Menuju konten utama
Kebijakan Energi

Menguji Ambisi Jokowi Bangun 2,5 Juta Jaringan Gas pada 2024

Komaidi melihat selama ini yang menjadi kendala pengembangan infrastruktur jargas lebih kepada keekonomian daripada proyek itu sendiri.

Menguji Ambisi Jokowi Bangun 2,5 Juta Jaringan Gas pada 2024
Petugas PT PGN melakukan pengecekan rutin stasiun pengaturan tekanan gas jaringan gas (jargas) pelanggan rumah tangga di Kawasan Batu Aji, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (8/7/2020). ANTARA FOTO/M N Kanwa/foc.

tirto.id - Tingkat jangkauan jaringan gas (jargas) rumah tangga menjadi salah satu perhatian serius Presiden Joko Widodo di akhir masa pemerintahannya. Kemajuan jargas untuk sambungan ke rumah tangga saat ini baru mencapai 835 ribu rumah. Angka ini jauh dari target awal yang dicanangkan sebesar 4 juta sambungan rumah.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024, pembangunan jargas termasuk salah satu proyek strategis nasional. Ini merupakan upaya pemerintah meningkatkan pemanfaatan gas untuk dalam negeri.

Jaringan gas ini diklaim dapat mengurangi impor LPG sebesar 603.720 ribu ton per tahun, penghematan subsidi LPG sebesar Rp297,55 miliar per tahun, serta menghemat pengeluaran energi masyarakat Rp386 miliar per tahun. Jargas juga bermanfaat mengurangi defisit neraca perdagangan migas mencapai Rp2,64 triliun per tahun.

Kebutuhan gas untuk jargas relatif kecil di mana 0,1 mmscfd dapat digunakan untuk memenuhi 10.000 sambungan rumah (SR). Oleh karena itu, pemerintah berambisi mendorong pembangunannya agar jumlah masyarakat yang dapat menikmati manfaatnya semakin besar.

“Tentu jaringan gas ini menjadi perhatian pemerintah, agar jaringan gas ini bisa dinaikkan di tahun 2024, di angka 2,5 juta jaringan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (12/10/2023).

Airlangga mengakui, target 4 juta jaringan gas di 2024 sulit tercapai lantaran melihat realisasi sampai hari ini yang masih minim. Dari sekitar 835 ribu jaringan gas, sebanyak 594 ribu oleh pemerintah dan 241 ribu dari PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN).

“Cuma dari pencapaian 800.000 ini target 4 juta di 2024 sulit tercapai. Jadi dari 835.000 sambungan sekarang, diharapkan bisa ditingkatkan menjadi 2,5 juta jaringan [di 2024],” kata Airlangga.

Airlangga menjelaskan urgensi dari percepatan jaringan gas ini karena beban fiskal terus meningkat akibat konsumsi LPG dari tahun ke tahun, terutama LPG subsidi. Pada 2022 misal mencapai 7,8 juta ton untuk yang subsidi, sedangkan yang non-subsidi turun terus, yang kemarin sekitar 580 ribu ton.

“Nilai subsidi diperkirakan pada tahun ini bisa mencapai Rp117 triliun,” ujar Airlangga.

Untuk mengejar target tersebut, pemerintah membuka peluang agar pihak swasta bisa ikut dalam pengembangan jaringan gas kota. Ini dilakukan dengan mengubah Perpres dan nantinya menunjuk Kementerian ESDM sebagai penanggung jawab untuk kerja sama antara pemerintah dan badan usaha (KPBU).

Urgensi dari percepatan jaringan gas ini karena beban fiskal terus meningkat akibat konsumsi LPG dari tahun ke tahun, terutama LPG subsidi, kata Airlangga Hartarto.

TARGET SAMBUNGAN JARGAS RUMAH TANGGA TAHUN 2020

Warga memeriksa meteran gas dari Perusahaan Gas Negara (PGN) di Rusun Kebon Kacang, Jakarta, Rabu (3/7/2019).ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/ama.

Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengamini, revisi Perpres Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Gas Bumi Melalui Jaringan Transmisi dan/atau Distribusi Gas Bumi Untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil menjadi perlu. Revisi dilakukan untuk memungkinkan badan usaha swasta dapat juga membangun jaringan gas kota untuk masyarakat menggunakan skema KPBU.

“Dengan Perpres yang ada, KPBU tidak bisa masuk dalam skema. Nah sekarang, Perpres-nya akan direvisi sehingga KPBU bisa berjalan,” kata Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (13/10/2023).

Arifin berharap dengan banyaknya pihak-pihak terlibat dalam membangun jaringan gas kota termasuk dengan pihak swasta, maka pembangunan jargas dapat lebih banyak dan masif.

“Dengan adanya (revisi Perpres) ini, kita bisa mengeroyok target pembangunan jargas yang sudah ditetapkan. Jadi selain porsinya Pertamina Gas Negara (PGN), nanti KPBU ada,” kata dia.

Selain itu, Kementerian ESDM juga mengharapkan agar ada anggaran dari APBN yang bersumber dari PNBP bisa dipakai untuk membangun Jargas. Dengan "keroyokan" itu, maka target 2,5 juta rumah itu bisa terealisasi.

Untuk diketahui, program pembangunan jaringan gas kota merupakan proyek pengganti LPG. Program ini telah dilaksanakan Kementerian ESDM c.q Ditjen Migas sejak 2009 dan hingga saat ini total telah terbangun 662.431 SR.

Tujuan pembangunan jargas adalah memberikan akses energi kepada masyarakat, menghemat pengeluaran biaya bahan bakar gas bumi, membantu ekonomi masyarakat menuju ekonomi masyarakat mandiri dan ramah lingkungan dan mengurangi beban subsidi BBM dan/atau LPG pada sektor rumah tangga.

Banyak Kendala, Mungkinkah Tercapai?

Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga Radiandra melihat, masih banyak kendala utama dalam meningkatkan jaringan gas ke rumah-rumah tangga. Karena berbeda dengan lapangan minyak bumi, lapangan gas bumi tidak dapat seketika diproduksi atau dikembangkan apabila ditemukan cadangan yang terbukti.

“Kendala utamanya adalah belum tersambungnya jaringan pipa utama dari sumber-sumber pasokan gas,” kata Daymas kepada reporter Tirto, Jumat (13/10/2023).

Masalah kedua adalah kurang menariknya skema jargas mandiri sehingga masih sangat bergantung pada APBN untuk pembangunan infrastrukturnya. Sehingga, salah satu upaya dilakukan pemerintah dalam menyiasati ini adalah melalui skema KPBU.

Selain itu, permasalahan sosialisasi dilakukan pemerintah juga tidak masif seperti awal saat konversi minyak tanah ke LPG, 15 tahun yang lalu. Padahal masyarakat perlu mulai diedukasi dan diberikan sosialisasi mengenai jargas dan manfaatnya.

“Meskipun belum semua bisa menikmati, namun penyampaiannya perlu dibangun mulai saat ini,” kata dia.

Bagi mereka yang berorientasi profit, investasi jaringan gas rumah tangga tidak menarik karena waktu pengembalian modalnya akan sangat lama.

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman. Ia menilai kemampuan keuangan pemerintah masih menjadi kendala pengembangan jargas. Sehingga ke depan pemerintah membuka peluang swasta diharapkan mau berinvestasi di jargas.

“Sebab selama ini pembangunan infrastruktur jargas sangat tergantung hanya bersumber ke APBN, dan penugasan kepada PGN,” kata Yusri kepada reporter Tirto, Jumat (13/10/2023).

Namun, tidak bisa dipungkiri juga bahwa kelemahan gas bumi ada pada sisi biaya pengembangan jaringan distribusinya yang sangat mahal per kepala keluarga atau per titik. Hal ini disebabkan volume konsumsi bahan bakar gas bumi rumah tangga rata-rata per harinya dalam setahun sangat kecil atau rendah.

Kendala ini hampir tidak ditemui pada negara-negara dengan empat musim. Gas bumi akan mengalami peak demand/supply pada saat musim dingin tiba karena digunakan untuk memanaskan suhu ruangan sepanjang hari, sehingga secara rata-rata dalam satu tahun akan lebih tinggi konsumsi gasnya dibandingkan negara-negara yang menganut dua musim seperti Indonesia.

“Inilah yang menjadi tantangan atau hambatan utama terkait lambatnya laju pemanfaatan gas bumi di sektor rumah tangga,” demikian bunyi kutipan buku Jaringan Gas Bumi yang diterbitkan ESDM. [PDF]

PGN atau perusahaan distribusi gas bumi lainnya menyadari akan hal ini. Bagi mereka yang berorientasi profit, hal ini tidak menarik karena waktu pengembalian modalnya akan sangat lama. Hal inilah yang menghalangi atau mengurangi minat investor, baik lokal maupun internasional, untuk menanamkan investasinya.

“Artinya memang kalau ingin proyek jargas ini berkembang, selain harganya yang perlu wajar, juga perlu diintervensi oleh pemerintah pembangunannya, perlu dialokasikan dari APBN," ucap Direktur Eksekutif ReforMiner Institue, Komaidi Notonegoro, kepada Tirto, Jumat (13/10/2023).

Sebab, kata Komaidi, walaupun harganya sudah berada di keekonomian dengan volume yang tidak begitu besar, para pelaku juga tidak tertarik masuk ke sana sepanjang masih ada pilihan lainnya. Sehingga proyek ini bisa jalan kalau ditugaskan kepada BUMN dan diintervensi oleh pemerintah.

“Artinya diberikan subsidi oleh pemerintah kalau tidak berat jalannya akan lambat kaya saat ini,” kata Komaidi.

Selama ini, ia melihat yang menjadi kendala pengembangan infrastruktur jargas lebih kepada keekonomian daripada proyek itu sendiri. Pun jika diserahkan ke perusahaan kemungkinan jalannya kecil, karena volumenya tidak begitu besar dibandingkan dengan yang konsumen lain.

“Jadi artinya kalau satu kecamatan kota atau kabupaten full jargas mungkin volumenya hanya setara dengan satu pabrik keramik atau konsumen gas lain,” kata Komaidi.

BPH MIGAS TINJAU JARGAS DI ACEH

Anggota DPR Komisi VII Anwar Idris (kiri) meninjau meteran jaringan gas rumah tangga (Jargas) milik warga di Desa Uteungkot, Lhokseumawe, Aceh, Senin (29/6/2020). ANTARA FOTO/Rahmad/pras.

Baca juga artikel terkait JARINGAN GAS KOTA atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz