka peduli terhadap rakyat," kata Ujang.

Sebaliknya, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai sikap Fraksi PDIP dan PSI di DPRD DKI yang ngotot menggulirkan hak interpelasi Formula E sebagai sikap yang wajar.

"Wajar mereka ngotot, karena sejak awal sudah seperti itu, sikap mereka sebagai oposisi Anies," kata Lucius kepada reporter Tirto, Rabu (29/9/2021).

Perihal menyalahkan tata tertib, Lucius menduga ada niat tidak baik dari Ketua DPRD DKI, Prasetyo dengan menyusupkan agenda tanpa meminta persetujuan anggota Bamus. "Ini mungkin bisa disebut melanggar," kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD DKI dari Fraksi Gerindra, M. Taufik menilai ngototnya PDIP dan PSI melakukan interpelasi Formula E hanya nafsu politik saja.

Dia meminta kepada ketua DPRD DKI agar bijaksana dalam menjalankan organisasi lembaga negara ini sesuai dengan tatib dan peraturan perundang-undangan. Jangan memberikan contoh tidak baik terhadap warga ibu kota, bahwa melanggar aturan itu hal yang lumrah, kata dia.

"Dengan adanya agenda colongan dan Bamus ilegal seperti ini membuktikan bahwa interpelasi adalah nafsu politik PDIP dan PSI saja. Rela tempuh segala cara bahkan yang legal demi bisa mengganggu kerja gubernur," kata Taufik di Gedung DPRD DKI, Senin (27/9/2021).

Respons PDIP dan PSI

Anggota DPRD DKI dari Fraksi PSI, Anggara Wicitra Sastroamidjojo membantah pihaknya ngotot melakukan interpelasi Formula E untuk memperburuk citra Anies. "Kami tidak menyerang pribadi Pak Gubernur [Anies], tapi menyerang keputusan politiknya, karena anggara Formula E pakai APBD," kata Anggara kepada reporter Tirto, Rabu (29/9/2021).

Anggara juga mempersilakan kepada publik menilai jika motif PSI menggulirkan interpelasi Formula E untuk meningkatkan citra partainya. "Semua saya serahkan ke meraka menilai dengan kacamata apa. Tapi lihat substansi kami menolak ini sejak 2019, awal kali informasi Formua E," kata dia.

Ketua Fraksi PDIP di DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan sah-sah saja jika publik mengatakan pihaknya ngotot menggulirkan interpelasi untuk meningkatkan citra partainya tersebut.

Dia menegaskan, interpelasi merupakan hak konstitusional anggota dewan, terlebih DPRD DKI dari Fraksi PDIP menilai ajang balapan Formula E tidak tepat digelar saat pandemi COVID-19.

"Kerja kami memang output-nya politik. Tapi bisa dilihat kerja kami benar atau tidak. Tujuan kami jelas kok, mempertanyakan setiap rupiah yang keluar dari APBD DKI, kami punya kewajiban untuk mengawasinya," kata Gembong kepada reporter Tirto, Rabu (29/9/2021).

Jejak Polemik Interpelasi Formula E

Interpelasi Formula E digulirkan oleh 33 anggota DPRD DKI, terdiri dari dua fraksi, yakni 25 orang dari PDIP dan sisanya 8 anggota dari PSI. Mereka mengusulkan hak interpelasi dengan menandatangani petisi.

"Kami dari PDIP maupun dari PSI hari ini menyerahkan tanda tangan kami untuk memberikan sebuah hak interpelasi kepada saudara gubernur," kata anggota DPRD dari Fraksi PDIP, Rasyidi di Gedung legislatif, Jakarta Pusat, Kamis (26/8/2021).

PDIP dan PSI terus menggalang dukungan dari ketujuh fraksi lainnya di DPRD DKI, namun ditolak. Akhirnya Ketua DPRD DKI dari Fraksi PDIP, Prasetyo membawa agenda interpelasi Formula E ke Bamus. Setelah dibahas, Prasetyo mengagendakan pembahasan interpelasi Formula E di rapat paripurna pada Selasa (28/9/2021).

Dia mengaku, usulan rapat paripurna disuarakan oleh dua pengusung interpelasi yaitu PDIP dan PSI. "Karena di tata tertib dikatakan 15 orang sudah cukup untuk interpelasi, dijadwalkan lagi, disetujui," kata Prasetyo di Gedung DPRD DKI, Senin (27/9/2021).

Namun, Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik mengkritik hal tersebut. Taufik menilai Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi telah menabrak tatib yang dibuat dan disahkanya melalui ketukan palu tangannya sendiri.

Prasetyo diduga telah menyelipkan soal pelaksanaan paripurna hak interpelasi anggota dewan dalam rapat Bamus DPRD DKI. Padahal, agenda tersebut tidak ada dalam undangan Bamus DPRD DKI.

Kata Taufik, dalam Pasal 80 ayat 3 Tatib DPRD DKI jelas tertera bahwa surat undangan keluar wajib ditandatangani Ketua DPRD DKI Jakarta dan setidaknya mendapat paraf dua Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta. Namun, untuk Bamus, paripurna hak interpelasi Formula E tidak ada dalam agenda dan tak ada paraf dari WakiI Ketua DPRD DKI alias ilegal, sehingga Prasetio dinilai telah melanggar aturannya sendiri.

"Interpelasi tidak ada dalam undangan agenda. Aneh saja, kok bisa senafsu itu," kata Taufik di Gedung DPRD DKI, Senin (27/9/2021). Taufik juga menegaskan jika ketujuh fraksi yakni PAN, PKS, Gerindra, Golkar, PPP-PKB, Nasdem, dan Demokrat menyatakan menolak interpelasi Formula E.

Meski telah ditolak, keesokan harinya, Selasa (28/9) Prasetyo tetap menggelar rapat paripurna interpelasi Formula E. Namun, giat tersebut ditunda karena tidak kuorum, hanya dihadiri oleh 31 anggota Dewan, terdiri dari 25 anggota Fraksi PDIP dan 6 anggota Fraksi PSI, dua partai yang selama ini menggaungkan isu interpelasi Formula E.

Rapat paripurna dinyatakan kuorum apabila dihadiri 50% + 1 orang. Diketahui, jumlah anggota DPRD DKI Jakarta saat ini adalah 105 orang, karena satu pengganti Arifin dari fraksi PKS yang wafat belum dilantik. Artinya, sebanyak 53 orang paling sedikit harus datang ke rapat paripurna jika ingin kuorum.

"Di dalam forum ini juga tidak kuorum 50 [persen] +1, jadi rapat paripurna pengusulan interpelasi kami skors. Saya ralat, bukan di skors, tapi ditunda," kata Prasetyo selaku pimpinan rapat, Selasa (28/9/2021). Anggota DPRD lainnya mengatakan pembahasan interpelasi Formula E selanjutnya akan dibahas di Bamus.

Usai paripurna, Prasetyo mengatakan alasannya menunda rapat untuk memberikan contoh kepada tujuh fraksi DPRD DKI lainnya yang tidak hadir. Dia mengimbau, apabila ketujuh fraksi itu tidak terima dengan interpelasi Formula E, sebaiknya dikatakan melalui ruang-ruang pertemuan anggota dewan. Bukan melalui media pemberitaan atau pertemuan di restoran.

Fraksi PSI juga menyatakan kecewaannya terhadap sikap tujuh fraksi lain yang lalai menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat dengan tidak hadir pada rapat paripurna hak interpelasi Formula E.

“Sudah kenyang ditraktir makan Gubernur Anies, sekarang malah bolos rapat. Kita ini bukan parlemen tempat makan, tapi parlemen sesungguhnya yang bicara di forum terhormat yakni rapat paripurna DPRD DKI Jakarta,” kata Ketua Fraksi PSI Idris Ahmad melalui keterangan tertulisnya, Selasa (28/9/2021).

Prasetyo Dilaporkan ke Badan Kehormatan Dewan

Atas perbuatannya yang melanggar tata tertib karena menggelar rapat paripurna secara ilegal, Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Achmad Yani mengatakan para Wakil Ketua DPRD dan tujuh fraksi penolak hak interpelasi akan melaporkan Prasetyo ke BKD.

"Para pimpinan dan juga para anggota fraksi [penolak interpelasi] seluruh anggota dewan yang menolak rapur yang ilegal itu segera mungkin [melaporkan ke BKD] sebelum sekitar dzuhur lah," kata Achmad di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa (28/9/2021).

Prasetyo mengaku siap penuhi panggilan BKD untuk klarifikasi hal tersebut. Politikus PDIP itu meyakini apa yang dilakukannya benar. Prasetyo menjelaskan, dalam Pasal 133 Peraturan DPRD DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib disebut bahwa setiap anggota dewan dalam rapat berhak mengajukan usul dan pendapat, baik kepada pemerintah daerah maupun pimpinan dewan.

Selanjutnya ayat 2 di pasal yang sama menyebut usul dan pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 disampaikan dengan memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan, santun, dan kepatutan sesuai kode etik.

Atas dasar itu, kata Prasetyo, dirinya mengakomodir usulan mengagendakan rapat paripurna interpelasi dalam rapat Bamus. Prasetyo menyebut dalam rapat Bamus saat itu hadir pula fraksi yang menolak pengajuan hak interpelasi. Namun, sejumlah fraksi itu tak mengemukakan pendapat hingga dirinya mengetuk palu penutup rapat.

“Padahal kita tahu bersama bahwa seluruh pendapat, pernyataan, atau argumentasi apa pun baiknya disampaikan dalam meja resmi rapat DPRD Provinsi DKI Jakarta, bukan di meja makan,” kata Prasetio dalam melalui akun Instagramnya, @prasetyoedimarsudi, Rabu (29/9/2021).

Gubernur Jakarta Anies Baswedan mengatakan tidak memberikan respons khusus perihal Gedung DPRD DKI Interpelasi Formula E. Dia menyerahkan seluruh proses pembahasan interpelasi Formula E di internal DPRD DKI.

"Karena itu kan proses internal ya, kita lihat saja seperti apa," kata Anies di Ancol, Jakarta Utara, Selasa (28/9/2021).

Sementara Wakil Gubernur Jakarta Riza Patria berharap para anggota dewan solid dan dapat duduk bersama untuk saling bersinergi dalam membahas Formua E.

"Kami berharap juga teman-teman di DPRD semuanya bisa kompak, bisa solid, bisa rukun, saling melengkapi, saling membantu satu sama lain, sesama partai, fraksi bisa bersatu," kata Riza di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa (28/9/2021) malam.

Baca juga artikel terkait FORMULA E JAKARTA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz
-->