tirto.id - Baca artikel pertama dari Seri Mengasihi di tautan berikut: Bagaimana Kita Bersikap Ketika Orang Terkasih Jatuh Sakit?
Sakit merupakan pengalaman yang manusiawi—episode tak terelakkan dari roda kehidupan.
Proses menjalaninya tentu diwarnai dengan sederet tantangan, terlebih apabila berkaitan dengan penyakit kronis atau kritis.
Itulah mengapa dalam perjuangan mendapatkan kesembuhan, peran caregiver atau pendamping mustahil dilepaskan dari keseharian orang yang sakit.
Caregiver, seperti didefinisikan di situs Mayo Clinic, adalah orang yang mendampingi siapa saja yang membutuhkan—bisa jadi pasangannya, rekan kerja yang sakit, anak penyandang disabilitas, teman, atau saudara yang sudah lanjut usia.
Dukungan terhadap anggota keluarga atau orang terkasih yang sakit berperan penting untuk membantu meningkatkan kualitas hidup mereka.
Melansir situs organisasi nirlaba The Sunflower Society, kehadiran pendamping dapat membantu meredakan tingkat stres pada mereka yang sakit, terlebih jika dilakukan dalam jangka waktu yang lama.
Tingkat stres yang lebih rendah ini pun diharapkan turut mengurangi rasa kesepian dan kecenderungan depresi pada orang yang sakit.
Di satu sisi, mustahil untuk memungkiri bahwa rutinitas merawat orang sakit sangatlah melelahkan, baik secara mental, emosional, dan fisik.

Realitasnya, caregiver acap kali bekerja terlalu keras sampai lupa untuk meluangkan waktu bagi diri sendiri.
Kenyataan demikian kerap ditemui pada caregiver yang tidak memiliki cukup sumber daya finansial maupun operasional.
Gambaran tersebut terlihat dalam survei global yang dilakukan oleh Merck pada 2021 lalu—bertepatan dengan momentum pandemi COVID-19.
Survei Merck menyebutkan betapa merawat seorang yang sakit menjadi pekerjaan yang sulit, terutama bagi kaum lebih muda.
Sebanyak 77 persen responden caregiver berusia 18 hingga 34 tahun mengatakan bahwa situasi pandemi membuat mereka merasa lebih lelah daripada sebelumnya. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan 57 persen caregiver berusia 65 tahun ke atas.
Sehubungan dengan kerja produktif, 22 persen responden mengatakan bahwa mereka harus mengurangi jam kerjanya untuk memenuhi tanggung jawab sebagai caregiver.
Masih ada pula faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan kelelahan caregiver.
Sebut di antaranya tuntutan-tuntutan untuk mendampingi orang sakit yang perlu perawatan intensif, menghabiskan banyak waktu untuk merawat, tidak memiliki pilihan selain menjadi pengasuh, belum lagi perasaan tidak berdaya atau tertekan dan kesendirian.
Semua tuntutan sebagai caregiver itu pun pada akhirnya berpotensi menimbulkan stres dan kelelahan fisik.
Tak jarang, muncul emosi-emosi negatif seperti marah, frustrasi, lelah, sedih dan sendiriann ketika menghadapi situasi ini.
Apabila dibiarkan, tingkat stres dan kecemasan yang tinggi dari waktu ke waktu itu bisa membahayakan kesehatan caregiver itu sendiri—berdampak pada kurangnya jam tidur, aktivitas olahraga, bahkan konsumsi makanan seimbang.
Pada skenario terburuk, caregiver perlu siap dengan risiko-risiko kesehatan, seperti penyakit jantung dan diabetes. Di satu sisi, ironis apabila caregiver pada akhirnya jatuh sakit pula.
Pada waktu sama, caregiver acap kali merasa bersalah karena meluangkan waktu dan ruang untuk diri mereka sendiri saat seseorang yang mereka cintai jatuh sakit.
Lantas, bagaimana sebaiknya caregiver menjaga diri agar tetap sehat secara mental dan fisik?
Rakshitha Ravishankar dalam artikelnya di Harvard Business Reviewmenuturkan bahwa beberapa orang memang menganggap tindakan meminta bantuan akan membuat mereka terlihat rentan atau lemah.
Namun demikian, dalam situasi ini, Ravishankar menyarankan untuk tetap menerima kenyataan bahwa, sebagai caregiver, kamu tidak pernah bisa melakukan segala hal sendirian.
Apabila memerlukan bantuan, akui. Jangan ragu untuk meminta bantuan pada orang yang dipercaya.
Coba susunlah daftar nama teman dan anggota keluarga lain yang bersedia membantu. Tanyakan kepada mereka, apakah mereka bersedia dan mampu menjadi caregiver pendukung atau cadangan ketika kamu tengah membutuhkan waktu jeda dari aktivitas merawat orang terkasih.
Kemudian, buatlah semacam jadwal atau agenda yang rapi. Dari situ, kamu dapat menyusun back upplan yang dapat diterapkan sewaktu-waktu.
Mereka yang biasanya ramah, kemungkinan akan menunjukkan kegusaran. Bisa jadi, muncul kesalahpahaman. Potensi gesekan dan pertengkaran semakin besar.
Maka dari itu, meminta bantuan kepada orang lain—termasuk membagi tugas sehari-sehari di rumah dan mendampingi orang sakit untuk berobat ke rumah sakit—akan sangat membantu kelelahan fisik dan emosional.
Beri waktu pada diri sendiri untuk istirahat sesekali. Menonton film, berkebun, jalan-jalan ke pusat perbelanjaan—luangkan momen untuk menikmati kesenangan-kesenangan sederhana yang berbeda dari rutinitas.
Melansir artikel yang ditulis K. DeRouen di situs platform layanan chat kesehatan mental Suportiv, keputusan caregiver untuk menjaga atau memulihkan kesejahteraan bukanlah tindakan egois.
Sudah tentu, caregiver hanya dapat memberikan perawatan yang berkualitas apabila dirinya memahami betul keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya.
Ketahuilah batasmu. Beranikan diri untuk bilang “tidak” ketika kamu merasa kewalahan dengan tugas pendampingan.
Langkah tersebut menyiratkan bahwa saat melakukan tugas sebagai pendamping, kamu bersungguh-sungguh menjalankannya.
Sekali lagi, caregiver juga manusia yang berhak untuk menikmati kegiatan olahraga, tidur cukup, melakukan hobi—termasuk memiliki waktu untuk menjangkau teman-teman dan komunitas yang mendukungmu selama ini.
Sekali lagi, ingat, dirimu juga perlu diprioritaskan dan disayang. Rawat dan cintai diri sendiri ketika mendampingi orang terkasihmu yang sedang sakit.
Sebab, kesehatanmu juga sama pentingnya sekaligus modal utama dalam mendukung mereka.
Penulis: MN Yunita
Editor: Sekar Kinasih
Masuk tirto.id







































