Menuju konten utama

Cuaca Ekstrem di Bali Sampai Kapan? Cek Info BMKG Terbaru

BBMKG Wilayah III Denpasar mengeluarkan peringatan dini potensi hujan sedang-lebat di Bali. Cek sampai kapan cuaca ekstrem berpotensi terjadi di Bali.

Cuaca Ekstrem di Bali Sampai Kapan? Cek Info BMKG Terbaru
Warga melihat banjir yang menggenangi kawasan Underpass Simpang Dewa Ruci, Kuta, Badung, Bali, Rabu (10/9/2025). Hujan yang mengguyur wilayah Bali sejak Selasa (9/9) mengakibatkan banjir di berbagai titik dengan ketinggian air yang bervariasi hingga mencapai 1,5 meter. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nym,.

tirto.id - Cuaca ekstrem dengan hujan berintensitas sedang-lebat diprediksi akan mengguyur sebagian wilayah Bali selama sepekan ini. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) imbau masyarakat siaga.

Belum genap seminggu sejak banjir besar yang melanda Bali pada 10 September lalu, banjir kembali mendera sejumlah wilayah Pulau Dewata pada Senin (15/9/2025) lalu.

Genangan air dilaporkan kembali terjadi di sejumlah titik, seperti Denpasar dan Badung, imbas hujan lebat yang turun pada Senin.

Di tengah upaya mitigasi banjir yang masih berlangsung hingga kini, BMKG peringatkan potensi cuaca ekstrem sepanjang minggu ini.

Peringatan Dini Hujan Sedang-Lebat di Bali hingga 21 September 2025

Potensi cuaca ekstrem yang diprediksi melanda Bali pada minggu ini tersebut membuat Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar mengeluarkan peringatan dini.

Menurut keterangan Kepala BBMKG Wilayah III Denpasar, Cahyo Nugroho, peringatan dini potensi hujan berintensitas sedang hingga lebat tersebut berlaku hingga Minggu, 21 September 2025.

"Waspada potensi hujan sedang hingga lebat di sebagian besar wilayah Bali," katanya, dilansir dari Antara.

Hujan sepanjang minggu ini, dijelaskan Cahyo, diprediksi akan terjadi dalam waktu yang bervariasi menurut wilayahnya.

Untuk Bali bagian selatan, hujan dengan intensitas sedang-lebat diprediksi terjadi hingga 17 September. Sementara, untuk Bali bagian timur, tengah, utara, selatan, dan barat, hujan diprediksi terjadi pada 18-21 September.

Selain hujan, prediksi ini juga mencakup potensi angin dengan kecepatan mencapai 38 kilometer perjam, yang akan bergerak dari arah timur ke tenggara.

Oleh karenanya, BBMKG mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi dampak cuaca ekstrem, seperti terjadinya banjir, angin kencang, dan pohon tumbang.

Sementara itu, pada Selasa, Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta menyatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan BNPB dan BMKG pusat untuk membahas usulan operasi modifikasi cuaca di Bali.

Menurutnya, modifikasi cuaca penting dilakukan di tengah situasi Bali yang sedang berupaya pulih dari bencana banjir besar.

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan bahwa banjir besar yang merendam Bali pada awal September memiliki potensi berulang.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam konferensi daring pada Senin.

"Kalau dalam teknik sipil, kita mengenal istilah periode ulang banjir," katanya.

Dijelaskan Abdul Muhari, BNPB kini tengah berupaya untuk meninjau potensi tersebut melalui data historis bencana.

Hasil penelusuran itu nantinya dapat dijadikan sebagai dasar bagi pemerintah untuk melakukan mitigasi jangka panjang.

"Tujuannya pariwisata Bali harus pulih, tetapi jangan sampai kita lupa bahwa bencana tidak berhenti di satu kejadian. Ia akan berulang, apalagi jika faktor pemicunya tetap ada," jelasnya.

Dalam konteks Bali, ia menjelaskan bahwa salah satu faktor pemicu potensi bencana berulang tersebut adalah pembangunan daerah yang tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan.

Meskipun dipicu oleh cuaca ekstrem yang belakangan terjadi, jelasnya, persoalan tata kelola sampah dan alih fungsi lahan memperparah dampak banjir pada awal September lalu.

Abdul Muhari menuturkan, sampah di Bali telah menyumbat arus bantaran kali dan aliran sungai, membuat air meluap ke permukiman.

Alih fungsi lahan hutan dan pertanian di Bali dalam kurun waktu 2012-2019 juga dinilai terlalu masif, menyebabkan daerah resapan air berkurang, tidak mampu menampung air yang datang.

"Kita harus kembalikan pariwisata pada ekosistem yang seimbang," katanya.

Baca juga artikel terkait BANJIR BALI atau tulisan lainnya dari Rizal Amril Yahya

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Rizal Amril Yahya
Penulis: Rizal Amril Yahya
Editor: Dicky Setyawan