Menuju konten utama

BPOM Pastikan Indomie Rasa Soto Banjar Aman

POM mengaku telah bergerak cepat dengan melakukan pengujian terhadap sampel produk pertinggal pada batch yang sama dengan yang ditemukan di Taiwan.

BPOM Pastikan Indomie Rasa Soto Banjar Aman
Gedung BPOM Jakarta Pusat. FOTO/registrasiobat.pom.go.id

tirto.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan penjelasan terkait Mie instan dengan merek Indomie rasa Soto Banjar Limau Kuit, yang mengandung residu pestisida dan etilen oksida pada tingkat yang melebihi batas yang diizinkan oleh standar keamanan pangan Taiwan.

Kandungan berbahaya tersebut ditemukan oleh Otoritas keamanan pangan Taiwan, Food and Drug Administration (FDA).

Menurut BPOM, temuan FDA mengacu pada standar residu pestisida di Taiwan, residu etilen oksida ditetapkan pada tingkat batas kuantifikasi (limit of quantification/LoQ) sebesar 0,1 mg/Kg. BPOM mengaku telah bergerak cepat dengan melakukan pengujian terhadap sampel produk pertinggal pada batch yang sama dengan yang ditemukan di Taiwan.

"Hasil pengujian BPOM menunjukkan bahwa EtO dan 2-kloroetanol (2-CE) pada produk tersebut “tidak terdeteksi”, baik untuk parameter EtO (LoQ 0,003 mg/Kg) maupun 2-CE (LoQ 0,005 mg/Kg)," tulis BPOM dalam rilisnya, dikutip Kamis (18/9/2025).

Berbeda dengan FDA, hasil pengujian BPOM juga menunjukkan bahwa produk tersebut memenuhi syarat batas maksimal EtO dan 2-CE di Indonesia yakni di bawah 0,01 mg/Kg. Angka ini jauh di bawah batas maksimal yang ditetapkan Taiwan FDA.

"BPOM juga melakukan perluasan sampling dan pengujian terhadap produk yang beredar di Indonesia termasuk pada batch yang berbeda untuk memastikan keamanan produk. Hasil pengujian menunjukkan hal yang sama, yaitu tidak terdeteksi baik EtO maupun 2-CE," ungkap BPOM.

EtO merupakan senyawa berbentuk gas dan mudah menguap, pada umumnya digunakan sebagai pestisida. Reaksi antara EtO dengan ion klorida yang terkandung di dalam bahan lain, termasuk dalam pangan akan membentuk senyawa 2-CE yang merupakan penanda penggunaan EtO dalam produk.

"Di Indonesia, EtO merupakan bahan yang dilarang digunakan sebagai pestisida berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Pestisida," papar BPOM.

Pemerintah juga telah mengatur batas maksimal residu (BMR) EtO sebesar 0,01 mg/Kg melalui Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida.

Tiap negara juga memiliki batas standar kandungan EtO yang berbeda, seperti Amerika Serikat mengatur batas maksimal EtO sebesar 7 mg/Kg, sedangkan 2-CE sebesar 940 mg/Kg. Singapura mengatur batas maksimal EtO sebesar 50 mg/Kg pada rempah-rempah, sedangkan Uni Eropa mengatur total EtO (jumlah EtO dan 2-CE) sebesar 0,01--0,1 mg/Kg.

Sampai saat ini, Codex Alimentarius Commission sebagai organisasi internasional di bawah Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) belum mengatur batas maksimal residu, baik untuk EtO maupun 2-CE.

"BPOM juga akan melakukan klarifikasi kepada Taiwan FDA terkait permasalahan ini, termasuk metode analisis yang digunakan serta parameter dan kesimpulan ujinya," katanya.

BPOM pun berkomitmen melakukan pengawalan ekspor untuk menjaga reputasi produk pangan olahan Indonesia dan meningkatkan daya saingnya di pasar global. BPOM mengimbau pelaku usaha untuk memahami dan mematuhi regulasi negara tujuan.

"BPOM siap memberikan pendampingan kepada pelaku usaha dalam pemenuhan standar internasional demi memperluas akses ekspor produk Indonesia. BPOM mengimbau masyarakat untuk bijak dalam menyikapi informasi ini. BPOM mengharapkan masyarakat menjadi konsumen cerdas. Pastikan selalu menerapkan Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk pangan olahan."

Dalam keterangannya, BPOM juga mengimbau masyarakat untuk membaca informasi nilai gizi dan takaran saji pangan olahan yang tercantum pada kemasan. Diberitakan sebelumnya, FDA mengungkapkan, telah ditemukan pestisida etilen oksida dalam bungkus bubuk penyedap di Indomie rasa Soto Banjar Limau Kuit sebesar 0,1 mg/kg.

Sementara, menurut standar jumlah yang dapat ditoleransi untuk residu pestisida etilen oksida harus berada di bawah itu. “Residu pestisida etilen oksida tidak boleh terdeteksi dan harus berada di bawah batas kuantitatif 0,1 mg/kg yang ditentukan dalam metode deteksi. Hal ini sesuai dengan Pasal 15 Undang-Undang Keamanan Pangan dan Sanitasi,” tulis keterangan FDA dikutip Jumat (12/9/2025).

Baca juga artikel terkait INDOFOOD atau tulisan lainnya dari Natania Longdong

tirto.id - Insider
Reporter: Natania Longdong
Penulis: Natania Longdong
Editor: Hendra Friana