tirto.id - Rabu sore, 3 April 2019, Asmono terkejut mendapati makam istrinya hanya tinggal gundukan. Salib penanda makam sang istri raib. Kegiatan rutin tabur bunga tertunda. Sore itu Asmono segera mencari dan memasang kembali kayu penanda makam istrinya.
Belakangan, Asmono mengetahui salib itu memang sengaja dicabut. Sebab, pada Sabtu, 6 April 2019, Asmono mendapati salib di makam istrinya hilang lagi, padahal ia telah memasang kembali salib itu persis di tempat semula.
Anak-anak Asmono marah besar ketika mengetahui salib makam ibu mereka, Sri Wiyanti, tak hanya dicabut tapi juga dibakar. Mereka berniat memotret bekas salib itu dan mengunggahnya di media sosial agar viral.
Asmono dengan tegas menghentikan niat kedua anaknya yang hanya akan memperkeruh suasana. "Seharusnya jangan dipasang lagi, Pak. Saya foto saja biar viral," ujar Asmono menirukan ucapan anaknya kepada saya.
"Saya bilang ke mereka, ‘Enggak usah. Ini keadaan lagi enggak enak, kejadian kayak begini nanti malah dimanfaatkan oleh orang yang berkepentingan’," kata Asmono.
Ketika saya menemui Asmono pada Rabu pagi, sepekan setelah ia mendapati salib istrinya dicabut, Asmono tengah membabati rumput di sekitar makam istrinya. Tak tampak kemarahan atau kesedihan pada wajahnya.
Rabu pagi itu, 10 April, kompleks pemakaman RS Bethesda Yogyakarta dipenuhi ratusan orang lintas-iman dan organisasi. Macam-macam atribut. Ada yang dari Palang Merah Indonesia, polisi, TNI, perempuan berkerudung, laki-laki berpeci, dan banyak lagi. Mereka bahu-membahu membersihkan makam setelah peristiwa perusakan dan pembakaran salib di lokasi itu.
Kronologi Perusakan dan Pembakaran Salib
Setidaknya ada delapan salib yang dirusak di makam RS Bethesda. Pengurus Pemakaman RS Bethesda Hari Yuniarto menceritakan, salah seorang ahli waris yang datang ke makam itu mengabarkan kepada dia bahwa ada nisan salib yang rusak.
Laporan itu diterimanya pada pukul 15.30 pada Sabtu, 6 April. Ia segera mengecek ke lokasi di Jalan Affandi, Depok, Sleman.
Saat ke lokasi, ada sejumlah nisan yang tercerabut, berserakan di kanan dan kiri makam. Selain itu, ada bekas abu pada nisan kayu yang terbakar di satu tempat.
Salah satu nisan kayu yang terbakar adalah milik almarhum Supriyati Soegijono, istri dari ‘Pahlawan Revolusi’ Kolonel (anumerta) Soegijono.
Menurut polisi, dari olah penyelidikan di tempat kejadian perkara, pelaku diduga gelandangan yang tidur di makam tersebut.
Kapolres Sleman AKBP Rizky Ferdiansyah menjelaskan, dugaan polisi itu berdasarkan keterangan Hari Yuniarto, pengurus makam RS Bethesda.
"Kalau mendengar dari pengurus makam sebagaimana kejadian tadi sore bahwa ada perusakan makam. Ada satu orang yang sempat tinggal di sini," kata Rizky pada Sabtu petang, 6 April, di lokasi makam.
Seorang pengurus makam juga telah dimintai keterangan soal peristiwa itu. Berdasarkan keterangan pengurus makam, kata polisi, ada seorang yang sempat berdiam diri di makam.
Karena itu polisi bakal mendalami dan mengungkap identitas orang yang sempat berdiam diri di makam tersebut. Menurutnya, orang itu bisa dicurigai sebagai pelaku.
Respons Pendeta, Pengurus Paguyuban, dan Ahli Waris Makam
"Apakah ini orang gila atau bukan, saya anggap yang melakukan memang gila karena tidak tahu apa yang dia lakukan," kata Kuncoro sambil menatap dua makam kakaknya yang salibnya dirusak.
Dua kakak Kuncoro dikebumikan di makam itu. Salah satu salib milik kakak Kuncoro tidak dicabut tapi dipotong bagian atas dan dibakar.
"Bagi saya sendiri enggak ada dendam atau apa. Saya enggak ada marah, keluarga saya senang mengampuni dan mendoakan, serahkan pada Tuhan," ujar salah satu jemaat GKJ Gondokusuman ini sambil tertawa.
Di antara warga dan ahli waris yang tengah bersih-bersih, seorang pria berpakaian toga hitam dengan collar putih di leher tampak mencolok. Ia memperkenalkan diri sebagai Pendeta Purwanto.
Peristiwa perusakan salib ini tak luput jadi materi khotbah Pendeta Purwanto di GKJ Ambarrukma. Ia mengingatkan jemaat untuk tidak merespons berlebihan peristiwa ini.
"Selalu begitu, setiap ada peristiwa untuk tidak terlalu reaktif," kata Purwanto.
Ia mengapresiasi langkah Pemerintah Kabupaten Sleman, yang diwakili Camat Depok Abu Bakar, untuk mengadakan bersih-bersih makam sebagai bentuk empati terhadap peristiwa perusakan.
Beberapa pihak terlibat dalam kegiatan ini, di antaranya Paguyuban Tresna Sejati, karyawan RS Bethesda, ahli waris, Koramil, polisi, PMI, Banser NU, Pemuda Pancasila, dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Bentuk Toleransi Setelah Perusakan Salib
Ketua Paguyuban Tresna Sejati, Suwarto Hadi, menilai aksi bersih-bersih makam merupakan “hikmah” setelah peristiwa perusakan salib.
Warga berkumpul. Saling membantu tanpa memandang agama. Tak hanya tenaga, warga menyumbang donasi untuk membeli cat, nasi kotak, camilan, dan lain-lain.
Paguyuban Tresna Sejati dibentuk pada 2005, anggotanya para ahli waris yang leluhur atau saudaranya dikebumikan di makam RS Bethesda.
Suwarto mengetahui peristiwa perusakan dari salah satu ahli waris yang menengok makam. Ia dihubungi pemerintah daerah untuk diajak rapat membicarakan masalah ini. Titik temunya: mereka menyepakati doa bersama dan bersih-bersih makam.
"Ada hikmahnya acara ini, yaitu mengguyubkan. Ada yang mengait-ngaitkan dengan peristiwa yang terjadi di daerah fanatik, di sini enggak. FKUB di sini kondusif, tidak seperti di daerah selatan, peristiwa ini jarang terjadi," ujar Suwarto, menyebut wilayah selatan di Yogya.
Ia tidak ingin menduga-duga siapa yang melakukan perusakan. Suwarto memilih untuk menutup kasus ini dan introspeksi diri.
Ia mengajak warga untuk menjaga kebersihan makam dan meminta bantuan aparat memasang pagar di jalan masuk menuju makam agar peristiwa serupa tak terulang.
Tidak tampak kemarahan di antara warga. Suasana pembersihan makam Rabu pagi berjalan akrab. Sesama warga saling mengobrol. Ibu-ibu mengedarkan makanan dan minuman. Selama meliput, saya yang notabene tidak ikut bersih-bersih, berkali-kali ditawari makan dan minuman.
Kata-kata Asmono terngiang dalam benak saya ketika selesai meliput. Baginya, salib hanya simbol. Tak masalah jika itu dirusak, dibakar atau bahkan hilang sekalipun.
"Salib itu hanya simbol, tidak berkaitan dengan istri saya yang sudah bahagia bersama Bapa di Surga. Kami memaafkan orang itu karena dia tidak tahu apa yang dia perbuat."
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Fahri Salam