Menuju konten utama

Blunder Pramono Tawarkan Ide Jalan Layang Motor demi Atasi Macet

Ide pembuatan jalan layang khusus motor dan sepeda lagi-lagi dinilai tidak menyelesaikan akar masalah kemacetan di Jakarta.

Blunder Pramono Tawarkan Ide Jalan Layang Motor demi Atasi Macet
Petugas membuat jalur khusus sepeda motor di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (16/1/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Bakal calon Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, berencana membuat jalan elevated atau jalan layang khusus bagi pengendara motor dan sepeda apabila dirinya terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2024. Menurut Pramono, jalur khusus dalam bentuk elevated menjadi solusi mengatasi kemacetan, terutama sepanjang jalan Sudirman-Thamrin.

"Kalau perlu dibuatkan elevated, elevated buat siapa? Khusus untuk sepeda dan motor. Supaya di bawah kemacetan bisa berkurang banyak di Sudirman-Thamrin. Ini contoh saja," kata Pramono usai menghadiri acara pertemuannya dengan perwakilan warga Jakarta, di Rumah Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (2/9/2024).

Ide Menteri Sekretaris Kabinet tersebut serupa meski tak sama dengan gagasan dibawa oleh pengusaha jalan tol, Jusuf Hamka saat itu. Pria yang akrab disapa Babah Alun sempat menyebut salah satu cara mengatasi macet di Jakarta adalah membangun flyover atau jalan layang yang melewati di atas jalur lain. Konsep ini bisa dilakukan di jalur Sudirman-Thamrin yang notabene rawan kemacetan.

Tapi untuk jalur khusus motor dan sepeda, menurut Pramono, konsep ini sudah lebih dulu diterapkan di negara maju dan dapat menjadi salah satu alternatif. Selain bisa mengurangi kemacetan, jalur khusus motor juga dapat menekan angka kecelakaan.

Untuk diketahui, jalur khusus sepeda motor “pertama” di dunia dibangun di sepanjang Federal Highway Route 2 (F02) di negara bagian Selangor, Malaysia, di bawah proyek Bank Dunia pada awal tahun 70-an.

Dalam upaya berkelanjutan menekan masalah keselamatan jalan utama di Malaysia, pemerintah menyadari manfaat positif ini dan baru-baru ini mengadopsi kebijakan untuk menyediakan jalur sepeda motor di sepanjang jalan raya baru dan jalan federal.

Sementara di Thailand, para ahli di Negeri Gajah Putih itu juga ikut mendesak pemerintah setempat untuk segera membangun jalur khusus sepeda motor seperti yang telah dibangun di Malaysia.

Pichai Taneerananon, Chairman of Engineering Institute di Thailand’s Subcommittee on Road Accidents and Road Death Prevention, mengatakan bahwa berkat proyek ini, Malaysia telah berhasil menurunkan angka kematian akibat kecelakaan sebanyak 83 persen.

Sempurnakan Transportasi Umum Dulu

Alih-alih menjadi solusi mengatasi kemacetan di Jakarta, ide pembuatan jalan layang khusus motor dan sepeda lagi-lagi dinilai tidak menyelesaikan akar masalah kemacetan. Jalur khusus sepeda motor utamanya, justru akan memanjakan para pengguna roda dua tersebut.

“Tidak perlu jalur layang khusus sepeda motor dan sepeda. Biaya mahal konstruksinya, lebih memanjakan pengendara sepeda motor dan tidak menyelesaikan masalah kemacetan lalu lintas juga,” ujar pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, kepada Tirto, Selasa (3/9/2024).

Ketua Forum Antar Kota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Aditya Dwi Laksana, mengatakan penambahan ruas jalan atau jalur khusus di dalam area perkotaan yang padat itu memang bukan solusi yang efektif dan berjangka panjang.

Ide pembangunan itu hanya solusi jangka pendek yang akan memicu penggunaan kendaraan pribadi yang kemudian mengarah kembali ke kepadatan lalu lintas

“Saya sesungguhnya belum terlalu memahami konsep jalan layang khusus kendaraan roda dua ini, karena juga harus memperhatikan faktor keselamatan, dan juga kemudahan untuk akses keluar masuk jalan layangnya,” jelas Aditya kepada Tirto, Selasa (3/9/2024).

Ketua Institut Studi Transportasi (Instran), Darmaningtyas, menilai masalah transportasi di Jakarta itu sebenarnya karena terlalu banyak pengguna kendaraan motor dan mobil pribadi. Apalagi, berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta menunjukan adanya peningkatan dalam lima tahun terakhir.

Pada 2022 saja tercatat jumlah kendaraan bermotor di Ibu Kota mencapai 26,37 juta unit. Jumlah ini meningkat 4,39 persen dari tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) sebanyak 25,26 juta unit. Adapun pada 2020 jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta ada sebanyak 24,26 juta unit. Angka tersebut naik dari 2019 sebanyak 23,86 juta unit dan dari 2018 sebanyak 22,49 juta unit.

Berdasarkan jenisnya, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta pada 2022 paling banyak berupa sepeda motor. Terdapat 17,3 juta unit sepeda motor di DKI Jakarta atau setara 65,6 persen dari total kendaraan bermotor di kota tersebut. Kemudian, ada sebanyak 3,76 juta mobil penumpang, 748,39 ribu unit truk, dan 37,18 ribu unit bus di DKI Jakarta pada 2022.

“Maka kalau mau mengatasi macet bukan dengan bangun jalan baru untuk motor, tapi perbanyak dan perluas layanan angkutan umum dengan tarif terjangkau. Karena bangun jalan baru itu sih undangan bagi warga untuk lebih banyak gunakan kendaraan pribadi,” kata Darmaningtyas kepada Tirto, Selasa (3/9/2024).

MOTOR DI RASUNA SAID

Sebelah kanan; tampak deretan motor melintas di Jalan Rasuna Said, Jakarta, Jumat (25/8). tirto.id/Arimacs Wilander

Aditya Dwi Laksana menambahkan sebaiknya memang bakal calon gubernur fokus dulu untuk pembenahan keterbatasan angkutan umum yang ada saat ini.

Misalnya dengan meningkatkan kapasitas angkutan umum, memperbaiki integrasinya, menyediakan angkutan umum first mile last mile untuk mempermudah akses dari titik awal ke titik akhir, dan sistem tiket yang terintegrasi

“Itu jauh lebih penting ketimbang membuat jalur layang khusus kendaraan roda dua,” kata Aditya.

Nirwono Joga juga sependapat bahwa salah satu upaya untuk mengatasi masalah kemacetan di DKI Jakarta adalah dengan penyediaan transportasi publik yang terintegrasi baik dan lengkap.

Penyediaan transportasi publik ini harus terus dikembangkan hingga menjangkau dekat dengan pemukiman, sehingga masyarakat cukup berjalan lima sampai tujuh menit menuju halte atau stasiun terdekat.

“Selain itu, bisa fokus pada pembatasan kendaraan pribadi mobil dan motor baik BBM fosil maupun listrik. Dan infrastruktur pejalan kaki harus yang utama dan infrastruktur pesepeda sebagai pendukung,” jelas Nirwono.

Ide Blunder Pramono Anung

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, mengatakan dibangunnya jalur khusus motor diinginkan oleh Pramono Anung memang ide blunder. Oleh karena itu, untuk mengurangi kemacetan itu memang sebaiknya adalah dengan membangun transportasi publik atau angkutan umum sebanyak-banyaknya.

“Jadi bukan menambah jalur sepeda atau sepeda motor. Kita itu harusnya mengurangi penggunaan sepeda motor,” kata Deddy kepada Tirto, Selasa (3/9/2024).

Di samping masalah kemacetan, kata Deddy, sepeda motor sendiri merupakan penyumbang karbon tinggi emisi gas buangnya. Berdasarkan hasil studi lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR), Indonesia Energy Transition Outlook 2024, total emisi di sektor transportasi Indonesia mencapai 150 juta ton karbon dioksida ekuivalen pada 2022.

Dari jumlah tersebut, sepeda motor menyumbang 36,1 persen atau sekitar 54,1 juta ton karbon dioksida ekuivalen dari total emisi. Tingginya kontribusi emisi sepeda motor tersebut memiliki korelasi dengan jumlahnya, di mana 85 persen kendaraan bermotor di Indonesia yang teregistrasi adalah sepeda motor.

“Jadi kebijakan ini adalah blunder juga malah dibuatkan jalur khusus sepeda motor dan sepeda. Dengan sekarang pun itu jumlah sepeda motor sudah banyak sekitar 70-80 persen di jalan pengguna sepeda motor. Kalau dibuat jalur khusus malah semakin sulit dikendalikan,” jelasnya.

Sebaiknya, lanjut Deddy, ke depan pengguna kendaraan pribadi baik sepeda motor maupun mobil di Jakarta bisa dibatasi. Sebab jika tidak dibatasi masalah kemacetan akan terus terjadi. Pun jika sepeda motor dibuatkan jalur khusus, ini sama saja kata Deddy, membuat karpet merah bagi pengguna roda dua dan menguntungkan industri otomotif.

“Jadi untuk kurangi kemacetan atau kepadatan volume kendaraan itu diberlakukan konsep push and pull. Push, menekan bagaimana caranya untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi baik motor mobil lalu pull-nya bagaimana menarik masyarakat menggunakan angkutan umum,” ungkapnya.

Terkait untuk jalur sepeda sendiri, kata Deddy, sebenarnya bisa dibuatkan jalur khusus. Tapi, dengan catatan tetap ada batasan pengguna kendaraan pribadi baik motor maupun mobil. Karena jalur khusus sepeda sendiri sudah ada di Jakarta, tapi masalahnya penggunanya minim dan malah digunakan oleh motor.

“Kalau untuk jalur sepeda oke lah. Dengan catatan harus ada penggunaan kendaraan-kendaraan pribadi,” pungkas Deddy.

Baca juga artikel terkait KEMACETAN JAKARTA atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Bayu Septianto