tirto.id - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan praktik pemberian suku bunga khusus atau special rate kepada deposan besar—termasuk konglomerat—menjadi penyebab utama lambatnya penurunan suku bunga perbankan.
Dana dari nasabah dengan tabungan jumbo ini mencapai Rp2.380,4 triliun atau setara 25,4 persen dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan yang sebesar Rp9.386 triliun.
“Ini dipengaruhi pemberian special rate ke deposan besar, yang simpanannya mencapai Rp2.380,4 triliun atau 25,4 persen dari total DPK,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur, Rabu (17/9/2025).
Masih tingginya suku bunga kredit dan deposito perbankan terjadi meskipun BI telah memangkas suku bunga acuan (BI-Rate) enam kali dengan total penurunan 125 basis poin (bps).
Akibatnya, penurunan suku bunga deposito untuk masyarakat umum sangat timpang. Pasalnya, bank memberikan bunga khusus bagi para konglomerat di atas bunga penjaminan yang diatur Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Bunga penjaminan LPS saat ini ditetapkan di level 3,75 persen untuk deposito rupiah di bank umum. Sementara itu, di bank perkreditan rakyat (BPR), bunga penjaminan ditetapkan sebesar 6,25 persen.
Perry mengungkapkan, lambannya penurunan suku bunga perbankan ini tercermin dari suku bunga deposito satu bulan yang hanya turun tipis 16 bps, dari 4,81 persen pada awal tahun menjadi 4,65 persen per Agustus 2025.
Hal yang sama juga terjadi pada suku bunga kredit. Rata-rata bunga pinjaman hanya berkurang 7 bps, dari 9,20 persen di awal tahun menjadi 9,13 persen pada Agustus 2025.
“Penurunan suku bunga perbankan masih berjalan lambat dan karenanya perlu dipercepat,” ujar Perry.
Kondisi ini dinilai tidak selaras dengan pergerakan sejumlah indikator pasar yang sudah lebih responsif. Suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan masing-masing telah turun menjadi 5,06 persen, 5,07 persen, dan 5,08 persen per 12 September 2025.
Begitu pula imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 2 tahun yang anjlok 185 bps menjadi 5,11 persen, serta tenor 10 tahun yang turun 94 bps menjadi 6,32 persen.
Meski pertumbuhan kredit perbankan menunjukkan kenaikan dari 7,03 persen (yoy) pada Juli 2025 menjadi 7,56 persen (yoy) di Agustus 2025, angka ini dinilai belum cukup kuat.
Selain disebabkan suku bunga yang masih tinggi, dunia usaha juga masih bersikap hati-hati dan cenderung memanfaatkan dana internal untuk pembiayaan.
“BI memandang suku bunga deposito dan kredit perlu segera turun, sehingga dapat mendukung penyaluran kredit sebagai upaya bersama untuk mendorong ekonomi lebih tinggi sejalan dengan program Asta Cita pemerintah,” ucapnya.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id







































