Menuju konten utama

Kejagung: Denda Damai untuk Kasus yang Merugikan Ekonomi Negara

Denda damai yang dimaksud adalah yang merugikan perekonomian negara, termasuk tindak pidana ekonomi, misalnya tindak pidana kepabeanan, cukai, dll. 

Kejagung: Denda Damai untuk Kasus yang Merugikan Ekonomi Negara
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menjelaskan mengenai pemeriksaan adik terpidana Ronald Tannur, CT, Selasa (5/11/2024). (FOTO/Dokumentasi Kejaksaan Agung)

tirto.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan mengenai denda damai yang akan diterapkan dalam sistem hukum Indonesia kepada para pelaku tindak pidana korupsi. Aturan itu bahkan sudah tertuang dalam Undang-Undang Kejaksaan yang baru.

Dalam pasal 35 (1) huruf k UU No. 11 tahun 2021 tentang Kejaksaan RI menyatakan Jaksa Agung mempunyai tugas dan kewenangan menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara, dan dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi berdasarkan peraturan perundang-undangan.

"⁠Penyelesaian secara denda damai yang dimaksud dalam pasal ini adalah untuk UU sektoral yang merugikan perekonomian negara dan termasuk dalam tindak pidana ekonomi, misalnya tindak pidana kepabeanan, cukai, dan lain-lain," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, kepada reporter Tirto, Selasa (24/12/2024)

Harli menerangkan, untuk pelaku yang dijerat pasal 2 dan 3 Undang-undang Tipikor, proses pidana tetap dijalankan sebagaimana mestinya. Begitu juga dengan tersangka yang ditetapkan dalam kasus tipikor berdampak kerugian negara dan perekonomian negara.

"Kalau dari aspek teknis yuridis, tipikor tidak termasuk yang dapat diterapkan denda damai yang dimaksud Pasal 35 (1) huruf k, kecuali ada definisi yang memasukkan korupsi sebagai tindak pidana ekonomi," ucap dia.

Denda damai, kata Harli, adalah penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh Jaksa Agung terhadap perkara tindak pidana ekonomi. ⁠Sementara, pengertian tindak pidana ekonomi sebagaimana tersurat dalam Pasal 1 UU No. 7 tahun 1955.

Sebelumnya, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, mengatakan selain pengampunan dari presiden, pengampunan bagi pelaku tindak pidana termasuk koruptor, bisa juga diberikan melalui denda damai. Menurutnya, kewenangan denda damai dimiliki oleh Kejaksaan Agung lantaran Undang-undang tentang Kejaksaan yang baru, memungkinkan hal tersebut.

“Tanpa lewat presiden pun memungkinkan [memberi pengampunan kepada koruptor] karena Undang-undang Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata Supratman dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (24/12/2024).

Supratman menjelaskan, yang dimaksud denda damai adalah penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh Jaksa Agung. Denda damai ini, kata dia, dapat digunakan untuk menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara.

Meski demikian, Supratman mengatakan implementasi denda damai masih menunggu peraturan turunan dari Undang-undang tentang Kejaksaan. Supratman menyebut, pemerintah dan DPR telah sepakat bahwa peraturan turunannya dalam bentuk peraturan Jaksa Agung.

Baca juga artikel terkait KORUPTOR atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Hukum
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Irfan Teguh Pribadi