Menuju konten utama
Penyakit Menular

KLB Polio di Aceh: Pemerintah Jangan Cuma Jadi Pemadam Kebakaran

Epidemiolog menilai pemerintah tak boleh hanya jadi ‘pemadam kebakaran.’ Sebab, public health prinsipnya ialah pencegahan, bukan pengobatan.

KLB Polio di Aceh: Pemerintah Jangan Cuma Jadi Pemadam Kebakaran
ilustrasi vaksinasi polio

tirto.id - Kementerian Kesehatan mengungkapkan temuan satu kasus polio tipe 2 di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh pada 7 November 2022. Hal ini berdasarkan penelusuran real time polymerase chain reaction (RT-PCR). Pemkab Pidie pun menetapkan kejadian luar biasa (KLB) polio tingkat kabupaten.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu menuturkan, pasien polio di Pidie itu berusia tujuh tahun dua bulan dengan gejala kelumpuhan pada kaki kiri. Per 6 Oktober 2022, anak tersebut mulai merasa demam dan pada 18 Oktober 2022 masuk ke RSUD Teungku Chik Ditiro (TCD) Sigli.

Menurut Maxi, pada 21-22 Oktober 2022, dokter anak mencurigai ini polio dan mengambil dua spesimen, serta dikirim ke provinsi. Kemudian pada 7 November 2022, hasil RT-PCR keluar dan hasilnya terkonfirmasi polio tipe 2.

Maxi menyebut, anak tersebut mengalami pengecilan di bagian otot paha dan betis kiri, tidak memiliki riwayat imunisasi, serta tidak memiliki riwayat perjalanan kontak dengan pelaku perjalanan.

“Tapi anak ini saya lihat kondisinya kemarin bisa jalan meskipun tertatih-tatih, cuma tidak ada obat, nanti tinggal difisioterapi untuk mempertahankan masa ototnya,” ujar Maxi lewat rilis Kemenkes, dikutip Minggu (20/11/2022).

Merespons munculnya kasus polio ini, Maxi mengatakan, Dinkes Pidie bersama dengan Dinkes Provinsi Aceh, Kemenkes, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), dan Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Children's Fund/UNICEF) sudah melakukan sejumlah tindakan penting.

Maxi melanjutkan, termasuk melakukan pelacakan untuk mencari kasus lumpuh layuh lain di sekitar tempat tinggal kasus tersebut, pengambilan sampel tinja di wilayah terdampak untuk dilakukan pemeriksaan, serta memeriksa sampel air di tempat pembuangan dan survei cepat cakupan imunisasi.

Maxi mengklaim, akan segera dilakukan tindakan pencegahan penularan lebih luas dengan meningkatkan notifikasi tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan guna mendeteksi adanya kasus lumpuh layuh lain, untuk segera ditindaklanjuti secara medis maupun epidemiologis.

Selain itu, kata dia, akan dilakukan pemberian imunisasi polio tambahan bagi semua anak usia 0-13 tahun di seluruh wilayah Provinsi Aceh sebanyak dua putaran yang direncanakan bakal dimulai pada 28 November 2022.

16 Negara Laporkan Kasus Polio Tipe 2

Maxi menyebut Indonesia sudah mendapatkan sertifikat bebas polio sejak 2014 oleh WHO. Namun, seluruh dunia sepakat bahwa sekalipun negara sudah bebas polio, tetapi surveilans untuk setiap lumpuh layuh (acute flaccid paralysis/AFP) harus dilaporkan.

Menurut Maxi, virus polio terdiri dari tiga tipe: tipe 1, tipe 2, dan tipe 3. Virus polio liar tipe 2 telah dinyatakan eradikasi tahun 2015 dan virus tipe 3 pada 2019.

“Indonesia sudah mendapatkan sertifikat bebas polio tahun 2014 dan negara yang endemik virus tipe 1 adalah Pakistan dan Afghanistan,” tutur dia via Zoom dalam konferensi pers daring bertajuk ‘Kejadian Luar Biasa Polio di Indonesia,’ yang disiarkan melalui kanal YouTube Kementerian Kesehatan pada Sabtu pagi (19/11/2022).

Per 15 November 2022, kata Maxi, terdapat 15 negara yang sudah melaporkan kasus polio virus tipe 2. Mereka antara lain: Yaman, Kongo, Nigeria, Afrika Tengah, Ghana, Somalia, Nigeria, Chad, Amerika Serikat, Algeria, Mozambik. Eritrea, Kongo, dan Ukraina.

“Dan kita tahun ini satu melaporkan dari Aceh, jadi negara ke-16. Dan setiap penemuan satu kasus polio itu merupakan suatu kejadian luar biasa, jadi masuk di KLB. Kita terakhir Indonesia juga sebelum Aceh itu ada satu kasus, tapi tipe 1 itu di Papua tahun 2018,” kata Maxi menambahkan.

STATUS KLB POLIO DI ACEH

Petugas kesehatan Puskesmas Ulee Kareng menyiapkan vaksin polio suntik (Inactive Polio Vaccine) untuk anak-anak di Banda Aceh, Aceh, Senin (21/11/2022). Kementerian Kesehatan menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio menyusul ditemukannya satu kasus polio di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/aww.

Apa Penyebab Kasus Polio di Pidie?

Berdasar penyelidikan epidemiologi, lanjut dia, selain cakupan imunisasi polio yang rendah di Pidie, didapat faktor perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) penduduk yang masih kurang. Masih ada penduduk yang menerapkan buang air besar (BAB) terbuka di sungai. Meskipun tersedia toilet, lubang pembuangan langsung mengalir ke sungai, sementara air sungai dipakai sebagai sumber aktivitas penduduk termasuk tempat bermain anak-anak.

“Perilaku buang air sembarang itu punya potensi. Jadi kemungkinan penularannya, faktor risiko yang paling kami lihat ada di sini,” ucap Maxi.

Kemenkes pun melaporkan ada sebanyak 415 kabupaten atau kota di 30 provinsi di Indonesia masuk dalam kriteria risiko tinggi polio karena rendahnya imunisasi, termasuk Provinsi Aceh. Oleh karena itu, pemerintah mengklaim bakal menggencarkan upaya imunisasinya.

“Kalau lihat cakupan oral polio virus OPV (oral polio vaccine) dan IPV (inactivated polio vaccine), memang seluruh Indonesia rendah terutama saat pandemi COVID-19,” kata Maxi.

Hal senada diungkapkan Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril. Ia menyebut bahwa cakupan vaksinasi polio di Pidie masih rendah.

“Memang cakupan vaksinasi polio di Kabupaten Pidie rendah. Sekarang sudah wabah, nama lain dari KLB,” kata dia saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (21/11/2022).

Sementara itu, Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai, tidak tercapainya imunisasi dasar lengkap itu mengundang bencana. Karena akan timbul KLB dari penyakit yang bisa dicegah dari imunisasi seperti polio, campak, dan difteri.

“Apa yang terjadi saat ini adalah buah dari itu. Dan ini juga bukan hanya bicara cakupan vaksinasi, tapi juga masalah pembangunan kesehatan lingkungan, yang juga masih lemah atau masih buruk. Artinya juga membuat masyarakat rentan terhadap wabah-wabah seperti polio ini,” ujar dia ketika dihubungi Tirto pada Senin (21/11/2022).

Dicky mengatakan, satu kasus polio itu mewakili setidaknya dua ratus kasus infeksi. Karena itu harus diinvestigasi. Sebab, polio merupakan virus yang sangat mudah menular yang bisa menyebabkan paralisis atau kelumpuhan dan dalam beberapa kasus menyebabkan kematian.

“Jadi polio ini bisa menyebabkan kematian dan kelumpuhan. Dan ketika terjadi kelumpuhan, bisa sangat menetap dan merugikan, kan, ini bicara kualitas SDM (sumber daya manusia),” tutur Dicky.

Dia juga menyebut Indonesia masih memiliki keterbatasan dalam surveilans polio. Menurut Dicky, di masa pandemi COVID-19 saat ini, bukan hanya harus berhati-hati dengan polio, tetapi juga campak hingga difteri yang berpotensi terjadi.

“Itu masalah waktu saja, sudah dari awal saya sampaikan. Kalau sudah seperti ini, sebetulnya ini adalah ‘puncak gunung es’,” kata dia.

INDONESIA TETAPKAN KLB POLIO

Tenaga kesehatan memberikan imunisasi polio kepada seorang balita di Puskesmas Dago, Bandung, Jawa Barat, Senin (21/11/2022). Kementerian Kesehatan mendeklarasikan Kejadian Luar Biasa (KLB) polio menyusul penemuan satu kasus polio tipe 2 di Aceh. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.

Bagaimana Cara Mencegahnya?

Oleh karena itu, Dicky mengimbau agar pemerintah Indonesia bukan hanya meningkatkan vaksinasi polio saja, tetapi untuk penyakit lainnya seperti campak, difteri, dan jenis penyakit menular lainnya. Tujuannya agar kasus ini tidak silih berganti.

Selain itu, dia mengatakan bahwa sanitasi lingkungan dan kesehatan lingkungan juga berperan penting dalam mencegah penularan polio. Karena rute transmisi atau penularan polio melalui feses dan mulut (faecal-oral).

“Sehingga sumber air yang terkontaminasi kotoran manusia, termasuk juga buruknya tata kelola MCK (mandi, cuci, kakus) rumah tangga itu menjadi faktor lingkungan yang besar, utama dalam resiko penularan dari polio,” imbuh Dicky.

Upaya pencegahan lannya, kata dia, adalah sering mencuci tangan dan memakai masker, walaupun kecil kemungkinan tertularnya, tetapi ada kasus polio yang ditularkan melalui bersin atau batuk. Oleh karena itu, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) itu bermanfaat bagi semua jenis penyakit dan harus diterapkan.

“Polio ini enggak ada obatnya. Pemerintah tidak boleh jadi ‘pemadam kebakaran.’ Prinsipnya kalau public health (kesehatan masyarakat) itu adalah pencegahan, bukan pengobatan. Ini yang masih jadi PR (pekerjaan rumah) saat ini untuk pemerintah,” pungkas Dicky.

Baca juga artikel terkait POLIO atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Abdul Aziz