Menuju konten utama
GWS

Benarkah Makan Sebelum Tidur Tidak Baik? Kata Sains, Belum Tentu

Larangan makan sebelum tidur kerap disampaikan dengan nada mutlak, seolah tubuh punya batas waktu biologis yang tak boleh dilanggar. Faktanya tidak begitu.

Benarkah Makan Sebelum Tidur Tidak Baik? Kata Sains, Belum Tentu
Ilustrasi Makan Sebelum Tidur. foto/istockphoto

tirto.id - “Jangan makan malam terlalu larut, nanti jadi lemak semua.”

Kalimat ini mungkin sudah Anda dengar sejak kecil. Dari orang tua, guru olahraga, atau bahkan influencer yang membagikan tips diet sehat di Instagram dan TikTok. Konsepnya terdengar masuk akal. Saat tubuh sedang istirahat, metabolismenya ikut melambat. Maka, apa pun yang Anda makan di malam hari akan langsung berubah jadi lemak.

Tapi, apakah benar sesederhana itu?

Larangan makan sebelum tidur sudah menjadi bagian dari budaya populer seputar pola hidup sehat. Beberapa orang bahkan mematok jam makan terakhir mereka, seperti “no food after 7 PM”, sebagai semacam aturan suci. Namun faktanya tidak sesederhana itu.

Ya, waktu memang berperan, tapi ia bukanlah faktor tunggal. Ada faktor-faktor lain yang jauh lebih krusial, mulai dari jenis makanan, jumlahnya, hingga alasan seseorang makan di malam hari sebelum tidur. Di sini, kita akan bongkar mitos-mitosnya satu per satu.

Apa Kata Sains tentang Makan Sebelum Tidur?

Anggapan bahwa metabolisme tubuh “ikut tidur” di malam hari adalah salah satu kesalahpahaman terbesar dalam dunia kesehatan. Faktanya, tubuh terus bekerja bahkan selama kita tidur, termasuk untuk mencerna makanan. Memang, aktivitas tubuh menurun karena kita tidak bergerak, tapi itu bukan berarti sistem pencernaan ikut berhenti total. Kalori tetap dibakar, hanya dalam jumlah yang lebih rendah dibanding saat kita aktif.

Yang sering luput dari perbincangan adalah bukan soal “bolehkah kita makan malam”, tapi “apa yang kita makan” dan “kenapa kita makan di waktu itu”. Misalnya, jika kamu ngemil keripik atau kue karena bosan atau stres, bukan karena lapar, yang jadi masalah bukan waktunya, tapi pola makannya. Begitu juga dengan porsi besar yang langsung disantap menjelang tidur. Hal itu bisa menimbulkan masalah lain seperti gangguan tidur, perut begah, serta naiknya asam lambung.

Beberapa studi juga menunjukkan bahwa makan terlalu dekat dengan waktu tidur memang bisa mengganggu kualitas tidur, apalagi jika menunya berat. Saat tubuh masih sibuk mencerna, proses relaksasi yang dibutuhkan untuk tidur nyenyak bisa terganggu. Tapi ini berbeda dengan sekadar makan malam biasa. Makan malam sehat dan seimbang, yang dikonsumsi dengan waktu yang cukup sebelum tidur (sekitar 2-3 jam), justru tidak punya efek negatif yang signifikan bagi kebanyakan orang.

Ilustrasi Makan Sebelum Tidur
Ilustrasi Makan Sebelum Tidur. foto/istockphoto

Makan Sebelum Tidur Justru Baik bagi Sebagian Orang

Tidak semua orang harus menghindari makan malam. Bahkan, untuk beberapa orang, makan sebelum tidur bisa jadi pilihan yang justru membantu kesehatan.

Ambil contoh orang dengan gangguan gula darah seperti diabetes atau hipoglikemia (gula darah rendah). Bagi mereka, tidur dalam kondisi perut kosong bisa menyebabkan kadar gula turun terlalu rendah di malam hari. Camilan ringan dengan kombinasi karbohidrat kompleks dan protein—seperti sepotong roti gandum dengan selai kacang—bisa membantu menjaga kestabilan kadar gula sampai pagi.

Hal yang sama berlaku untuk atlet atau orang yang berolahraga di malam hari. Setelah sesi latihan intens, tubuh perlu bahan bakar untuk pulih. Menunda makan sampai pagi justru bisa memperlambat proses pemulihan otot dan membuat tidur jadi tidak nyenyak.

Lansia juga termasuk kelompok yang sering kali diuntungkan dari camilan malam. Karena nafsu makan di siang hari bisa berkurang seiring usia, mereka mungkin lebih nyaman makan dalam porsi kecil beberapa kali, termasuk menjelang tidur.

Bahkan untuk orang-orang yang tidak punya kondisi khusus, terkadang tubuh memang butuh asupan tambahan. Kalau kamu makan malam terlalu awal lalu begadang, misalnya, terserang rasa lapar sebelum tidur jadi hal yang wajar. Menolak makan padahal perut kosong justru akan membuat kita sulit tidur, gelisah, dan berakhir makan lebih banyak keesokan harinya.

Di sini, yang penting adalah pilihan makanannya. Camilan ringan dan bergizi lebih baik dari junk food tinggi gula dan lemak. Sebuah pisang, segelas susu hangat, atau sedikit yogurt bisa cukup untuk meredakan lapar tanpa membebani pencernaan.

Ilustrasi Makan Sebelum Tidur

Ilustrasi Makan Sebelum Tidur. foto/istockphoto

Kapan Harus Menghindari Makan Sebelum Tidur

Meski makan sebelum tidur bukan larangan mutlak, ada beberapa kondisi di mana kamu memang perlu lebih waspada. Bukan karena jam makannya, tapi karena dampaknya bisa langsung terasa pada kualitas tidur atau bahkan kesehatan jangka panjang.

Yang pertama dan paling umum: asam lambung. Jika Anda punya riwayat GERD atau maag, makan terlalu dekat dengan waktu tidur bisa memicu rasa tidak nyaman, panas di dada, atau bahkan batuk-batuk tengah malam. Dalam posisi berbaring, makanan yang belum tercerna sempurna bisa lebih mudah naik ke kerongkongan. Itu sebabnya, mereka yang rentan biasanya disarankan memberi jeda sekitar dua hingga tiga jam antara makan terakhir dan waktu tidur.

Selain itu, pola makan kompulsif di malam hari juga bisa jadi pertanda ada sesuatu yang perlu diperhatikan. Banyak orang yang melewatkan makan di siang hari—entah karena sibuk atau sengaja menahan lapar demi diet—lalu “balas dendam” di malam hari. Hasilnya? Porsi makan jadi tak terkendali, perut begah, dan tidur terganggu. Pola seperti ini dikenal sebagai night eating syndrome dan kalau dibiarkan bisa mengganggu ritme tidur, berat badan, dan hubungan emosional dengan makanan.

Lalu ada juga mereka yang menjadikan makan malam sebagai pelarian dari stres (stress eating). Setelah seharian melelahkan, duduk sendirian dengan sekotak martabak adalah bentuk distraksi dari emosi yang belum diproses. Tidak salah untuk menikmati makanan, tapi jika ini terjadi terlalu sering, tubuh dan pikiran bisa ikut lelah.

Oleh karena itu, jujur terhadap diri sendiri sangat diperlukan di sini. Mengapa kita harus makan di malam hari? Karena benar-benar lapar atau karena alasan-alasan lain seperti stres, merasa cemas, atau hanya karena bosan? Jika memang ada alasan selain lapar, artinya ada isu yang harus Anda selesaikan, tidak dengan makanan tetapi dengan cara lain seperti memulihkan kondisi mental, terapi, dan semacamnya.

Bukan Soal Jam, Melainkan Konteks

Larangan makan sebelum tidur sering kali disampaikan dengan nada mutlak, seolah tubuh punya batas waktu biologis yang tidak boleh dilanggar. Padahal, tubuh manusia jauh lebih canggih dan kompleks dari sekadar jam makan. Yang membuat perbedaan bukan pukul berapa kita makan, tapi apa yang kita makan, seberapa banyak, dan kenapa kita makan di waktu itu.

Kalau kamu merasa lapar di malam hari, tubuhmu mungkin memang sedang butuh asupan. Menahan lapar demi aturan yang belum tentu relevan justru bisa berdampak lebih buruk—baik untuk tidurmu, suasana hatimu, maupun hubunganmu dengan makanan secara umum.

Singkat kata, makan sebelum tidur bukan sebuah dosa. Ini sama saja dengan makan pada jam-jam lain. Dan seperti halnya makan pada jam-jam lain, semuanya pun perlu diperhatikan, seperti kondisi tubuh, kondisi pikiran, serta jenis makanan yang dikonsumsi. Jangan sampai sesuatu yang sebenarnya aman-aman saja berubah jadi pembawa petaka.

Baca juga artikel terkait POLA MAKAN atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - GWS
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Irfan Teguh Pribadi