Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Bentrok Simpatisan Parpol di Jalan & Perlunya Antisipasi Gesekan

Perludem menyatakan parpol dan simpatisannya seharusnya bisa menahan diri karena masa kampanye resmi belum dimulai.

Bentrok Simpatisan Parpol di Jalan & Perlunya Antisipasi Gesekan
Salah satu bangkai sepeda motor yang menjadi korban perusakan dalam bentrok dua kelompok di Muntilan, Kabupaten Magelang. ANTARA/HO-Polresta Magelang

tirto.id - Belum memasuki masa kampanye resmi untuk Pemilu 2024, ratusan massa simpatisan partai politik sudah terlibat bentrok di jalan. Tawuran dua kelompok massa ini terjadi di Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah pada Minggu (15/10/2023) sore.

Bentrok diduga melibatkan Laskar PDIP Jogja (BSM dan Bregodo Wirodigdo) yang baru saja menghadiri acara simpatisan di Mungkid (salah satu kecamatan di Magelang) dengan GPK (Gerakan Pemuda Kabah) Militan.

Menurut keterangan kepolisian, bentrok dua kelompok massa ini berada di dua tempat yang berbeda. Pertama di Pabelan, Kecamatan Mungkid, Magelang. Kemudian berlanjut lewat aksi penghadangan dan saling lempar batu di Muntilan.

Aparat keamanan dari Polres Magelang lalu tiba di lokasi untuk menenangkan situasi. Jalur lalu lintas Magelang-Yogyakarta dan sebaliknya sempat mengalami macet total.

Akibat kejadian ini, dilaporkan terjadi kerusakan sejumlah rumah warga. Sebanyak 6 unit motor turut menjadi sasaran dan dibakar massa yang terlibat bentrokan. Namun, pihak kepolisian menegaskan tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.

Menkopolhukam Mahfud MD meminta agar kericuhan ini diselesaikan secara hukum. Namun, ia menyarankan terlebih dulu diupayakan perdamaian secara musyawarah dan kebersamaan.

Bupati Magelang, Zaenal Arifin angkat bicara atas kejadian ini. Zaenal merasa prihatin dengan kejadian bentrok dua kelompok massa di Muntilan tersebut. Ia mengatakan, pihaknya melakukan mediasi, dan membantu penyelesaian persoalan ini sehingga terjadi kesepakatan kedua kelompok.

“Sekali lagi kami prihatin dengan kejadian ini, dan kami akan fasilitasi untuk melakukan mediasi agar peristiwa-peristiwa seperti ini tidak terulang di Kabupaten Magelang,” kata Zaenal yang juga kader PDIP di Magelang, Minggu (15/10/2023) malam sebagaimana dikutip Antara.

Bentrok simpatisan parpol di Muntilan ini juga sampai ke telinga Menkopolhukam, Mahfud MD. Ia meminta agar kericuhan ini diselesaikan secara hukum. Namun, ia menyarankan agar terlebih dulu dilakukan penyelesaian perdamaian secara musyawarah dan kebersamaan.

Adanya bentrokan di Muntilan ini menjadi alarm bahwa aktivitas sosialisasi pra-kampanye yang dilakukan parpol atau simpatisan, bisa memicu gesekan jika tidak ada penertiban. Jadwal berkampanye peserta pemilu yang telah ditetapkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022, akan berlangsung pada 28 November hingga 10 Februari 2024.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan kesempatan parpol melakukan sosialisasi sebelum resmi berkampanye. Sosialisasi yang dimaksud oleh penyelenggara pemilu adalah cara partai untuk bisa memberi informasi awal kepada internal mereka.

Proses ini berbeda dengan kampanye karena belum dilakukan dengan intens kepada publik, serta tidak diperkenankan melakukan ajakan untuk memilih. Kendati demikian, absennya aturan yang baku terkait sosialisasi, memicu ‘ruang abu-abu’ bagi parpol atau simpatisannya melakukan kegiatan yang berindikasi pada pelanggaran.

Dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu, KPU hanya mengatur aktivitas parpol sebelum masa kampanye. Dalam Pasal 79 disebut, parpol peserta pemilu dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal sebelum masa kampanye. Pada Februari 2023, KPU menilai tidak perlu ada aturan khusus soal sosialisasi sebelum kampanye dengan alasan sudah diatur dalam Undang-Undang Pemilu serta sejumlah peraturan perundang-undangan terkait.

Aturan Tidak Tegas Berpotensi Gesekan

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita menyampaikan, bentrok yang terjadi antara dua massa kelompok simpatisan dan berafiliasi pada parpol, disebabkan ketidaktegasan penyelenggara pemilu soal aturan sebelum kampanye.

Akibatnya, kata dia, terjadi kegiatan-kegiatan yang bisa memobilisasi massa dalam jumlah besar seperti konvoi simpatisan di jalan. Hal ini tentu berpotensi menyebabkan gesekan antar kelompok.

“Terjadinya konvoi pendukung parpol, terjadi karena adanya ketidaktegasan penyelenggara dalam regulasi larangan soal kampanye dengan memperbolehkan pendidikan dan sosialisasi politik,” ujar Mita, sapaan akrabnya, kepada reporter Tirto, Senin (16/10/2023) malam.

Meski belum memasuki periode kampanye resmi, nyatanya banyak kegiatan mengarah kampanye yang dilakukan parpol dengan judul sosialisasi dan pendidikan politik. Ketegasan penyelenggara pemilu dipertanyakan saat kegiatan macam ini berhasil lolos dari hukuman.

“Bawaslu dan KPU seakan-akan menutup mata dan justru menjelaskan ke publik alasan tidak bisa ditindaknya kegiatan tersebut lantaran tidak ada unsur ajakan, dan bagi bacaleg atau capres belum ditetapkan sebagai peserta,” kata Mita.

Jika berpijak dalam larangan kampanye dalam PKPU Nomor 15 tahun 2023, semua kegiatan sosialisasi dan edukasi politik sejatinya hanya dapat dilakukan dan diketahui internal partai. Artinya, segala aktivitas sosialisasi ataupun kegiatan secara umum yang dilakukan peserta pemilu sebelum memasuki masa kampanye, tidak dapat dibenarkan.

Kendati demikian, ruang kosong peraturan sebelum kampanye justru membuat penyelenggara pemilu menjadi bimbang dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran.

Misal, ketika kegiatan bakal capres Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan berkeliling di sejumlah daerah, ia sempat dilaporkan akibat dugaan pelanggaran batas prosedur sosialisasi sebelum masa kampanye. Namun, laporan tidak mendapatkan tindak lanjut dan penyelesaian tuntas penyelenggara pemilu.

Teranyar, ketika Ganjar Pranowo diduga melanggar aturan sebelum kampanye karena tampil dalam iklan di stasiun televisi. Penyelenggara pemilu menyatakan tidak ada unsur pelanggaran di dalamnya. Absennya aturan tegas sebelum masa kampanye justru dinilai membuat penyelenggara pemilu bimbang dan ragu-ragu dalam bertindak.

Mita menambahkan, seharusnya partai politik yang mengadakan sosialisasi dan pendidikan parpol sebelum kampanye, wajib melaporkan kegiatannya kepada penyelenggara pemilu dan aparat kepolisian.

“Kemudian personel dari aparat kepolisian dan Bawaslu harus mengawal kegiatan tersebut agar tidak ada tindakan yang menyalahi aturan dan mengganggu ketertiban umum,” jelas Mita.

Ia menambahkan, penyelenggara pemilu harus memastikan setiap kegiatan yang dilakukan oleh partai politik sudah melapor ke penyelenggara dan aparat keamanan. Jika kegiatan tersebut tidak berizin atau tidak lapor, maka harus dibubarkan agar tidak terjadi hal-hal yang berpotensi pada mengganggu keamanan.

“Baik ada atau tidak ada regulasi mengenai sanksi pembubaran di dalam PKPU,” ujar Mita.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati menyatakan, parpol dan simpatisannya seharusnya bisa menahan diri karena masa kampanye resmi belum dimulai. Ia menilai kegiatan yang mengumpulkan massa simpatisan belum boleh dilakukan apalagi hingga terjadi konvoi kendaraan.

“Masa kampanye baru akan dimulai pada 28 November 2023. Artinya belum boleh melakukan kegiatan semacam ini,” ujar Nisa dihubungi reporter Tirto, Senin (16/10/2023).

KPU, kata Nisa, memang memperbolehkan adanya sosialisasi, tapi hanya bisa dilakukan secara tertutup dan tidak ada ajakan memilih. Ia menyoroti bahwa kegiatan pengumpulan massa baru bisa dilakukan saat kampanye resmi dimulai, itu pun harus dengan pemberitahuan kepada penyelenggara pemilu.

“Harusnya Bawaslu bisa mengingatkan para peserta pemilu bahwa kegiatan (sebelum kampanye) seperti ini belum bisa dilakukan,” ujar Nisa.

Reporter Tirto sudah menghubungi pihak Bawaslu dan KPU untuk meminta penjelasan ihwal kejadian ini. Permintaan tersebut dilayangkan kepada Komisioner KPU Idham Holik dan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja. Namun, keduanya tidak merespons pesan yang dikirim Tirto ke gawai mereka.

Sebelumnya, dalam rilis resmi Bawaslu, Rahmat Bagja mengingatkan agar para peserta pemilu tidak melanggar aturan saat melakukan sosialisasi sebelum masa kampanye. Batasan sosialisasi yang dimaksud, kata dia, semisal boleh memasang alat peraga baliho atau spanduk dengan tidak ada muatan ajakan di dalamnya.

Partai politik juga dapat melakukan pendidikan politik di internal masing-masing dengan tidak ada ajakan memilih. Adapun terkait banyaknya pertanyaan soal dugaan pelanggaran curi start kampanye dari banyak peserta pemilu, dia menjelaskan Bawaslu belum bisa melakukan penindakan. Ini karena belum dimulainya masa kampanye sebagaimana yang ditetapkan KPU.

“Jika ada paslon yang melakukan indikasi dugaan pelanggaran, masih belum bisa ditindak. Karena tahapannya belum mulai dan belum ada yang mendaftar juga ke KPU. Kalaupun ada partai yang menetapkan capres/cawapresnya, itu baru sebatas penyebutan, belum resmi jika belum mendaftarkan ke KPU,” kata Bagja di Jakarta, Jumat (1/9/2023).

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Politik
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz