tirto.id - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) ke level 5,00 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada 19 dan 20 Agustus 2025.
Selain itu, suku bunga Deposit Facility juga turun 25 bps ke level 4,25 persen, dan suku bunga Lending Facility turun 25 bps menjadi sebesar 5,75 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, keputusan ini sejalan dengan tetap terjaganya prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 dalam kisaran target 2,5 persen ±1 persen, serta untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
"Keputusan penurunan suku bunga BI ini konsisten dengan tetap rendahnya perkiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 dalam sasaran dua setengah plus minus satu persen terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dengan kapasitas perekonomian," ujar Perry dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Juni 2025, Rabu (18/8/2025).
Dengan kebijakan tersebut BI optimistis inflasi akan tetap terjaga sesuai target, stabilitas nilai tukar rupiah terpelihara, dan pertumbuhan ekonomi domestik tetap terdukung.
"Ke depan Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi sejalan dengan kerendahannya perkiraan inflasi dengan tetap mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah," jelas Perry.
Sebelumnya, catat Perry, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juli 2025 tetap terjaga rendah di level 2,37 persen (yoy). Inflasi inti turun menjadi 2,32 persen (yoy), inflasi volatile food terkendali di 3,82 persen (yoy), sementara inflasi administered prices menurun menjadi 1,32 persen (yoy).
Terjaganya inflasi ini didukung konsistensi kebijakan suku bunga moneter, harga pangan global yang relatif rendah, kecukupan pasokan pangan domestik, serta sinergi pengendalian inflasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP-TPID).
Di sisi lain, Bank Indonesia mencatat kredit perbankan pada Juli 2025 tumbuh sebesar 7,03 persen (yoy), melambat dibandingkan Juni 2025 yang tumbuh 7,77 persen (yoy).
Dari sisi penawaran, meski suku bunga menurun, likuiditas longgar, dan terdapat insentif kebijakan makroprudensial, perbankan masih cenderung berhati-hati dalam menyalurkan kredit.
Hal ini tercermin dari meningkatnya standar penyaluran kredit, dengan perbankan lebih memilih menempatkan kelebihan likuiditas pada instrumen surat berharga. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang naik 7 persen (yoy) pada Juli juga menambah ruang likuiditas.
Adapun dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit masih banyak ditopang sektor berorientasi ekspor, seperti pertambangan dan perkebunan, serta sektor transportasi, industri, dan jasa sosial.
Namun, permintaan dari pelaku usaha secara umum belum kuat karena sebagian besar masih mengandalkan pembiayaan internal. Kredit konsumsi dan modal kerja hanya tumbuh masing-masing 8,11 persen (yoy) dan 3,08 persen (yoy), sementara kredit investasi mencatat pertumbuhan lebih tinggi sebesar 12,42 persen (yoy).
Sementara itu, pembiayaan syariah tumbuh sebesar 8,31 persen (yoy), tetapi kredit UMKM relatif rendah di 1,82 persen (yoy). "Ke depan, BI berkomitmen terus mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan, termasuk melalui kebijakan makroprudensial yang longgar serta mempererat sinergi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)," jelas Perry.
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id







































