tirto.id - Jaksa penuntut umum mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang dalam perkara opsi biner aplikasi Binomo dengan terdakwa Indra Kesuma alias Indra Kenz. Akta permintaan banding dengan Nomor: 70/Akta.Pid/2022/PN Tng Jo 1240/Pid.Sus/2022/PN Tng ini ditandatangani jaksa Primayuda Yutama.
“Hal yang menjadi pertimbangan jaksa menyatakan banding karena putusan Majelis Hakim tidak sesuai dengan tuntutan jaksa dan tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulis, Rabu, 16 November 2022.
Ketut mengatakan, “Bahwa upaya hukum yang dilakukan oleh jaksa demi kepentingan pemulihan kerugian korban dan rasa keadilan di masyarakat.”
Pada 14 November, hakim memutuskan Indra Kenz divonis 10 tahun dan pidana tambahan berupa denda Rp5 miliar dan jika denda tidak dibayar, maka diganti pidana kurungan selama 10 bulan. Lalu perihal putusan barang bukti nomor 220-258 yang tercantum dalam surat tuntutan diputuskan oleh Majelis Hakim agar dirampas untuk negara. Jaksa pun tak terima putusan itu.
“Jaksa telah mengajukan tuntutan pada pokoknya, pidana penjara selama 15 tahun dengan pidana denda Rp10 miliar yang bila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan 12 bulan. Lalu barang bukti nomor 220-258 dikembalikan kepada para saksi korban melalui Perkumpulan Trader Indonesia Bersatu,” terang Ketut.
Hakim Rahman Rajagukguk menyebutkan, ada hal yang memberatkan Indra Kenz dalam perkara ini, tapi ada juga alasan yang meringankan sehingga vonis Majelis Hakim lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa.
Hal pemberat salah satunya adalah Indra Kenz menikmati uang hasil kejahatan cum membuat orang malas bekerja; sedangkan peringan yaitu terdakwa punya tanggung jawab ke keluarga, penegakan hukum, serta telah dimiskinkan lantaran seluruh aset telah disita negara.
Korban Kenz Tolak Perampasan
Rizky Rusli, salah seorang korban Indra Kenz, merespons terkait keputusan hakim yang merampas aset terdakwa. “Ini sangat tidak ada keadilan hukum bagi korban. Kami sangat berharap besar karena aset sitaan itu adalah harta korban,” ucap dia ketika dihubungi reporter Tirto, Kamis (17/11/2022).
Dengan dikembalikannya harta korban, ia berharap para korban bisa menata kembali perihal keuangan. Sebaliknya, jika hakim kekeuh mau merampas harta itu, maka korban akan bertindak. “Kami akan melakukan tahapan tertinggi dalam hukum.”
Rizky bilang, usai putusan hakim, ada seseorang korban lain yang hendak bunuh diri lantaran mengetahui hakim tak memihak korban.
Hal senada diungkapkan Maru Nazara, seorang korban lain sekaligus Ketua Paguyuban Korban Binomo. Ia menegaskan para korban sangat kecewa terhadap putusan hakim.
“Karena yang berhak atas harta korban adalah korban, bukan negara. Malah (hakim) tarik itu untuk negara. Ini ketidakadilan,” kata Maru kepada reporter Tirto. “Orang-orang kecil telah ditindak oleh penguasa.”
Bahkan dia tak percaya jika hakim merupakan ‘tangan kanan Tuhan di bumi’ dan menilai mata hati hakim dibutakan oleh uang dan kekuasaan.
Maru juga tak setuju soal hakim yang menyebutkan korban-korban ini berjudi. “Ini tidak ada judi, tapi (hakim) mengaitkan dengan judi. Padahal ini penipuan, pencucian uang, dan penyebaran berita bohong yang akhirnya merugikan konsumen. Kerugian korban harus dikembalikan,” tutur dia.
Sebagai bentuk kekecewaan, Maru juga meminta agar pemerintah bisa mengevaluasi hakim karena memvonis lebih rendah daripada tuntutan jaksa. Bahkan para korban pun tahu soal porsi mereka, contohnya jika uang itu adalah hak negara, maka silakan negara ambil.
“Masa pemerintah mau mengambil uang itu? Itu tidak masuk akal. Itu gila,” kata Maru.
Tepatkah Pengambilan Paksa?
Putusan hakim terhadap Indra Kenz ini mengingatkan publik pada kasus Fist Travel beberapa waktu lalu. Putusan kasasi MA Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018 yang memerintahkan seluruh aset First Travel dirampas untuk negara, bukan kepada korban, juga menjadi polemik. Padahal dalam perkara ini negara tidak merugi, malah korbanlah yang buntung.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho setuju jika jaksa kasus Indra Kenz mengajukan banding. “Betul jaksa mengajukan banding, karena itu barang milik korban dan harus dikembalikan kepada korban,” ujar dia kepada reporter Tirto, Kamis (17/11/2022).
“Kalau uang itu dirampas untuk negara, masa negara menggunakan uang masyarakat? Itu tidak adil,” lanjut Hibnu.
Hibnu setuju jika Indra mendekam di penjara atas perbuatannya, namun hakim juga harus cermat menganalisis soal penyitaan hasil kejahatan.
Perampasan tercantum pada Pasal 39 KUHP yang berbunyi:
(1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas.
(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.
(3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.
Perampasan juga termaktub dalam Pasal 46 KUHAP. Pada pasal ini dijelaskan status barang rampasan yang dapat “dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.”
Hibnu berpendapat, dalam kasus Indra Kenz, bisa saja ini dianggap uang judi terdakwa. Namun tak ada unsur kerugian negara. “Tapi judi ini uang yang bersangkutan, sehingga pidananya ialah pidana badan terhadap pelaku judi. (Sementara) barang dikembalikan kepada korban perjudian.”
Hakim juga kudu jeli bahwa uang Indra Kenz berasal dari masyarakat yang ia tipu. Memang betul Indra menggunakan uang hasil kejahatannya. Lalu, uang panas itu negara rampas, kemudian negara mau gunakan untuk apa uang rampasan tersebut? Hibnu menegaskan tak elok jika hak korban dijadikan hak negara.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz