Menuju konten utama
Bursa Calon Panglima TNI

Calon Pengganti Andika & Surpres yang Tak Kunjung Dikirim Jokowi

Kans KSAL Laksamana Yudo Margono dinilai lebih kuat meski KSAD Jenderal Dudung Abdurrahman tetap berpeluang.

Calon Pengganti Andika & Surpres yang Tak Kunjung Dikirim Jokowi
Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa (ketiga kiri) didampingi KASAL Laksamana TNI Yudo Margono (kedua kiri) dan KASAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo (kiri) berbincang dengan anggota DPR dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/9/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

tirto.id - Waktu pensiun Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa semakin dekat. Setidaknya, kurang dari 1 bulan eks KSAD itu akan memasuki masa pensiun, sementara Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum juga menyerahkan nama calon panglima baru ke DPR.

Wakil Ketua DPR RI, Lodewijk F. Paulus mengingatkan pemerintah agar segera menyerahkan surat presiden (surpres) nama Panglima TNI pengganti Andika. Politikus Golkar ini mengacu pada UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI yang mengamanatkan surpres diserahkan ke DPR paling lambat 20 hari sebelum reses.

“Kami akan reses pada 16 Desember, surpres sudah harus diserahkan ke DPR. Berarti batas reses itu ada pada 25 November nanti,” kata Lodewijk di Hotel Sultan, Jakarta Pusat pada Senin (21/11/2022). “Kami paham karena Pak Jokowi sedang sibuk di G20. Pak Jokowi sibuk ke sana kemari.”

Lodewijk juga minta publik tidak khawatir bila surpres pergantian Panglima TNI belum diberikan. Menurutnya, pergantian orang nomor satu di TNI tersebut hanya soal waktu, DPR secara mekanisme dan prosedur sudah siap untuk melakukan fit and proper test kapan saja.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Teuku Riefky Harsya mengatakan, pihaknya telah mendorong pimpinan DPR agar berkomunikasi soal calon Panglima TNI agar tidak kosong.

“Kami sampai sekarang belum menerima. Namun, yang telah kami upayakan dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) kami meminta para pimpinan DPR untuk menanyakan ke presiden,” kata dia.

Presiden Jokowi hingga saat ini memang belum mengirim surpres nama calon panglima. Pernyataan terakhir Jokowi mengaku segera mengirimkan nama pengganti Andika pada 7 November 2022. “Segera kita siapkan penggantinya,” kata Jokowi kala itu.

Pesan di Balik Surpres Tak Kunjung Dikirim

Pemerhati militer dari Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas menilai, surpres belum dikeluarkan Jokowi tidak serta-merta bahwa ia mendukung gagasan memperpanjang masa jabatan Andika. Penilaian ini setidaknya berdasarkan rekam jejak Jokowi dalam memilih panglima.

Dalam catatan Anton, dua kali Jokowi mengajukan surpres pengganti panglima 1 bulan sebelum panglima yang digantikan berusia 58 tahun, yakni saat Gatot Nurmantyo menggantikan Moeldoko maupun Hadi Tjahjanto menggantikan Gatot. Sementara itu, Jokowi mengirimkan surpres 5 hari sebelum Hadi berumur 58 tahun saat pergantian Hadi ke Andika.

“Jika melihat dua pola tersebut, maka bisa jadi Jokowi masih mempertimbangkan dengan matang siapa calon Panglima TNI mendatang, apakah akan memberikan kesempatan pada KSAL untuk menjadi Panglima TNI atau melanjutkan kebijakan anomali dengan menunjuk KSAD sebagai Panglima TNI,” kata Anton kepada Tirto, Selasa (22/11/2022).

Dari sisi ketentuan, Anton tidak memungkiri Jokowi dapat mengirimkan surpres sebelum Desember berakhir. Bahkan, jika surpres dikirimkan setelah 21 Desember saat Andika berusia 58 tahun juga tetap diperbolehkan dari sisi ketentuan.

Namun, kata dia, semakin mepetnya surpres dikirim, maka kian sedikit waktu yang tersedia bagi DPR untuk mempelajari dan memeriksa profil calon Panglima TNI dengan baik. Karena itu, ada baiknya Jokowi segera mengirimkan surpres ke DPR sehingga parlemen tidak terburu-buru dalam memproses surat tersebut.

Selain itu, penting kiranya Presiden Jokowi untuk tidak memikirkan opsi perpanjangan usia pensiun Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Sebab, hal itu dapat mengganggu roda regenerasi di tubuh TNI.

RAKER TNI DAN DPR

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa bersiap mengikuti rapat kerja bersama Komisi I DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (24/1/2022). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menduga, akan ada kesamaan pemilihan dan pergantian Panglima TNI di masa depan. Hal itu tidak lepas dari kejadian pergantian Gatot ke Hadi maupun Hadi ke Andika yang berjalan cepat. Padahal, idealnya, Jokowi mengirimkan surpres 20 hari sebelum DPR memasuki reses sehingga usulan tersebut paling lambat 15 Desember 2022.

“Jadi kalaupun mau dipetakan, memang ada sedikit kemiripan dalam pengangkatan Hadi dan Andika. Yaitu proses di DPR jika dihitung sejak surpres diterima hingga disetujui melalui rapat paripurna, berlangsung sangat cepat, kurang dari sepekan. Tepatnya sekitar 3-4 hari kerja,” kata Fahmi.

Fahmi menambahkan, “Proses penggantian mereka juga bakal kurang lebih sama. Hadi diusulkan untuk diganti, kurang dari sebulan sebelum berusia 58 tahun. Sementara Andika akan berusia 58 tahun pada 21 Desember 2022, namun hingga saat ini presiden belum mengusulkan nama penggantinya ke DPR.”

Siapa yang Layak dan Apakah Harus dari TNI AL?

Anton menilai ketiga kepala staf punya kesempatan yang sama. Ia mengingatkan syarat menjadi panglima adalah harus pernah menjabat sebagai kepala staf. Di sisi lain, ada faktor eksternal yang berbeda dengan mantan panglima sebelumnya adalah tidak ada kedekatan dengan Jokowi.

Namun, kata dia, kans KSAL Laksamana Yudo Margono akan lebih kuat meski KSAD Jenderal Dudung Abdurrahman tetap berpeluang.

“Jika merujuk pada Pasal 13 ayat 3 UU No 34/2004 tentang TNI, posisi Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian. Dan sejak Jokowi menjabat pada 2014, hanya KSAL yang belum mendapat giliran menjabat posisi Panglima TNI,” kata Anton.

Pendapat Anton juga mengacu agar ada kesetaraan antar-matra. Semangat rotasi dimunculkan karena hanya satu matra yang kerap dipilih sebagai panglima saat Orde Baru. Oleh karena itu, pemilihan matra TNI AL akan mempengaruhi moril TNI AL yang notabene belum pernah dapat giliran di era Jokowi.

Meski demikian, kata Anton, jika mengacu pada rekam jejak sebelum menjabat kepala staf, maka KSAD mempunyai 'modalitas' yang signifikan mengingat Dudung saat menjadi Pangdam Jaya pernah dianggap menjalankan tugas dengan baik seperti menertibkan baliho FPI. Dan kesuksesan ini tentu saja dapat mempunyai nilai lebih.

Anton menilai, langkah pemilihan Panglima TNI di luar TNI AL akan berdampak kepada Jokowi. Ia bisa ditafsirkan sebagai orang yang tidak patuh, meski ketentuan bergiliran tidak wajib dalam undang-undang. Ia meyakini, pemilihan Panglima TNI kali ini akan mengacu pada kenyamanan Jokowi kepada satu dari tiga kepala staf.

“Faktor 'trust' dan 'kenyamanan' kelihatannya tetap akan menjadi alasan terkuat Jokowi memilih siapa yang akan menjadi Panglima TNI berikutnya. Sekalipun, dari tiga kepala staf yang ada, tidak ada satupun yang pernah bertugas di 'lingkaran' Jokowi,” kata Anton.

Namun, terlepas dari siapa yang akan dipilih Jokowi, Anton mengingatkan, pekerjaan rumah Panglima TNI masih banyak. Pertama, upaya penyelesaian konflik Papua yang belum berakhir.

Menurut dia, masalah Papua belum mengalami perubahan dan masih menjadi isu keamanan nasional. Ia khawatir masih ada persepsi militer di Papua lantaran ada isu penambahan komando teritorial seiring penambahan provinsi.

Kedua, kata Anton, Panglima TNI akan menghadapi tantangan dari sisi tahun politik pada 2023 jelang Pemilu 2024. Panglima TNI harus melakukan konsolidasi internal untuk membentuk soliditas. Di sisi lain, pemerintah seharusnya tidak melibatkan TNI dalam isu berkaitan politik.

“Gangguan keamanan untuk urusan politik hendaknya hanya dan cukup melibatkan Polri dan intelijen saja, tanpa perlu melakukan sekuritisasi dengan melibatkan TNI. TNI tetap harus dijaga fokusnya untuk menjaga negara dari ancaman musuh yang datang dari luar," kata Anton.

PANGLIMA TNI KUNJUNGI MABES AL

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa (tengah) berbincang dengan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono (kiri) dan Wakil KSAL Laksamana Madya Ahmadi Heri Purwono (kanan) saat kunjungan di Mabes TNI AL,Cilangkap, Jakarta, Senin (22/11/2021). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.

Fahmi juga sebut banyak pekerjaan rumah Panglima TNI pengganti Andika. Pertama, masa kerja Andika yang pendek membuat sejumlah agendanya belum tercapai. Kedua, dua dari tiga kandidat panglima TNI juga memiliki waktu kerja yang tidak jauh berbeda dengan Andika.

Oleh karena itu, Fahmi menyarankan Panglima TNI terpilih melanjutkan agenda yang belum diselesaikan Andika.

“Apalagi sejumlah agenda prioritas Jenderal Andika sebenarnya bukanlah agenda sekali jadi, melainkan agenda yang mestinya berkelanjutan. Seperti upaya membangun kesadaran dan kepatuhan pada hukum, serta memastikan semua aktivitas TNI didasarkan pada ketentuan perundangan yang benar,” kata Fahmi.

Fahmi mencontohkan kasus perbantuan anggota TNI dalam pengawalan Mahkamah Agung. Ia menilai, aksi pengawalan MA keluar dari tugas TNI.

Kemudian, Panglima TNI mendatang juga harus meningkatkan kompetensi, interoperabilitas, pengembangan strategi dan hal lain untuk peningkatan kemampuan prajurit TNI agar menjadi tangguh, mumpuni, dan profesional.

Fahmi menilai Panglima TNI mendatang harus memahami batasan dalam beraktivitas, terutama pendekatan politik. Ia mengingatkan Panglima TNI adalah produk politik dan dipilih berdasarkan representasi kekuatan politik. Di sisi lain, militer juga hadir karena peristiwa politik. Oleh karena itu, Panglima TNI harus mampu berjarak dengan agenda politik praktis dan kekuasaan.

Namun, Fahmi tidak sepakat jika pemilihan Panglima TNI dikaitkan dengan pemilu. Ia justru melihat upaya pengaitan sebagai upaya agar TNI mau ikut cawe-cawe agenda politik praktis.

“Rentan-rawan atau tidaknya pelaksanaan tahapan pemilu jelas lebih bergantung pada integritas penyelenggara dan peserta pemilu. Pengaitan itu justru lebih bertendensi pada upaya menarik-narik TNI untuk cawe-cawe pada agenda politik praktis, bukan politik negara," tutur Fahmi.

Fahmi juga menilai, ketiga kepala staf berpeluang menjadi panglima. Namun ia menilai, Jokowi lebih berpeluang memilih Yudo saat ini jika melihat rekam jejak Jokowi yang memilih panglima tidak melihat umur serta upaya memenuhi cita-cita maritim dan situasi geopolitik.

“Jika mencermati dinamika lingkungan strategis, di masa depan kita jelas punya banyak menghadapi tantangan dan ancaman di perairan yang membutuhkan visi kuat dan kesiapan. Bagi saya, ini soal kesetaraan peluang, kelayakan dan kepatutan saja," kata Fahmi.

Di sisi lain, kata Fahmi, Jokowi belum pernah memiliki panglima berlatar belakang matra laut. Ia mengakui pemilihan panglima tidak mewajibkan harus urut kacang. Akan tetapi, Fahmi mengingatkan ada potensi kekecewaan kepada matra apabila tidak ada panglima dari matra laut.

“Bolehlah kita berharap, jangan sampai ada matra yang merasa dianaktirikan atau berkurang kebanggaannya. Jangan sampai ada potensi kekecewaan terpendam di bawah permukaan, yang berpotensi menghadirkan kerawanan bagi soliditas TNI, terlebih stabilitas nasional," kata Fahmi.

RDP KOMISI I DENGAN MENHAN, PANGLIMA TNI DAN KEPALA STAF TNI

Menhan Prabowo Subianto (ketiga kiri) bersama Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa (kedua kiri), Kasal Laksamana TNI Yudo Margono (kiri) dan Kasad Jenderal TNI Dudung Abdurachman (kanan) mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/9/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.

Baca juga artikel terkait BURSA CALON PANGLIMA TNI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz