tirto.id - Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, mengatakan denda damai hanya bisa diterapkan pada tindak pidana tertentu, bukan korupsi. Pada prinsipnya, kata Mahfud, dalam hukum pidana tidak ada perdamaian.
Hal tersebut ia sampaikan saat mengomentari soal pernyataan Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, yang mengatakan selain pengampunan dari presiden, pelaku tindak pidana termasuk koruptor bisa diampuni melalui denda damai di Kejaksaan Agung.
"Tapi kalau korupsi kan sudah ada undang-undangnya sendiri, di dalam hukum pidana itu, Mas, gak ada perdamaian pada prinsipnya, beda dengan perdata," kata Mahfud dalam podcast bertajuk “Terus Terang” yang tayang di chanel Youtube resminya, Mahfud MD Official, Rabu (25/12/2024).
Dia menjelaskan dalam hukum pidana seorang pelaku tidaklah berurusan dengan korban, atau apa yang telah dirugikan, melainkan berurusan dengan negara dalam pertanggungjawabannya.
"Makanya muncul istilah restorative justice (perdamaian). Tapi ingat, restorative justice itu tidak berlaku terhadap kejahatan-kejahatan besar. Restorative justice itu [untuk hal-hal] sepele," ujarnya.
Dia menegaskan kasus seperti korupsi, pembunuhan, dan perampokan, tidak masuk dalam restorative justice, begitu pun dengan denda damai.
"Nah kalau semua orang, bahwa undang-undang Kejaksaan menyatakan boleh didamaikan, ya akhirnya tidak usah penjara saja, tidak usah ada hukum," tuturnya.
Kemudian dia menjelaskan bahwa hukum dengan perdamaian ini sudah ada di masyarakat sejak dahulu. Namun, kata Mahfud, hukum di Indonesia telah berkembang, sehingga dia mengingatkan untuk tidak merusak perkembangan tersebut.
"Jangan dikacaukan ini. Masalah hukum kita ini berkembang dari waktu ke waktu, kita benahi, dengan begitu susah payah, jangan dirusak," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, mengatakan selain pengampunan dari presiden, pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, bisa juga diberikan melalui denda damai. Menurutnya, kewenangan denda damai dimiliki oleh Kejaksaan Agung lantaran Undang-undang tentang Kejaksaan yang baru memungkinkan hal tersebut.
“Tanpa lewat presiden pun memungkinkan [memberi pengampunan kepada koruptor] karena Undang-undang Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata Supratman, dalam keterangan tertulis yang dikutip Selasa (24/12/2024).
Supratman menjelaskan, yang dimaksud dengan denda damai adalah penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh Jaksa Agung. Denda damai ini, kata Supratman, dapat digunakan untuk menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara.
Meski demikian, Supratman mengatakan implementasi denda damai masih menunggu peraturan turunan dari Undang-undang tentang Kejaksaan. Supratman menyebut, pemerintah dan DPR telah sepakat bahwa peraturan turunannya dalam bentuk peraturan Jaksa Agung.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Irfan Teguh Pribadi